Sabtu, 18 April 2009 TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur: Setinggi-tinggi burung terbang, akhirnya kembali ke sarang, pepatah ini rupanya sangat tepat disandangkan kepada Sakur (91) warga negara Indonesia yang sudah 61 tahun hidup di Malaysia dan berniat kembali ke tanah air. Kemarin, Jumat (17/04) Sakur diterima Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Da'i Bachtiar di lobi depan kantor kedutaaan besar Indonesia di Kuala Lumpur untuk menerima ceck out memo dan dokumen kepulangan yang diuruskan oleh Tim Satuan Tugas Pelayanan dan Perlindungan Werga Negara Indonesia (PPWNI). Dokumen tersebut diperlukan, karena ternyata pria asal Desa Krempyang, Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, ini tidak memiliki dokumen, baik Indonesia maupun Malaysia. Kepada Tempo biro Kuala Lumpur, Sakur mengaku mulai masuk Malaysia sejak tahun 1948, atau 9 tahun sebelum Malaysia merdeka. "Aku minggat dari rumah, karena dipaksa kawin dengan anak saudaranya bapak" tutur Pria yang masuk Malaysia melalui Johor ini, selanjutnya menjadi pembalak hutan di Perjalanan hidup Sakur selanjutnya hidup dari satu mesjid ke mesjid lain. "Banyak Dua bulan yang lalu, sampailah Sakur di Masjid Sungai Udang daerah Klang, negara "Kami kasihan dengan kondisi beliau yang sudah sepuh, akhirnya warga dan pengurus Diusianya yang cukup senja, Sakur mengaku rindu kepada saudara-saudaranya, terlebih lagi kepada si bungsu Musahid. "Nanti aku akan pulang kerumah Musahid saja," katanya. Setelah mengurus dokumen kepulangan, Sakur direncanakan akan pulang ke tanah airhari Minggu, 19 April 2009, atas biaya salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. SAFWAN AHMAD |
20 April 2009
Sakur, Rindu Pulang Setelah 50 Tahun di Malaysia Tanpa Dokumen
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar