23 April 2009

Gizi Buruk akibat Orangtua Tak Paham

Senin, 20 April 2009

JAKARTA, KOMPAS.com - Supriyadi (1,6 tahun) balita asal Desa Kalasan RT13/14, Kecamatan Kasemen Kota Serang  pada awal Maret lalu akhirnya meninggal dunia di rumahnya setelah sempat selama tiga pekan dirawat di RSUD Serang karena menderita gizi buruk.
        
Sarmawi (35 th), orang tua anak balita tersebut mengatakan, bayinya hanya memiliki berat badan empat kilogram dari berat ideal pada bayi seusianya yaitu enam kilogram dan Suriyadi selama tiga pekan menderita berbagai penyakit yang disebabkan kondisi gizi buruk.

Supriyadi mengidap berbagai penyakit, antara lain demam tinggi, jantung, liver, dan muntah-muntah. Bahkan selama dalam perawatan di rumah sakit, anak itu tidak mau makan dan minum susu, kata Samawi.

Kasus balita yang meninggal karena kekurangan gizi senantiasa menjadi pemberitaan media massa, karena mampu mengundang perhatian dan kepedulian masyarakat luas terhadap kondisi ironis yang menimpa anak-anak penderita gizi buruk di zaman modern seperti sekarang ini. Apalagi kasus kematian balita dan anak-anak tersebut terjadi di daerah-daerah yang jaraknya tidak jauh dari ibukota kabupaten, provinsi dan ibukota negara.

Sarmawi hanya salah satu potret dari ribuan orang tua dengan balita penderita gizi buruk yang berada di pelosok Tanah Air dan juga wilayah-wilayah lain di dunia khususnya di negara-negara berkembang, seperti Filipina, Srilanka

Malnultrisi telah mengancam kesehatan dan kesejahteraan dan masa depan banyak anak-anak di negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Menurut data nasional, terdapat 18,4 persen anak-anak di bawah usia lima tahun yang mengalami kekurangan berat badan dengan angka pertumbuhan di bawah normal (stunting) sebesar 36,8 persen yang merupakan indikator adanya kekurangan nutrisi yang kronis.
       
Malnultrisi pada anak erat kaitannya dengan kemiskinan dan kebodohan serta adanya faktor budaya yang memengaruhi pemberian makanan tertentu meski belum layak di konsumsi di usianya.

Banyaknya anak-anak penderita kekurangan gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di Tanah Air disebabkan ketidaktahuan orang tua akan pentingnya gizi seimbang bagi anak-anak mereka karena umumnya pendidikan rendah dari orang tua serta faktor kemiskinan.

Sementara faktor budaya juga turut andil melalui kebiasaan turun-temurun untuk memberikan nasi lembek dan buah pisang yang dilembutkan kepada bayi-bayi masih berusia di bawah empat bulan untuk alasan agar anak menjadi cepat besar.

Bahkan, karena alasan kemiskinan  maka banyak anak balita yang sehari-hari mengkonsumsi makanan yang sama dengan makanan orang tua mereka dan makanan dengan lauk kerupuk atau jenis makanan ringan yang memiliki bahan perasa sangat kuat.

Entin (20 th ) ibu seorang balita yang bekerja sebagai buruh cuci pakaian di Bekasi mengaku karena keterbatasan penghasilan setiap hari hanya mampu memberikan satu kali susu untuk anak balitanya, Yanti (2,5 th) .

Susu yang diberikan kepada Yanti bukan merupakan susu bayi tetapi susu kental manis yang tidak cocok untuk anak balita.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jabar, Alma Luciati mengakui, ada 1,01 persen balita di Jabar menderita gizi buruk. Anak balita yang masuk dalam kategori gizi kurang mencapai 380.673 orang dari 3.536.981 anak balita yang ditimbang melalui kegiatan posyandu.

"Masalah gizi memang banyak ditemukan dalam kehidupan, termasuk di Jabar. Karena masalah gizi ini memang terjadi dalam setiap siklus kehidupan, bayi, balita, anak-anak, remaja, maupun orang dewasa pasti mengalami kekurangan gizi. Oleh karena itu, ini menjadi masalah yang harus ditanggulangi bersama secara komprehensif, " katanya.

Kasus gizi buruk dan kurang gizi di Jawa Barat, di antaranya di Indramayu, Bekasi, Karawang, Sumedang, Tasikmalaya, dan Kabupaten Bandung.

Melalui sosialisasi soal pola hidup sehat, maka tahun ini juga kasus gizi buruk dan kurang bisa ditekan. Luciati mengatakan, salah satu kendala dalam mengatasi kasus gizi buruk  saat ini, adalah belum maksimalnya partisipasi masyarakat terhadap program kesehatan pemerintah.

Namun pihaknya menargetkan, kasus gizi buruk dan kurang bisa tertangani seluruhnya hingga tahun 2010.


ABD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar