Jum'at, 17 April 2009
TEMPO Interaktif , Jakarta: Sebanyak 6,4 juta lebih tenaga kerja Indonesia di luar negeri tidak dapat memberikan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum. Migrant Care mencatat jumlah keseluruhan tenaga kerja mencapai 6,5 juta dan hanya 1,5 juta yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap, tetapi hanya 83.495 orang yang bisa menggunakan hak pilihnya.
"Penetapan DPT sangat carut-marut sehingga menghilangkan hak politik buruh migran," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Jumat (17/4). Di luar tenaga kerja yang sudah bekerja di luar negeri, masih ada lagi puluhan ribu lagi calon buruh yang tidak terakomodasi.
Puluhan ribu calon tenaga kerja tersebut berada dalam penampungan-penampungan. Padahal sejak November tahun lalu, Anis telah mengingatkan Komisi Pemilihan Umum tetapi tidak ada upaya apapun.
Ia menduga kelalaian tersebut bukan hanya kesalahan administratif tetapi diduga kuat mengarah pada pengabaian hak politik secara sistematis. Migrant Care akan mengadukan kasus ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Ia telah melakukan pemantauan sebelum, pada saat, dan pasca Pemilu Legislatif dan mencatat berbagai indikator yang mengarah pada pengabaian. Sebagai contoh, sejumlah tenaga kerja yang telah pulang ke Indonesia atau meninggal dunia tetap masuk dalam DPT, sedangkan mereka yang masih aktif justru tak terdaftar.
Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo menambahkan ia juga memiliki bukti-bukti dari hasil pemantauannya dalam penyelenggaraan Pemilu di Malaysia, Hongkong, dan Singapura. Di Malaysia dan Hongkong Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri (PPLN) terdiri dari staf dan diplomat kedutaan.
"Seharusnya PPLN independen, bukan bagian dari struktur pemerintah," katanya. Selain itu, pembentukan Panitia Pengawas Pemilu juga terlambat. Panwaslu baru dibentuk 1,5 bulan sebelum penyelenggaraan padahal proses di dalam dan di luar negeri seharusnya sama.
Ia juga menemukan ada partai yang menggiring tenaga kerja untuk memilih partai tertentu. Hal itu antara lain dengan menyediakan transportasi menuju tempat pemungutan suara. Mereka yang diantar diminta memilih partai penyedia transportasi.
AQIDA SWAMURTI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar