30 Januari 2009

Two men deny forcing woman into prostitution

GulfNews.com, January 27, 2009

By Bassam Za'za' Senior Reporter

Dubai: A man has accused a housemaid of willingly phoning customers and asking them to have sex with her and denied forcing her into prostitution.

"I didn't force her into the sex industry. It's not true that I exploited her," the 36-year-old Bangladeshi told the Dubai Court of First Instance on Tuesday.

"I am innocent. She is the one who used to call the men and invite them over to the flat to have sex with her for money."

The Public Prosecution charged the suspect, M.M., with exploiting the Indonesian maid and forcing her into prostitution. He was also charged with running a brothel and exploiting the alleged victim, S.R., and other women.

He was accused of violating Federal Law No 51 of 2006 pertaining to trafficking by trying to sell S.R. to a police informant.

The Public Prosecution also charged a 24-year-old Indian plumber, S.T., with aiding and abetting M.M.

"I am not guilty. I didn't commit any crime& I have nothing to do with the sex industry," S.T. told Presiding Judge Saeed Salem Bin Sarm.

"My sponsor used to mistreat me," the 26-year-old maid said in her statement.

"One of my compatriots told me to abscond. And I followed her advice. She suggested that I sleep with men for money. Later, I came to know that she had sold me to a Bangladeshi man named O, who, for 10 days, forced me to sleep with men," she said.

"Then O sold me to another Bangladeshi named R, who took me to Al Baraha and locked me up in a flat with other women. One day R forced me to sleep with three men."

Initial interrogations revealed that R sold the alleged victim to M.M., who was arrested during a sting operation when he tried to sell her to a police informant.

Police raided the flat in Baraha and saved the women.

Indonesian maid survived a 10ft drop from the first-floor balcony

Daily Express (E. Malaysia), 29 January, 2009

Potato grower's shock find in Tebobon river

Kota Kinabalu: A vegetable planter was shocked to find the body of a woman floating in the river next to his land at Kg Tebobon in Menggatal, Tuesday. Rosli, 50, was clearing the plot to plant potatoes when he noticed something in the water at about 11am.

"I realised that it was a body and ran to get help from other villagers," he said. Police were alerted. The woman, who is believed to have drowned, was identified as Mudia Sulatan from Kg Loboh I, about two kilometres upriver.

The deceased's 24-year-old son, Aide Lunsing, said the last time he saw her was last Sunday evening.

"I went out to look for my mum on Tuesday É I had an uneasy feeling about her," he said, pointing out his mother had on several occasions in the past gone out for gatherings at friends' houses and returned home only after several days.

He got the news about a woman being found in the river from villagers soon after the body was found. A police team led by Insp Vinges was at the scene to investigate.

Meanwhile, an Indonesian maid survived a 10ft drop from the first-floor balcony of a house in Taman Suria, Kepayan, Tuesday.

The 27-year-old maid was wiping the windows when she slipped at about 10am. Paramedics came shortly after the houseowner made a call and the maid was taken to the hospital. She was discharged, albeit a little shocked, later the same day.

Waduh, Penempatan TKI Formal ke Jepang Dihentikan

KOMPAS/RIZA FATHONI, Rabu, 28 Januari 2009

JAKARTA, RABU — Penempatan tenaga kerja Indonesia formal sektor jasa kesehatan ke Jepang dihentikan, setidaknya sampai Maret 2009. Saat ini masih dibahas tentang relokasi proses pendidikan dan pelatihan perawat dan pengasuh orang jompo, yaitu dari Jepang ke Indonesia.

Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans Abdul Malik Harahap di Jakarta, Selasa (27/1), mengatakan, Indonesia bisa menerima permintaan tersebut. ”Asalkan, Pemerintah Jepang tetap mengendalikan proses pendidikan dan pelatihan sepenuhnya,” ujarnya.

Pengalihan tempat pendidikan terkait dengan masalah biaya. Pendidikan dan pelatihan selama enam bulan di Jepang membutuhkan biaya relatif besar. Padahal, saat ini, seiring terjadinya krisis keuangan global, Pemerintah Jepang melakukan penghematan di segala sektor.

Tahun 2008-2009, Pemerintah Jepang bersedia menerima 400 perawat dan 600 pengasuh orang jompo dari Indonesia. Jepang membiayai seluruh proses perekrutan, pendidikan, dan pelatihan selama enam bulan sebelum penempatan.

Regulasi Jepang sebenarnya melarang orang asing bekerja di negeri itu. Namun, penempatan perawat dan pengasuh orang jompo merupakan bagian dari Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Indonesia dan Jepang. Ini dilakukan pascakesepakatan bilateral Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Tokyo, 28 November 2006.

Implementasi penempatan dimulai sejak 19 Mei 2008, yaitu setelah Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat dan Managing Director The Japan International Corporation of Welfare Services (Jicwels) Takashi Tsunoda menandatangani nota kesepahaman di Jakarta.

Adaptasi

Malik menjelaskan, pembicaraan bilateral tentang pengalihan lokasi pendidikan sudah berlangsung dua kali. Diharapkan, kesepakatan bisa dicapai pada bulan Maret. Dengan demikian, perekrutan calon TKI formal bisa dimulai kembali.

”Selama ini pelatihan berlangsung di Jepang, dengan harapan para TKI formal bisa mempelajari langsung bahasa, kebudayaan, disiplin kerja, dan etika sosial di Jepang sehingga bisa cepat beradaptasi,” tuturnya.

Malik menambahkan, bekerja sama dengan BNP2TKI dan Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan, Produktivitas Depnakertrans, dan Pemerintah Jepang, pihaknya mencari tempat pelatihan yang ideal.

TKI yang bekerja sebagai perawat di Jepang mendapat gaji 200.000 yen, sementara pengasuh orang jompo 175.000 yen per bulan. Dari kuota 1.000 orang, Indonesia baru menempatkan 208 orang. Namun, Jumhur optimistis kuota tersebut bisa terpenuhi.

HAM
Sumber : Kompas Cetak

ATKI: Penyelundupan WNI ke Malaysia - "Sulit Dipercaya Bila Pelakunya Hanya Dua Orang!"

Sumber: ATKI Jakarta

Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera membebaskan korban-korban penculikan yang masih disekap dan diperbudak di Malaysia.

Terbongkarnya kasus penyelundupan anak perempuan Indonesia ke Malaysia untuk diperbudak pada industri seks di Entikong Malaysia mengundang kemarahan banyak pihak. Kasus ini menunjukkan bahwa sindikat pelaku perdagangan manusia sudah tidak lagi memainkan taktik lama, dengan memberi iming-iming pekerjaan, namun telah berani melakukan penyerangan dan penculikan secara paksa terhadap korbannya. Meski pelakunya sudah tertangkap, namun pekerjaan pemerintah, khususnya pihak kepolisian masih belum selesai. Sangat tidak bisa dipercaya bila pelaku kejahatan yang biadab tersebut hanyalah dua orang.

Hal ini ditegaskan Retno Dewi, Koordinator Biro Informasi Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta melalui siaran pers (20/01). Menurut Retno, bila menyimak kisah penculikan yang dituturkan korban, sebenarnya secara tidak langsung menunjukkan adanya peranan dari pihak-pihak tertentu yang paling tidak telah turut membantu pelaku penyelundupan. Sindikat tersebut, besar kemungkinan, dibantu oleh suatu jaringan yang terorganisasi dan memiliki koneksi yang cukup luas. "Sangat sulit membayangkan ada suatu tindakan penculikan yang dilakukan di Lampung yang dalam waktu cepat bisa memindahkan korban ke Kalimantan Barat kemudian diselundupkan ke Malaysia yang semuanya dilakukan hanya oleh satu atau dua orang," jelas Retno.

Polisi jangan hanya berhenti dengan memberikan himbauan kepada masyarakat agar memberikan perhatian dan pengawasan yang cermat terhadap anak-anaknya, polisi dan seluruh jajaran pemerintah pada umumnya harus secara konkret memainkan peranan pokoknya untuk melindungi segenap rakyat Indonesia tanpa kecuali, tegas Retno. Pihak Kepolisian diminta melakukan tindakan segera dengan mengembangkan penyelidikan guna membongkar jaringan pelaku kejahatan berat tersebut sekaligus sesegera mungkin membebaskan korban-korban lain yang masih tersisa.

Retno menduga bahwa saat ini korban-korban penculikan dan perdagangan manusia yang belum berhasil dibebaskan kemungkinan berada dalam keadaan yang sangat menderita dan penuh tekanan. Pasalnya, terbongkarnya sindikat kejahatan akan membawa pengaruh pada sindikat lain untuk memperketat pengawasan dan pembatasan-pembatasan kepada para korbannya. Hal ini, tentu saja akan dilakukan para sindikat tersebut untuk mengantisipasi perkembangan penyelidikan kepolisian.

Selain Kepolisian, Retno menyatakan bahwa ATKI meminta Pemerintah SBY-JK untuk berani mendesak pemerintah Malaysia agar mau mengembangkan penyelidikan dan memeriksa seluruh aparatnya yang memiliki potensi terlibat dalam kasus tersebut. Sebagaimana dituturkan oleh salah seorang korban, pelaku diduga memiliki kedekatan dengan oknum-oknum aparat kepolisian Malaysia dan bahkan sebagian dari oknum tersebut justru turut menikmati hasil kejahatan yang biadab terrsebut. "Kasus ini menunjukkan adanya serangan yang sangat brutal terhadap generasi muda, khususnya anak perempuan Indonesia," tegas Retno.

"Kita semua marah dan tidak bisa menerima kenyataan bila ada saudara kita yang diperlakukan biadab seperti yang dialami korban penculikan, kita akan jauh lebih marah bila tidak ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk segera memberantas seluruh jaringan sindikat kejahatan hingga ke akar-akarnya," ujar Retno.***

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Release dalam Bahasa Inggris

ATKI Jakarta: "This is a very brutal attack against the Indonesian women and girls"

Indonesian girls were smuggled, trafficked, and enslaved in Malaysia. The Association of Indonesian Migrant Workers (ATKI) urged the government of Indonesia to immediately release victims of abduction that are still enslaved in Malaysia.

The cases of the girl's abduction that had been smuggled and trafficked from Indonesia to Malaysia had made many people angry. The under-age girls were reported had been abducted and smuggled to Malaysia to be enslaved in sex industry in Entikong. Even though the perpetrators were having been caught, but the work of government, especially the police still have not finished. It's very unbelievable if the perpetrator of this barbaric crime were only two peoples.

According to Retno Dewi, the Coordinator of Information Bureau of the Association of Indonesian Migrant Workers in Jakarta (ATKI Jakarta), this is an organized crime, done by syndicates that not only had a plenty resources to conducts their crime but also had a wide network that probably also connected with some government officials. As been reported one of the victim was abducted from Lampung Province (Southern Sumatra) then transferred to Pontianak (West Kalimantan) and smuggled to Malaysia through Entikong. "These all happened only in a few days, so we can imagine how big their network is?" Retno said.

Retno said that the police must not just stop by arresting the two perpetrators or only by calling to people to give extra attention and careful supervision of their children or girls. Police and government of Indonesia in general should take a concrete action by playing their constitutional role to protect the life of the people without exception.

The police are taking action immediately with the investigation in order to dismantle the network of the perpetrator as well as soon as possible to free victims of others who are still remaining. The President Yudhoyono must urge the Malaysian Government to make extra investigation of their official that potentially involved in the case.

Based on information from one of victims, sometimes, the perpetrators forced victims to give sexual services as swag to some Malaysian officials. The alleged perpetrators have proximity had relation to the government official of Malaysia. Even some of the Malaysian apparatus had take part on the crime.

Retno predicted that at this time, some of the abducted girls that had not been released are in very worst situation and suffer by intention of the pressure. It is the nature of the organized crime to intensify and to tighten their security and restriction to prevent and anticipate the development of the police investigation. Retno also warns that during this condition, those perpetrators are willing to pay in any cost to secure their business.

"We must understand that this case shows the existence of a very brutal attack against the Indonesian women, especially girls who was mostly under-18," Retno firm. "We are all angry and can not accept the fact if we have relatives who are uneducated as in the abduction victims, we will be far more angry if no concrete steps made by the Indonesian government to immediately wipe out the entire network to the crime syndicate radical," Retno said .***

Source of Information: The Jakarta Post: People smuggling syndicates do not hesitate to commit abduction, police warn





--
Retno Dewi
Koordinator ATKI Jakarta
Mampang Prapatan XIII RT 03/03 No. 03
Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
T/F: 021-7986468 Email: atki.indonesia@gmail.com
Web: http://atkijakarta.cmsindo.com

People smuggling syndicates do not hesitate to commit abduction, police warn

Dicky Christanto, The Jakarta Post, Jakarta | Sat, 01/24/2009

Police have issued a warning about brazen abductions being committed by human trafficking organizations following reports of a schoolgirl being abducted and forced in prostitution in Malaysia.

National Police spokesman Insp. Gen. Abubakar Nataprawira said Friday police were upgrading alerts after reports from Lampung of a schoolgirl, identified only as SS, being lured and abducted.

"Human trafficking syndicates have always duped their victims, but in this particular case they have not hesitated to commit outright abduction. Perhaps with growing crackdowns, they are becoming more impatient," Abubakar said.

The Lampung student told police she was abducted by five masked men before falling unconscious from an unspecified cause.

"She was abducted while waiting for a public minivan en route to school around the middle of 2008," Abubakar said.

The men took the teenager to Jakarta along with three other girls from West Java, where they were transferred to Singkawang in West Kalimantan.

"From there, a Malaysian national named Kam Seng escorted the abducted victims to Tebedu in Malaysia via Entikong," Abubakar said.

The traffickers took the girls to Kuching, the capital of the Malaysian state of Sabah, where they were forced to work as prostitutes in poor conditions.

The case began to unfold when SS managed to escape from the Cong Ling Pa night club where she was held against her will. She made it to the Indonesian Consulate in Kuching and reported her ordeal.

Following her testimony, the police formed a specialist team to track down the syndicate.

The police have named four people as suspects so far but have only managed to arrest Nurdin, alias Boros, and Kam Seng. The two are currently in custody.

The other suspects, identified as Indonesian nationals Ika and Helen, remain at large.

"The suspects face multiple charges of violating the Human trafficking Law and the Child Protection Law, and could face more than 20 years in prison and fines of up to Rp 15 billion," Abubakar said.

Anis Hidayah from Migrant Care, an NGO focusing on human trafficking, said there was nothing new in the use of abduction in people smuggling.

"Abduction has been part of human trafficking syndicate's for many years," she told The Jakarta Post on Friday.

"I have been reporting similar cases since 2003 but the police have not responded to them properly."

She said the police lacked the will to fight human trafficking and only made an effort when a case captured public attention.

"Police need to act as if they rarely care about the issue, not just when their public image is at stake," she said.

Human trafficking is a growing problem in Indonesia, with 12 cases reported last year and hundreds of others allegedly going unnoticed. Poverty is often blamed as the root cause of the practise.

Ulah Agen TKI Asing Disesalkan; 14 Orang Lagi Masih Dicari di Palestina

Kamis, 29 Januari 2009

Jakarta, Kompas
- Pemerintah menyesalkan perilaku agen penempatan tenaga kerja Indonesia di Timur Tengah yang menyalurkan ke negara bukan tujuan resmi. Praktik ini merugikan tenaga kerja Indonesia dan pemangku kepentingan di Tanah Air karena menyulitkan upaya perlindungan.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengungkapkan hal ini saat memberikan santunan terhadap Umi Saodah di Gedung Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta, Rabu (28/1). Umi Saodah adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terjebak perang di Jalur Gaza, Palestina, dan berhasil dievakuasi Pemerintah Indonesia bersama lembaga asing dan Migrant CARE.

"Sungguh disesalkan agen- agen di negara penempatan yang tidak bertanggung jawab. TKI tidak tahu jika kemudian mereka malah dikirim ke negara bukan penempatan yang berbahaya," ujar Erman.

Erman didampingi Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans Abdul Malik Harahap dan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Deplu Teguh Wardoyo. Adapun Umi Saodah bersama keluarga didampingi Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah dan Analis Kebijakan Migrant CARE Wahyu Susilo.

Para TKI berangkat ke luar negeri melalui prosedur resmi. Setibanya di negara tujuan, agen setempat malah menyalurkan mereka untuk bekerja di negara lain.

Para agen penempatan asing tersebut memanfaatkan keluguan TKI dengan menyalurkan mereka ke negara lain yang tidak memiliki kerja sama ketenagakerjaan dengan Indonesia. Para TKI, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, juga tidak diberi akses komunikasi untuk melapor ke perwakilan Republik Indonesia di negara setempat.

"Walau demikian, pemerintah tetap bertanggung jawab melindungi mereka," kata Erman.

Masih mencari

Teguh menambahkan, saat ini pemerintah terus mencari 14 TKI yang masih berada di Jalur Gaza. Pemerintah terus membangun komunikasi dengan otoritas Palestina dan Bulan Sabit Palestina, dan meminta mereka menghubungi perwakilan RI di Kairo bila menemukan WNI di Palestina.

Untuk kawasan Timur Tengah, negara penempatan yang kerap dijadikan transit penyaluran TKI ke negara bukan tujuan resmi adalah Jordania, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Dari ketiga negara ini, para TKI dikirim ke Palestina, Israel, sampai Irak lewat jalur darat dan udara.

Negara lain yang juga bukan tujuan penempatan tetapi menjadi sasaran TKI adalah Suriah. Mereka masuk memanfaatkan visa kedatangan selama sebulan lalu mencari pekerjaan dan jumlahnya kini mencapai 45.000 orang. Walau tidak dilarang Pemerintah Suriah, tetapi mereka tidak terlindungi berdasarkan peraturan Indonesia.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani mendesak pemerintah merevisi perjanjian kerja sama penempatan TKI dengan negara mitra. Sanksi pidana harus dimasukkan dalam perjanjian itu.

Menurut Anis, terkadang perusahaan penempatan TKI swasta (PPTKIS) domestik juga nakal. Dalam kasus Saodah dan 14 TKI yang dikirim ke Jalur Gaza, mereka dikirim PT Amara Prima ke Jordania dan seminggu kemudian diberangkatkan ke Gaza.

"Jadi, pemerintah harus tegas. Baik terhadap PPTKIS maupun agen di negara penempatan yang nakal," ujar Anis. (ham)

Court clears maid of theft

GulfNews.com,  January 29, 2009
'
By Bassam Za'za', Senior Reporter

Dubai: A housemaid has been cleared of robbing her female sponsor and colleague before she ran away from the house for lack of evidence, ruled a court.

The 28-year-old Indonesian housemaid pleaded not guilty when she appeared before Presiding Judge Abdul Majid Al Nezamy of the Dubai Court of First Instance which acquitted her on Thursday over insufficient evidence.

The suspect, S.M., denied stealing Dh6,500 in cash and a golden necklace when she defended. The Public Prosecution charged her with robbing Dh3,500 and a necklace from her Emirati sponsor and Dh3,000 from her compatriot workmate, W.B.

Records showed that the suspect left her sponsor's house immediately after the alleged theft.

"When I woke up on the day of the incident, I realised that S.M. was not in the house and I entrusted her with everything in my house. But after her absence, I checked my belongings and valuables and discovered that my money and a necklace were missing," testified the Emirati woman, who then reported the matter to the police.

Law enforcement officers arrested the defendant in Al Ghusais area. The initial verdict is subject to appeal.

Raped maid not carrier of AIDS: Police

Arab News, 29 January 2009 (02 Safar 1430)

MAKKAH: Police denied yesterday that an Indonesian maid who was raped by many people in December is an AIDS carrier as reported by several newspapers recently, Al-Watan newspaper reported.

"We do not have evidence that the rape victim or the suspects are carriers of sex-related diseases," said Maj. Abdul Muhsin Al-Mayman, spokesman for Makkah Police.

Local newspapers reported on Tuesday that 46 men, including a police officer, raped the 38-year-old maid who ran away from her sponsor in the Al-Nuzhah district of the city in December.

The woman was first picked up by a police officer who raped her at a rest house. It was also reported that the woman was abandoned and found by a police patrol that took her to Makkah's King Faisal Hospital where she has been undergoing treatment for AIDS.

Asia's migrant workers first to lose jobs as factories shut

Business Standard, Bloomberg / Kuala Lumpur January 25, 2009

Nadya Rahmayanti left Indonesia 18 months ago to earn money for her daughter's education. After being fired by a Texas Instruments Inc plant near Kuala Lumpur, she dreads telling the 12-year-old she must leave school.

"She cried so hard when I left, but I told her I had to go so she and her brothers could stay in school," said Rahmayanti, 28, at the Indonesian embassy in Kuala Lumpur, where she came for help to get more compensation. "Now I lost my job, I don't have money and I can't go home. The worst is, my daughter has to quit school."

As many as 400,000 Indonesians — about a 10th of those working in plantations, manufacturing and as domestic helpers in Malaysia, Singapore, Hong Kong and the Middle East — may be sent home this year as companies such as Intel Corp and Western Digital Corp cut production. The exodus could slash annual remittances to Indonesia by as much as $3 billion, according to Fauzi Ichsan, an economist at Standard Chartered Plc.

"Money sent by these workers helps increase spending in the rural areas," said Anton Gunawan, chief economist at PT Bank Danamon Indonesia. "It is used to build houses, or buy motorcycles." He forecast Indonesia's economy will expand 4.3 per cent this year, lower than the government estimate of 5 per cent, which would be the slowest since 2003.

Repatriation of overseas workers may boost unemployment in Indonesia to almost 10 per cent, Gunawan said. About 9.4 million people of the country's 112 million labour force are unemployed, according to data published by Statistics Indonesia on January 14.

Intel Corp announced on January 21 it will close five factories, including two plants in the Malaysian state of Penang, by the end of 2009, as the world's largest chipmaker copes with a worldwide recession. The move will affect as many as 6,000 employees, it said.

Texas Instruments' spokeswoman Kimberly Morgan confirmed in an email that the company released workers hired through outsourcing agents throughout 2008, but declined to disclose the number. It declined to say how many more might be released or if it plans to close any plant in Malaysia.

"We did idle several of our plants near the year end holidays," the company said without providing details. The company declined to comment on compensation.

Malaysia's cabinet decided this week to freeze recruitment of foreign workers in manufacturing and services industries and offer the jobs to locals instead, the New Straits Times reported on January 22, citing Human Resources Minister S. Subramaniam. The government will make a further study on how it can implement the decision, Deputy Prime Minister Najib Razak said on January 22.

"When companies cut jobs, foreign workers will go first," Mohamed Ariff Kareem, executive director of the Malaysian Institute of Economic Research said.

"Some employers hire these workers through outsourcing agents and when they terminate their contract, the workers, who typically borrow a large sum of money to secure a job through the agents, will have no choice but to take another job that pays less," said Alex Ong, a labor activist at Migrant Care in Kuala Lumpur. "They are left at the mercy of the agents."

Rahmayanti said she couldn't go home until she pays her agent the remainder of a government levy for working in the country. The agent holds her passport, a common practice in Malaysia.

Malaysia employs about 2 million legal workers from countries such as Indonesia, Myanmar and India, or about a fifth of the total workforce, government data shows. Most perform low- skilled jobs such as domestic service, shunned by locals. There are probably more than half a million illegal, or undocumented, foreign workers, according to the immigration department.

"They may refuse to go back without a job," said Mohamed Ariff from Kuala Lumpur, who predicts as many as 40,000 job cuts in Malaysia this year, more than the number in 2008. "This situation could prompt an increase in crime rates, worsening social problems."

Migrant workers across the region are suffering the same fate. About 300,000 jobs may be lost in Singapore by 2010, two- thirds of which are held by foreigners and permanent residents, economists Cem Karacadag and Kun Lung Wu wrote in a Credit Suisse Group report on January 20.

Growth in remittances to the Philippines, which account for about a 10th of the nation's $144 billion economy, may stall this year, according to the country's central bank. That compares with a 15 per cent increase in the first 11 months of 2008. Philippine economic growth will probably be 3.7 per cent this year, the slowest since 2001, the government said in November.

At the Indonesian embassy in Kuala Lumpur, official Teguh Hendra Cahyono scratched his head as he walked into a room where Rahmayanti was sitting together with about 20 other women.

"These are Indonesian factory workers whose contracts have been terminated early as their employer cut production," said Cahyono. "They want us to help negotiate for a better compensation. We have to be prepared. Many more will come."

Human Rights Abuse: The Underbelly of Saudi Arabia

International Analysts Network, 23 Jan 2009

Norman T. Lihou

Saudi Arabia promotes itself to be the jewel of the Middle East and home of the most important place to those who follow the religion of Islam. The country holds itself up as a beacon of the way Islam should be practiced and claims it can be done without the radical elements which seem to connect the religion and terrorism. Although it can be argued that the militant extremist version that Usama bin Laden purports has its roots deep in the Saudi Arabia government sanctioned version of Wahabism. However, when one examines the practice of "perfect Islam" in Saudi, one finds some very disturbing facts about the way "others" are treated under this religion.

People from third world countries flock to Saudi for the promise of a better life but typically fall into "modern slavery" where the price of living outweighs the pay. The downward spiral begins when the women go through worker recruitment agencies which charge for the job in another country. The employer may also levy charges on top of the recruiting fee for hiring the worker and then charge for room and board. This deadly cycle creates a mountain of debt which can never be repaid and keeps that person enslaved to the employer. The outlook is even worse for migrant domestic workers (almost two million are women) who are not guaranteed overtime pay or a weekly rest day. The accusations of physical and sexual abuse run rampant but when taken to court, a Saudi court, the victims often get a double dose of abuse. The employers accuse the worker of witchcraft or moral crimes which can then bring a sentence of 60 to 490 lashes and up to 10 years of imprisonment. 24 Filipino guest workers were sentenced in 1996 to 200 lashes for "homosexual behavior".

If you are a foreigner in Saudi Arabia, you cannot own a business or land and typically you work for a Saudi business owner who can take away your work visa at a moments notice. The workers cannot legally leave the country, travel outside the city of their employment, change jobs or get an exit visa without obtaining the written permission of their sponsors. There are many cases where Saudis have refused to pay workers and keep them locked up when they are not working.

Take the case of Nour Miyati, an Indonesian domestic worker, who lost her fingers due to gangrene in 2005 after she was locked up by her employer and then sentenced to 79 lashes by a court in Riyadh for accusing him of abuse. - Amnesty International

Seven members of a Saudi family who employed four Indonesian women as domestic workers severely beat them after accusing them of practicing "black magic" on the family's teenage son. Siti Tarwiyah Slamet, 32, and Susmiyati Abdul Fulan, 28, died from their injuries. Ruminih Surtim, 25, and Tari Tarsim, 27, are receiving treatment in the Intensive Care Unit of Riyadh Medical Complex. - Human Rights Watch

Siti Mujiati, an Indonesian domestic worker, was not allowed to return to Indonesia for 6 years and 8 months and never received any pay for all the years of service. - Human Rights Watch

Haima G., a Filipino domestic worker was brought into the bedroom of her employer and raped over and over again. She told the woman of the house and was then locked away until she escaped and hid in her embassy for 9 months. She was then told she was going to be deported after an unsuccessful attempt at a trial against her former employer. - Human Rights Watch

Ponnamma S., Sri Lankan domestic worker was physically abused for nearly 18 months every time pay was mentioned. - Human Rights Watch

Masad Mohamed Abou Wafi el-Gawhari, an Egyptian, was found guilty of stealing 259,000 Saudi riyal from his guarantor. When Masad asked his guarantor, Saudi Fuhad bin Aoud al-Rashidi, to let him go back to Egypt, the man kept stalling and when Masad insisted, his guarantor accused him of robbing him. - EgyptSearch.com

Rizana Nafeek a 17 year old Sri Lankan domestic worker was sentenced to death by a Saudi court for murdering a baby in her care. Nafeek described the incident as an accident, but did not have access to legal or consular assistance during the trial, and alleged she was forced to confess. - World Report 2008

Even more disturbing is to hear the abuse from the victim's own mouth:

"She beat me until my whole body burned. She beat me almost every day.... She would beat my head against the stove until it was swollen. She threw a knife at me but I dodged it. I had a big black bruise on my arm where she had beaten my arm with a cooking spoon, she beat me until the spoon broke into two pieces. This behavior began from the first week I arrived. It was the lady employer, the man was good…. She would scream, "I hope you die! I hope your family dies! I hope you become deformed!" She never paid me for 10 months. I thought if I don't escape, I will die." —Wati S., Indonesian domestic worker, Human Rights Watch

"They treated me like a dog, not like a human being. The whole family treated me like this….Everything [had to be] separate for me. I was not allowed to be with them. Even my clothes couldn't be put in the washing machine. I had to hand wash them separately. I had to use separate forks and spoons." Nur A., an Indonesian migrant, Human Rights Watch.

These are not isolated cases, the embassies of the migrant workers receive thousands of complaints a year. Our own government recognizes the problem. US Department of State, Trafficking in Persons Report 2007 - "The Government of Saudi Arabia does not fully comply with the minimum standards for the elimination of trafficking and is not making significant efforts to do so. The government continues to lack adequate anti-trafficking laws, and, despite evidence of widespread
trafficking abuses, did not report any criminal prosecutions, convictions, or prison sentences for trafficking crimes committed
against foreign domestic workers."

Ed Husein the author of The Islamist, writes about his travels to Saudi and seeing the rows of houses, made from corrugated metal slapped together, where the third class citizens lived. These were people who were followers of Islam but because they were not Saudi or Arab were treated with as much respect as a dog. Husein is deeply affected by his eye-opening experience and how it revealed the hypocricsy of Saudis being a perfect example of Islam.  

Analysis:
The King of Saudi Arabia has an anti-human trafficking law that is awaiting his approval. The law was submitted by religious scholars who say that under Sharia Law that legal human trafficking should be criminalized. While everyone waits to see what the King will do, the real question is can Saudi change a way of life and bigotry that plagues it? How long will the international community turn a blind eye to the suffering of its citizens before calling for change? An even bigger question for Americans, is why does our government turn a blind eye to a government that does nothing to stop human trafficking and modern slavery? Why do we continue to be an enabler of human rights violaters and abusers?

How can we change our image in the world when the people know we don't really stand for freedom and the pursuit of happiness? How can we ever really have an effective foreign policy when people are abused in every way imaginable and we shake hands with those same abusive governments and call them friends? These are some of the root causes for the animosity that the world feels towards us. Let's hope we can actually address this issue.
Comments

Battle for Migrant Workers Warms Up

Jakarta Globe, January 30, 2009

Anita Rachman

Trouble is brewing in an area that is Indonesia's second biggest foreign exchange earner — migrant workers — as the government agency tasked with placing and protecting the migrants is complaining that a new ministerial decree will leave it virtually redundant and unable to protect millions of overseas workers.

Mohammad Jumhur Hidayat, head of the National Commission for the Placement and Protection of Indonesia Migrant Workers, or BNP2TKI, said the 2008 decree — issued by the Ministry of Manpower and Transmigration — violated existing legislation on the placement of migrant workers and would mean the commission would only be responsible for a tiny percentage of workers abroad.

"The decree stated that BNP2TKI could only manage placement in the G-to-G [government-to-government] countries, which only covers two countries and less than a mere 1 percent of total migrant workers," Jumhur said after a hearing with the House of Representatives' Commission IX, which oversees manpower and transmigration.

He said the G-to-G collaboration had only been established with the Korean and Japanese governments, which helps 30,000 migrant workers in Korea and just 208 in Japan. This was an insignificant number compared to the about 4.3 million Indonesian migrant workers, he said.

Subhan, the manpower ministry's spokesman, said that the agency might have misinterpreted the law. "It is clear that the [existing] law only said G-to-G placement," he said. "We have a certain directorate here that will handle migrant placement."

Manpower and Transmigration Minister Erman Soeparno, however, is on record as saying the agency is also responsible for government-to-business.

Asiah Salekan, Commission IX vice chairman, said that the House was trying to find a solution for both sides. She said that whether the decree had to be annulled or revised, or the law had to be amended, action needed to be taken soon.

28 Januari 2009

60 Persen Berita Indonesia di Malaysia Negatif

Kompas.com, Selasa, 27 Januari 2009

KUALA LUMPUR,SELASA-Sebanyak 60 persen dari 1.499 berita Indonesia di enam surat kabar Malaysia, empat bahasa Melayu dan dua bahasa Inggris, merupakan berita negatif yang bisa mencemarkan citra Indonesia.

"Berdasarkan kliping koran selama 12 bulan atau sepanjang 2008, ada 1.499 berita. Sebanyak 60 persen merupakan berita negatif dan 40 persen merupakan berita positif," kata juru bicara KBRI Kuala Lumpur, Eka A Suripto, Selasa (27/1).

Peta dan analisis berita itu dilakukan dari enam koran yakni New Straits Times (Inggris), Harian Metro (Melayu), Utusan Melayu (Melayu), Berita Harian (Melayu), The Star (Inggris), dan Kosmo (Melayu).

Pengertian positif itu, lanjut Eka, ialah berita yang bersifat promosi, misalkan kerjasama kedua negara, seminar, promosi wisata, perundingan antarpemerintah, konser musik Indonesia, pemutaran film Indonesia, pertandingan olahraga dan lain sebagainya.

Sementara pengertian negatif ialah penangkapan PATI (pekerja tanpa izin), TKI yang dituduh melarikan gadis Malaysia, kejahatan yang dilakukan atau diduga dilakukan oleh WNI atau TKI, berita korupsi di dalam negeri yang dimuat di koran-koran Malaysia.

"Kami hanya melakukan kliping dan analisis media massa cetak berbahasa Melayu dan Inggris. Kami tidak melakukan kliping dan analisis berita di media massa berbahasa China dan Tamil," katanya.

ONO
Sumber : Ant

Umi Saodah Dievakuasi dari Gaza

Jum'at, 23 Januari 2009 | 16:13 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Tenaga kerja wanita Indonesia Umi Saodah yang terjebak di Jalur Gaza Palestina akhirnya bisa dikeluarkan. Juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa Umi telah keluar dari Jalur Gaza Palestina pada pukul 02.00 dini hari ini waktu Jakarta.

"Umi telah keluar dari Gaza pada pukul 02.00 dini hari ini waktu Jakarta dengan bantuan Palang Merah Palestina," kata Faiza saat konferensi pers di ruang Sunda Kelapa Departemen Luar Negeri Jakarta, Jumat (23/01).

Saat ini, tambah dia, Umi sudah berada di Kairo, Mesi,r dengan kondisi aman. "Dalam pembicaran telepon dini hari tadi disampaikan bahwa kondisi Umi baik dan aman".

Menurut Faiza proses evakuasi terhadap TKW asal Semarang ini berjalan cukup lama. "Sejak pukul 23.00 waktu Jakarta proses negosiasi untuk evakuasi telah berlangsung dan baru barakhir pada pukul 02.00 dini hari," ujarnya. Lamanya proses negosiasi ini disebabkan oleh kondisi lapangan dan kesiapan pribadi dari Umi sendiri.

Selama agresi militer Israel berlangsung di Gaza, Umi diamankan oleh pihak berwajib Palestina. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Deplu Teguh Wardoyo, Umi sempat diamankan oleh sipir penjara Saraya, Palestina. "Umi tinggal bersama keluarga sipir ini agar keselamatan dia terjaga, sebab kondisi di sana kan sama sekali tak bisa diprediksi," ujar Teguh kemarin malam.

Sebelumnya Umi sempat ditahan di Penjara Saraya sebab sang majikan Dr Suhaib Kamal menuduhnya telah mencuri. Namun sebelum kasus itu diproses hukum, Israel meluncurkan agresinya ke Gaza, sehingga proses hukum terhadap Umi terkatung-katung. Status hukum Umi yang tidak jelas ini, kata Teguh, telah diselesaikan. Segala tuduhan terhadap Umi telah dicabut dan dia dinyatakan tak lagi memiliki perkara hukum. "Umi sudah terbebas dari tuduhan apapun," ujarnya.

Mengenai kapan Umi akan pulang ke Indonesia, Deplu belum bisa memastikan. "Tapi dengan perkembangan ini kami harap Umi bisa dipulangkan segera," ujar Faiza. Kendala kepulangan, secara umum, menurut Faiza, tidak ada, namun ada masalah administrasi dan beberapa urusan dengan majikan yang harus diselesaikan. Kondisi terakhir ini juga telah diketahui oleh keluarga.

TITIS SETIANINGTYAS


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/23/brk,20090123-156635,id.html


Penyalur Tenaga Kerja di Bawah Umur Masih Bebas

Jum'at, 23 Januari 2009 | 23:39 WIB

TEMPO Interaktif, Bekasi:Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi belum akan menahan penyalur tenaga kerja wanita di bawah umur. Meski telah terbukti melanggar, polisi beralasan masih perlu menyelidiki dokumen asli setiap calon tenaga kerja yang ingin diselundupkan ke luar negeri.

Komisaris Budi Sartono, Kepala Satuan Reserse Kriminal mengatakan Direktur PT Assami Amanda Mandiri, Saleh Alatas, hanya diperiksa sebagai saksi. "Belum bisa kami tahan," kata Budi, kepada Tempo, Jumat (23/1/2009).

Ahad lalu, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) merazia PT Assami. Dari lokasi penampungan di Jalan Raya Hankam, Nomor 7 Kelurahan Jatirangon, Kecamatan Pondok Gede, itu ditemukan 33 perempuan usia di bawah 17 tahun hendak diselundupkan ke Arab Saudi dan Kuwait.

Menurut Budi, pengelolah PT Assami tidak tahu menahu status perempuan di bawah umur tersebut. Mereka datang ke Bekasi di bawah sponsor, mereka telah dilengkapi dokumen calon tenaga kerja, seperti surat izin orang tua, dan pengantar dari daerah masing-masing.
Pihak yang harus diperiksa, kata Budi, sponsor calon tenaga kerja dari masing-masing daerah asal pengiriman. 

"Sudah kami kirimi surat, minggu depan semua sponsor hadiri pemeriksaan tim penyidik," janji Budi.

HAMLUDDIN

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2009/01/23/brk,20090123-156718,id.html

Diduga karena Petasan, 200 Rumah di Pasar Baru Terbakar

Senin, 26 Januari 2009 | 12:42 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Sekitar 200 rumah di wilayah RW 04 Kelurahan Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, terbakar Minggu (25/1) malam kemarin. Diduga kuat api berasal dari petasan yang dibakar warga.

Informasi dari Suku Dinas Kebakaran Jakarta Pusat menyebut, api muncul pertama kali sekitar pukul 21.25 WIB, di wilayah Pasar Baru Timur Dalam RW 04. Menurut Kepala Suku Dinas Kebakaran Jakarta Pusat, Susilo Budi, sumber api ditengarai berasal dari sebuah rumah di wilayah RT 09.

"Api menyambar bangunan lain begitu cepat karena pemukiman padat dan banyak bangunan semi permanen," kata Budi kepada TEMPO, Senin (26/01). Saking cepatnya, rambatan api menurut Budi sampai menghanguskan 150 rumah dalam waktu 1 jam. Sebanyak 26 mobil unit pemadam kebakaran pun dikerahkan untuk menjinakkan api. 

Budi menambahkan api baru berhasil dijinakkan sekitar pukul 00.15 WIB. Setelah dihitung, total 200 rumah yang dihuni lebih dari 500 warga hangus terbakar. "Kerugiannya ditaksir mencapai Rp 2 miliar, berupa harta benda dan bangunan," ujar Budi.

Setelah diteliti, petugas pemadam kebakaran dan tim identifikasi polisi menemukan ceceran petasan di sekitar lokasi. Budi menduga api muncul akibat petasan yang dimainkan warga saat perayaan tahun baru Imlek.

"Saking banyaknya warga yang main petasan, kami agak kesulitan menemukan rumah yang menjadi sumber munculnya api." keluh Budi. 

FERY FIRMANSYAH


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/01/26/brk,20090126-156925,id.html


Umi Saadah Akhirnya Pulang ke Indonesia

Senin, 26 Januari 2009 | 13:10 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Umi Saadah, tenaga kerja wanita Indonesia yang terjebak di Gaza, Palestina, akhirnya bisa pulang ke Indonesia. Selasa (27/01) sekitar pukul 13.30 WIB Umi akan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten.

"Memang benar besok Umi Saadah akan pulang ke Indonesia," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Departemen Luar Negeri, Teguh Wardoyo kepada Tempo, di Jakarta, Senin (26/01).

Umi akan tiba di Terminal Dua Bandara Soekarno-Hatta dengan pesawat Etihad Airways, maskapai milik Uni Emirat Arab, bernomor penerbangan EY 472. "Kami juga telah menghubungi keluarga untuk menyampaikan hal ini," ucap Teguh.

Seperti diberitakan sebelumnya, Umi adalah TKW asal Indonesia yang bekerja pada seorang majikan berkewarganegaraan Palestina. Umi telah berada di sana kurang lebih delapan tahun. Sebelum agresi militer Israel, Umi sempat mendekam di Penjara Saraya, Kota Gaza, karena dituduh mencuri oleh majikannya.

Namun seiring lumpuhnya Gaza, Umi dikeluarkan dari penjara. Beberapa saat ketika agresi berlangsung Umi diamankan di rumah salah satu sipir penjara. Jumat dini hari waktu Indonesia Umi berhasil dievakuasi keluar dari Gaza.

Umi kemudian diamankan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kairo, Mesir. Segala tuduhan dan kasus hukum yang menimpa Umi telah dicabut. "Umi telah bebas dari segala masalah hukum," kata Teguh sebelumnya pada Kamis malam kemarin.

Mengenai dokumen perjalanan dan gaji Umi, Teguh menyatakan belum bisa memberikan keterangan. "Kalau paspor sudah dibuatkan lagi di Mesir, namun gaji belum tahu," ujarnya. Teguh menegaskan, saat ini yang paling penting adalah membawa Umi pulang dengan selamat.

TITIS SETIANINGTYAS


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/26/brk,20090126-156927,id.html


TKI di Gaza Pulang Hari Ini

Selasa, 27 Januari 2009 | 06:49 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Umi Saodah, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang terjebak di Gaza, Palestina, hari ini pulang ke Indonesia. Ia rencananya tiba pukul 13.30 WIB tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, Selasa (27/1).

"Umi akan tiba di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta dengan pesawat bernomor penerbangan EY-472," Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Departemen Luar Negeri Teguh Wardoyo kepada Tempo kemarin.

Umi adalah tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja pada seorang majikan Palestina selama delapan tahun. Sebelum agresi militer Israel ke Gaza, Umi sempat mendekam di Penjara Saraya, Kota Gaza, karena dituduh mencuri oleh majikannya.

Namun, seiring dengan lumpuhnya Gaza, Umi dikeluarkan dari penjara. Ketika perang berlangsung, ia diamankan di rumah salah satu sipir penjara. Jumat dinihari lalu waktu Indonesia, Umi dapat dievakuasi keluar dari Gaza dan dibawa ke Kedutaan Besar RI di Kairo, Mesir.

Segala tuduhan dan kasus hukum yang menimpa Umi, kata Teguh, telah dicabut. "Umi telah bebas dari segala masalah hukum," kata dia. Paspor untuk pulang sudah dibuatkan. "Namun, gaji belum tahu," ujarnya.

ABDUL MANAN / TITIS / DIANINGSARI


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/27/brk,20090127-157005,id.html


Badan Perlindungan TKI Kesulitan Usahakan Gaji Umi Saodah

Selasa, 27 Januari 2009 | 09:48 WIB

TEMPO Interaktif, Semarang:Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2TKI) Jawa Tengah menyatakan kesulitan untuk mengusahakan gaji yang belum terima Umi Saodah, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang sebelumnya terjebak di Gaza, Palestina. "Kami tidak yakin bisa mengusahakan gaji maupun asuransi Umi, seperti yang diminta keluarganya," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2TKI) Jawa Tengah Rachman kepada Tempo, Selasa (27/1). 

Kesulitan itu karena Palestina sedang dalam situasi darurat perang. Situasi ini sangatlah menyulitkan BNP2TKI untuk mengurus gaji kepada majikannya Umi di negara tersebut. 

Sebelumnya, keluarga Umi Saodah berharap pemerintah bisa memberikan hak-hak Umi, yakni sisa gaji Umi yang belum dibayar dan uang asuransi. Selasa siang ini, warga RT 6 RW 5 Dusun Tlawongan, Desa Karang Tengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, direncanakan tiba di Indonesia, setelah sebelumnya terjebak di wilayah perang di jalur Gaza Palestina.  

Sedangkan terkait dengan asuransi, Rachman menyatakan bahwa pembayarannya tergantung dengan perusahaan yang memberangkatkan Umi. Hingga kini status keberangkatan Umi Saodah di Palestina memang juga belum jelas. 

Menurut data yang dimiliki BN2TKI Jawa Tengah, awalnya Umi Saodah berangkat ke Yordania melalui jalur legal, yakni melalui PT Andro Meda Jakarta. Ia menjadi tenaga kerja wanita di sektor non formal berupa pembantu rumah tangga pada tahun 2000. Pemberangkatan ini melalui jalur resmi dan dilengkapi dengan dokumen yang jelas. Namun, setelah dua tahun kontraknya habis dia tidak kembali ke Indonesia untuk memperpanjang kontraknya. Setelah selesai di Yordania, Umi justru malah pergi ke Palestina tanpa ada kejelasan status. Otomatis, mulai saat itu Umi Saodah sudah tidak ikut asuransi. . 

Rachman menyatakan, meski kelihatannya sulit tapi pihaknya akan tetap mengusahakannya. "Kita coba dulu," katanya. Jika tidak bisa maka BNP2TKI akan memberikan santunan kepada anak pasangan Moh Yasmin (58 tahun) dan Katinem (55 tahun) tersebut. "Ini hanya untuk pelipur lara, kasihan keluarganya," kata Rachman yang belum bisa menyebut berapa nilai santunan yang akan diberikan kepada Umi Saodah.

ROFIUDDIN


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/27/brk,20090127-157031,id.html


Badan Perlindungan TKI Kesulitan Usahakan Gaji Umi Saodah

Selasa, 27 Januari 2009 | 09:48 WIB

TEMPO Interaktif, Semarang:Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2TKI) Jawa Tengah menyatakan kesulitan untuk mengusahakan gaji yang belum terima Umi Saodah, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang sebelumnya terjebak di Gaza, Palestina. "Kami tidak yakin bisa mengusahakan gaji maupun asuransi Umi, seperti yang diminta keluarganya," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2TKI) Jawa Tengah Rachman kepada Tempo, Selasa (27/1). 

Kesulitan itu karena Palestina sedang dalam situasi darurat perang. Situasi ini sangatlah menyulitkan BNP2TKI untuk mengurus gaji kepada majikannya Umi di negara tersebut. 

Sebelumnya, keluarga Umi Saodah berharap pemerintah bisa memberikan hak-hak Umi, yakni sisa gaji Umi yang belum dibayar dan uang asuransi. Selasa siang ini, warga RT 6 RW 5 Dusun Tlawongan, Desa Karang Tengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, direncanakan tiba di Indonesia, setelah sebelumnya terjebak di wilayah perang di jalur Gaza Palestina.  

Sedangkan terkait dengan asuransi, Rachman menyatakan bahwa pembayarannya tergantung dengan perusahaan yang memberangkatkan Umi. Hingga kini status keberangkatan Umi Saodah di Palestina memang juga belum jelas. 

Menurut data yang dimiliki BN2TKI Jawa Tengah, awalnya Umi Saodah berangkat ke Yordania melalui jalur legal, yakni melalui PT Andro Meda Jakarta. Ia menjadi tenaga kerja wanita di sektor non formal berupa pembantu rumah tangga pada tahun 2000. Pemberangkatan ini melalui jalur resmi dan dilengkapi dengan dokumen yang jelas. Namun, setelah dua tahun kontraknya habis dia tidak kembali ke Indonesia untuk memperpanjang kontraknya. Setelah selesai di Yordania, Umi justru malah pergi ke Palestina tanpa ada kejelasan status. Otomatis, mulai saat itu Umi Saodah sudah tidak ikut asuransi. . 

Rachman menyatakan, meski kelihatannya sulit tapi pihaknya akan tetap mengusahakannya. "Kita coba dulu," katanya. Jika tidak bisa maka BNP2TKI akan memberikan santunan kepada anak pasangan Moh Yasmin (58 tahun) dan Katinem (55 tahun) tersebut. "Ini hanya untuk pelipur lara, kasihan keluarganya," kata Rachman yang belum bisa menyebut berapa nilai santunan yang akan diberikan kepada Umi Saodah.

ROFIUDDIN


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/27/brk,20090127-157031,id.html


Jawa Tengah Siapkan Antisipasi Gelombang Kepulangan TKI

Selasa, 27 Januari 2009 | 11:26 WIB

TEMPO Interaktif, Semarang:Jawa Tengah akan menyiapkan langkah guna mengantisipasi banyaknya tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang diberhentikan akibat terjadinya krisis global. "Kalau berhenti kerja maka mereka pasti pulang ke Jawa tengah," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2TKI) Jawa Tengah Rachman kepada Tempo, Selasa (27/1). Rachman khawatir jika gelombang kepulangan TKI ke tanah air tidak diantisipasi dengan baik maka akan menambah angka pengangguran di Jawa Tengah. 

Salah satu langkah tersebut adalah dengan meluncurkan program "Bantu TKI Purna". Caranya, BNP2TKI menjadi fasilitator untuk memberi pelatihan dan pengarahan kepada para mantan TKI. BNP2TKI juga akan mempertemukan para mantan TKI dengan dinas koperasi dan dinas perdagangan di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah. 

Selama ini usaha yang dilakukan pelaku usaha di Jawa Tengah tidak terkoordinasi dengan baik. Untuk itu, Rachman akan melibatkan dinas koperasi dan dinas perdagangan untuk mengurusi pembukaan usaha untuk para mantan TKI. Usaha tersebut juga akan diikutkan ke forum-forum pameran maupun bursa. Mengenai sektor usaha di Jawa Tengah sebenarnya sangat banyak. "Tergantung kejelian kita" kata dia

Rachman memprediksi, beberapa bulan mendatang gelombang kepulangan TKI ke Jawa tengah akan terus terjadi. Rachman mencontohkan, dalam waktu dekat ini akan ada sekitar 500 pekerja Indonesia di Malaysia yang di PHK juga harus pulang ke Jawa Tengah. Selain itu, sektor elektronik di Korea juga dikabarkan akan memberhentikan para pekerjanya yang berasal dari Indonesia. Rachman menambahkan, para pemilik perusahaan di negara-negara lain juga sudah mengurangi jam kerja masuk bagi karyawan. Namun jika krisis global masih terus berlanjut maka akan dilakukan PHK. 

Rachman menyatakan, kepulangan TKI yang bekerja di sektor formal ini juga akan menyulitkan bagi perusahaan peneydia asuransi. "Banyak asuransi yang mengeluh," kata dia. Hal ini karena pada saat TKI tersebut pulang maka perusahaan asuransi harus memberikan uang kepada para TKI. Rata-rata, asuransi harus memberikan uang sebesar Rp 10 juta per TKI. "Hitung saja, kalau ada 200 TKI maka sudah Rp 2 miliar," kata dia. 

ROFIUDDIN

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/27/brk,20090127-157047,id.html

Umi Saodah Tiba di Bandara Soekano-Hatta

Selasa, 27 Januari 2009 | 17:14 WIB

TEMPO Interaktif, Tangerang: Umi Saodah, tenaga kerja Indonesia yang terjebak di Jalur Gaza, Palestina, selama 22 hari, akhirnya pulang ke tanah air. Umi tiba di Bandara Soekarno-Hatta dengan penerbangan Etihad Airways EY-472 pada Selasa (27/1) pukul 13.30.

Umi tidak lama berada di bandara. Setelah turun dari pesawat, menurut petugas Imigrasi Joko, Umi melaporkan kedatangannya ke counter Imigrasi di Terminal 2 F dan bersama rombongan dari Deplu dan ibunya, Katinem, menuju kantor Departemen Luar Negeri di Jakarta.

Umi keluar tidak melalui pintu keluar semestinya di terminal kedatangan, namun ia keluar dari lobi dalam dan menuju lantai dua di terminal keberangkatan.

Tak ada keterangan apa pun dari mulut Umi. Warga Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu hanya mengatakan dalam kondisi baik dengan suara bergetar ketika wartawan bertanya. Tampak sesekali ia mengusap hidungnya dengan telapak tangan.

Umi langsung masuk mobil Innova warna hitam dan meluncur ke Jakarta. Ia tiba dengan pakaian jas hitam dan kerudung warna ungu polos.

AYU CIPTA

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/01/27/brk,20090127-157113,id.html

Ogah Digusur, Pedagang Koja Siap Melawan

Rabu, 28 Januari 2009 | 09:18 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Pedagang Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, siap melakukan perlawanan terhadap rencana penggusuran. "Kami stand by (siap sedia) dan tetap berdagang seperti biasa," kata Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Koja Baru, Lamhot Siboro, melalui sambungan telepon di Jakarta, Rabu (28/1).

Menurut Lamhhot, surat peringatan terakhir yang diterima para pedagang perihal rencana penggusuran tertanggal 19 Januari lalu. "Itu memang sudah peringatan ketiga," ucap dia. Pedagang, kata Lamhot, memilih tetap melawan karena menilai harga yang ditawarkan Perusahaan Daerah Pasar Jaya tidak terjangkau oleh pedagang.

Lantai atas bentuk los ditawarkan dengan harga berkisar Rp 13,7 juta sampai Rp 20 juta per meter. Sementara lantai bawah dalam bentuk kios harga yang ditawarkan Rp 25 juta sampai Rp 30 juta per meter. "Itu akan mematikan pedagang," tutur dia, mengimbuhkan.

Selain masalah harga, pihak pedagang juga menuntut adanya perundingan mengenai bentuk bangunan. Mereka khawatir bentuk bangunan yang baru tidak sesuai. "Pembeli jadi susah masuk (ke dalam pasar)," tutur dia, berkilah.

TITO SIANIPAR


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2009/01/28/brk,20090128-157181,id.html


Badan Perlindungan TKI Beri Santunan Rp 10 Juta kepada Umi Saodah

Rabu, 28 Januari 2009 | 11:35 WIB

TEMPO Interaktif, Semarang:Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BN2TKI) dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah memberikan santuan dana Rp 10 juta kepada Umi Saodah, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang sempat terjebak di Gaza, Palestina sewaktu 22 hari agresi militer Israel.

"Ini sebagai pelipur lara karena selama bekerja dia tidak dapat gaji dari majikannya," kata Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah Rachman kepada Tempo, Rabu (28/1). 

Dana itu akan diserahkan kepada Umi Saodah pada Jum'at mendatang di rumahnya di Dusun Tlawongan, Desa Karang Tengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. 

Selain itu, saat ini Rachman juga sedang mengumpulkan dana sumbangan dari para perusahaan asuransi. "Ini masih dihimpun, belum jelas berapa dana yang terkumpul," katanya. Rachman juga sudah meminta dinas tenaga kerja dan transmigrasi Provinsi Jawa Tengah untuk memberikan santuan kepada anak pasangan Moh Yasmin (58 tahun) dan Katinem (55 tahun) tersebut. 

Sebelumnya, keluarga Umi Saodah meminta agar pemerintah mengusahakan gaji dan asuransi yang belum diterima Umi Saodah. Namun, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah mengaku kesulitan untuk mengusahakan karena negara Palestina sedang dilanda perang. 

Selama bekerja Umi Saodah tidak pernah mendapatkan gaji dari pekerjaannya selama menjadi pembantu rumah tangga di Palestina. Malahan dia pernah di penjara karena dituduh mencuri di rumah majikannya.

Umi tiba di Bandara Soekarno-Hatta dengan penerbangan Etihad Airways EY-472 pada Selasa (27/1) pukul 13.30 WIB.

ROFIUDDIN

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/01/28/brk,20090128-157200,id.html

Ganti Rugi Bangunan Warga Plumpang Dibahas

Jum'at, 23 Januari 2009 | 18:11 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:PT Pertamina mengakui opsi ganti rugi bangunan masuk dalam pembahasan dengan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang rencana relokasi warga Plumpang yang menempati lahan tidur milik perseroan.

"Tapi belum ada keputusan soal itu," kata juru bicara PT Pertamina, Anang Rizkani Noor, ketika dihubungi Tempo, Jumat (23/1).

Namun, Anang mengatakan, belum ada keputusan soal hal itu. Dia enggan menjelaskan detil isi pembahasan bersama pemerintah daerah tersebut. Begitu juga soal opsi yang diajukan PT Pertamina untuk menyelesaikan masalah ini. "Nanti saja, keputusannya dibuat bersama pemerintah daerah," ujarnya.

Seperti diberitakan, kebakaran yang menimpa tangki penyimpanan premium milik PT Pertamina di Depot Plumpang, Minggu (18/1), menyisakan masalah bagi warga yang menempati lahan tidur milik perseroan. Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar warga di sekitar Depo Plumpang direlokasi.

Berdasarkan data dari Pemerintah Jakarta Utara, PT Pertamina memiliki lahan di Plumpang seluas 153 hektare. Lahan seluas 70 hektare sudah ditempati Depo Pertamina, sedangkan sisanya seluas 83 hektare menjadi lahan tidur dan kini ditempati 7422 kepala keluarga atau lebih dari 32 ribu jiwa. 

AGOENG WIJAYA

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/23/brk,20090123-156654,id.html

400 Ribu Buruh Migran Terancam Dirumahkan

Jum'at, 23 Januari 2009 | 19:25 WIB

TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur:Sekitar 400 ribu orang, atau 10 persen dari total buruh migran asal Indonesia yang bekerja di Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Timur Tengah terancam dipecat akibat krisis keuangan global yang menghantam banyak perusahaan di negara-negara tersebut. "Saat perusahaan memangkas jumlah pekerjanya, buruh asing akan jadi yang pertama dipecat," kata Direktur Eksekutif Malaysian Institute of Economic Research Mohamed Ariff, Jumat (23/1).

Sekitar 2 juta orang, atau seperlima pekerja legal di Malaysia, berasal dari negara asing seperti Indonesia, Myanmar, dan India. Sedangkan lebih dari 500 juta buruh asing ilegal diperkirakan juga mencari penghasilan di Malaysia. Mohamed meramalkan 40 ribu pekerjaan di Malaysia akan lenyap tahun ini. Salah satu perusahaan yang akan memecat banyak pekerja ialah produsen cip komputer Intel Corp., yang akan menutup dua pabriknya di Penang. Enam ribu buruhnya akan menjadi pengangguran.

Kabinet Malaysia kemarin (22/1) telah mengumumkan akan membekukan rekrutmen pekerja asing di industri jasa dan manufaktur. Menteri Sumber Daya Manusia S. Subramaniam mengatakan, pekerjaan akan lebih ditawarkan terlebih dahulu kepada warga negaranya sendiri.

Sementara itu, ekonom Credit Suisse Group Cem Karacadag dan Kun Lung Wu memperkirakan pada tahun ini hingga 2010, 300 ribu pekerjaan di Singapura akan lenyap. "Dua per tiganya, atau sekitar 200 ribu orang, ialah pekerja asing," ujar mereka.

Menurut analis Standard Chartered Fauzi Ichsan, eksodus buruh migran Indonesia tersebut akan memangkas kiriman devisa sebesar US$ 3 miliar tahun ini. 

BLOOMBERG | BUNGA MANGGIASIH


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/23/brk,20090123-156669,id.html


FAO: Krisis Pangan Global Masih Dapat Memburuk

Senin, 26 Januari 2009 | 20:27 WIB

TEMPO Interaktif, Madrid: Krisis pangan global yang mengancam menyalakan kerusuhan sosial dan mendorong jutaan warga menuju kemiskinan dapat memburuk terkait krisis kredit internasional dan harga pangan yang jatuh, kata Ketua Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Senin.

"Kontraksi harga untuk barang pertanian dan risiko ketidakpastian keuangan menyebabkan penurunan investasi oleh petani dan mengakibatkan penurunan yang signifikan produksi pangan pada 2009-2010," kata Jacques Diouf di awal konferensi di Madrid yang disponsori oleh FAO dan Spanyol.

Sementara produksi  padi-padian meningkat pada 2008, peningkatan itu terutama di negara maju dan krisis harga pangan telah menyebabkan 40 juta orang lainnya kelaparan, membawa jumlah orang secara global yang kekurangan makanan mendekati satu miliar, tambahnya.

Kombinasi berbagai faktor, termasuk panen yang buruk, perubahan pola makan di negara kekuatan baru seperti Cina dan India, dan meningkatnya permintaan tanaman pangan untuk produksi biofuel bertabrakan tahun-tahun ini yang memicu kenaikan harga bahan pokok pangan.

Namun, harga mulai menurun di paruh kedua 2008 karena panen yang lebih baik. Hal itu dapat menyebabkan investasi lebih rendah di sektor pertanian seiring kesulitan yang lebih besar dalam mengakses kredit terkait krisis keuangan global, Diouf memperingatkan.

Perwakilan dari 95 negara mengambil bagian dalam pertemuan dua hari itu, yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang disponsori PBB tahun lalu di Roma untuk menghadapi krisis pangan, yang telah menyebabkan gelombang protes di sekitar 30 negara.

AFP | ERWIN 


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/26/brk,20090126-156996,id.html


Krisis Hambat Pengentasan Pengangguran

Selasa, 27 Januari 2009 | 20:47 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta : Pemerintah mengingatkan pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan tahun ini akan terganjal krisis ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tingkat pengangguran yang ditargetkan sebesar 7,44 persen tak akan tercapai.

"Tingkat penganguran terbuka akan terkoreksi, sehingga pada akhir 2009 diperkirakan ada di kisaran 8,3-8,9 persen," kata Menteri Sri dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini.

Selain itu, ujar dia, angka kemiskinan yang ditargetkan ditekan sampai 11,5 persen juga sulit tercapai. "Akselerasi penurunan akan sedikit koreksi, sehingga pada awal 2010, angka kemiskinan masih 13,5 persen," katanya. Namun, ia memastikan dampak krisis keuangan kali ini tidak akan separah pada saat krisis moneter tahun 1997.

Menteri Sri menyebutkan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 pemerintah telah menyiapkan berbagai langkah untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Di antaranya melalui penurunan harga bahan bakar minyak yang diikuti penurunan harga komoditas dan inflasi.

Langkah lainnya adalah menaikkan gaji pegawai negeri sipil sebesar 15 persen, perluasan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, bantuan langsung tunai, serta peningkatan subsidi pertanian dan perumahan.

Akan halnya anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dradjad H. Wibowo meragukan angka kemiskinan dan penganguran yang diklaim akan dicapai pemerintah. Menurutnya, meski angka pengangguran turun, sebagian besar tenaga kerja justru diserap sektor informal yang bukan diakibatkan oleh kebijakan pemerintah.

GUNANTO E S


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2009/01/27/brk,20090127-157150,id.html


Bupati Bogor: Tidak Ada Toleransi untuk Penataan Puncak

Jum'at, 23 Januari 2009 | 18:42 WIB

TEMPO Interaktif, Bogor:Bupati Kabupaten Bogor, Rahmat Yasin menyatakan tidak akan mentoleransi persoalan pelanggaran bangunan di kawasan puncak terutama menyangkut pelanggaran-pelanggaran perizinan.
 
"Menteri lingkungan hidup saja sudah berani pasang badan untuk penanganan kawasan puncak, masa kita tidak melakukan langkah penanganan," ujar Yasin saat ditemui di Pendopo Cibinong Kabupaten. Bogor, Jum'at (23/1).
 
Yasin menjelaskan, Jakarta bukan hanya milik warga Jakarta saja. Salah satu kontribusi Kab. Bogor adalah mengamankan Ibu Kota Negara dari ancaman banjir dengan cara memelihara dan mengembalikan debit air yang masuk ke DKI dengan menjaga kantung-kantung yang dominannya berada di kawasan puncak.
 
"Salah satu kebijakan untuk penataan kawasan puncak, saya harus membuat zero toleran terutama pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan kaidah peraturan daerah, di antaranya tidak boleh membangun di kawasan konservasi IMB," tegas Yasin.
 
Untuk menjaga kantung-kantung air di kawasan puncak, pemkab Bogor dalam kurun waktu enam bulan ke depan ini pihaknya akan melakukan penertiban berupa pembongkaran villa, terutama villa yang berada di kawasan lindung dan tidak memiliki IMB.
 
DIKI SUDRAJAT

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/01/23/brk,20090123-156659,id.html

Opsi Rumah Susun Disiapkan bagi Warga Tanah Merah

Jum'at, 23 Januari 2009 | 21:36 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pembangunan buffer zone atau zona pengaman Depo Pertamina Plumpang harus memindahkan warga sekitarnya, yang mencakup Tanah Merah dan Rawa Sengon. Pemerintah menyiapkan opsi rumah susun bagi warga.

"Pemerintah akan memfasilitasi untuk mendapatkan rumah susun bagi warga yang direlokasi," kata Kepala Bagian Administrasi Perkotaan, Heru Budi Hartono kepada Tempo di ruang kerjanya, Jakarta, Jumat(23/1). "Yang jadi prioritas yang memiliki KTP Jakarta."

Menurut Heru, proses pembahasan pembangunan buffer zone sudah menjadi pembahasan tingkat nasional, termasuk dengan pemerintah propinsi. "Pembahasannya masih berlangsung. Belum final," ujarnya.

Ia memastikan proses relokasi dan pembangunan buffer akan dilakukan dalam tahun ini. "Pokoknya secepatnya," kata Heru. Ia mengatakan proses relokasi atau penggusuran membutuhkan dukungan pemerintah pusat. "Karena dampak sosialnya yang besar," imbuhnya.

TITO SIANIPAR

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/01/23/brk,20090123-156689,id.html

Diduga karena Petasan, 200 Rumah di Pasar Baru Terbakar

Senin, 26 Januari 2009 | 12:42 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Sekitar 200 rumah di wilayah RW 04 Kelurahan Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, terbakar Minggu (25/1) malam kemarin. Diduga kuat api berasal dari petasan yang dibakar warga.

Informasi dari Suku Dinas Kebakaran Jakarta Pusat menyebut, api muncul pertama kali sekitar pukul 21.25 WIB, di wilayah Pasar Baru Timur Dalam RW 04. Menurut Kepala Suku Dinas Kebakaran Jakarta Pusat, Susilo Budi, sumber api ditengarai berasal dari sebuah rumah di wilayah RT 09.

"Api menyambar bangunan lain begitu cepat karena pemukiman padat dan banyak bangunan semi permanen," kata Budi kepada TEMPO, Senin (26/01). Saking cepatnya, rambatan api menurut Budi sampai menghanguskan 150 rumah dalam waktu 1 jam. Sebanyak 26 mobil unit pemadam kebakaran pun dikerahkan untuk menjinakkan api. 

Budi menambahkan api baru berhasil dijinakkan sekitar pukul 00.15 WIB. Setelah dihitung, total 200 rumah yang dihuni lebih dari 500 warga hangus terbakar. "Kerugiannya ditaksir mencapai Rp 2 miliar, berupa harta benda dan bangunan," ujar Budi.

Setelah diteliti, petugas pemadam kebakaran dan tim identifikasi polisi menemukan ceceran petasan di sekitar lokasi. Budi menduga api muncul akibat petasan yang dimainkan warga saat perayaan tahun baru Imlek.

"Saking banyaknya warga yang main petasan, kami agak kesulitan menemukan rumah yang menjadi sumber munculnya api." keluh Budi. 

FERY FIRMANSYAH


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/01/26/brk,20090126-156925,id.html


Bogor Tambah Anggaran Penertiban Vila di Puncak

Senin, 26 Januari 2009 | 14:15 WIB

TEMPO Interaktif, Bogor: Pemerintah Kabupaten Bogor menambah anggaran senilai Rp 183 juta untuk penertiban vila di kawasan Puncak, Jawa Barat. Total anggaran penertiban kawasan puncak tahun ini mencapai Rp 300 juta. Hal tersebut di sampaikan Kepala Dinas Tata Bangunan dan Perumahan Kabupaten Bogor, Mas'an Djajuli, Senin (26/1).

Mas'an yang menghubungi melalui telepon selulernya menyatakan awalnya anggaran pernertiban kawasan Puncak senilai Rp 116.920.000. Jumlah tersebut dianggap terlalu kecil. 

"Sudah dari dulu saya sampaikan bahwa anggaran untuk penertiban terlalu kecil, bahkan saya hampir tidak percaya ketika mengetahui nilai anggaran penertiban di puncak hanya Rp116 juta," kata Mas'an. Namun, Mas'an tidak mengungkapkan berapa besar anggaran ideal untuk penertiban villa di kawasan Puncak.

Sementara itu, Komandan Satuan Polisi Pamong Praja Herry Herawan ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa anggaran untuk penertiban kawasan puncak pada 2009 sebesar Rp 116 juta. Padahal untuk setiap kali penertiban saja, kata Herry, mereka membutuhkan dana Rp 50 juta.

"Selama setahun kemarin, kita melakukan 2 kali penertiban. Setiap penertiban sedikitnya membutuhkan dana Rp 50 juta," kata Herry.

Pada saat melakukan penertiban, kata Herry, melibatkan kurang lebih 200 personel dari instansi terkait, serta menggunakan sejumlah alat berat seperti ekskapator dan buldoser. "Terlalu kecil anggaran yang disiapkan untuk penertiban kawasan puncak, kata Herry. 

DIKI SUDRAJAT

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/01/26/brk,20090126-156935,id.html

Umi Saodah Tiba di Bandara Soekano-Hatta

Selasa, 27 Januari 2009 | 17:14 WIB

TEMPO Interaktif, Tangerang: Umi Saodah, tenaga kerja Indonesia yang terjebak di Jalur Gaza, Palestina, selama 22 hari, akhirnya pulang ke tanah air. Umi tiba di Bandara Soekarno-Hatta dengan penerbangan Etihad Airways EY-472 pada Selasa (27/1) pukul 13.30.

Umi tidak lama berada di bandara. Setelah turun dari pesawat, menurut petugas Imigrasi Joko, Umi melaporkan kedatangannya ke counter Imigrasi di Terminal 2 F dan bersama rombongan dari Deplu dan ibunya, Katinem, menuju kantor Departemen Luar Negeri di Jakarta.

Umi keluar tidak melalui pintu keluar semestinya di terminal kedatangan, namun ia keluar dari lobi dalam dan menuju lantai dua di terminal keberangkatan.

Tak ada keterangan apa pun dari mulut Umi. Warga Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu hanya mengatakan dalam kondisi baik dengan suara bergetar ketika wartawan bertanya. Tampak sesekali ia mengusap hidungnya dengan telapak tangan.

Umi langsung masuk mobil Innova warna hitam dan meluncur ke Jakarta. Ia tiba dengan pakaian jas hitam dan kerudung warna ungu polos.

AYU CIPTA

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/01/27/brk,20090127-157113,id.html

Umi Saodah Tiba di Bandara Soekano-Hatta

Selasa, 27 Januari 2009 | 17:14 WIB

TEMPO Interaktif, Tangerang: Umi Saodah, tenaga kerja Indonesia yang terjebak di Jalur Gaza, Palestina, selama 22 hari, akhirnya pulang ke tanah air. Umi tiba di Bandara Soekarno-Hatta dengan penerbangan Etihad Airways EY-472 pada Selasa (27/1) pukul 13.30.

Umi tidak lama berada di bandara. Setelah turun dari pesawat, menurut petugas Imigrasi Joko, Umi melaporkan kedatangannya ke counter Imigrasi di Terminal 2 F dan bersama rombongan dari Deplu dan ibunya, Katinem, menuju kantor Departemen Luar Negeri di Jakarta.

Umi keluar tidak melalui pintu keluar semestinya di terminal kedatangan, namun ia keluar dari lobi dalam dan menuju lantai dua di terminal keberangkatan.

Tak ada keterangan apa pun dari mulut Umi. Warga Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu hanya mengatakan dalam kondisi baik dengan suara bergetar ketika wartawan bertanya. Tampak sesekali ia mengusap hidungnya dengan telapak tangan.

Umi langsung masuk mobil Innova warna hitam dan meluncur ke Jakarta. Ia tiba dengan pakaian jas hitam dan kerudung warna ungu polos.

AYU CIPTA

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/01/27/brk,20090127-157113,id.html

Pedagang Koja Tolak Pembongkaran

Rabu, 28 Januari 2009 | 13:21 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Para pedagang Pasar Koja Baru, Jakarta Utara mengecam aksi pembongkaran paksa oleh aparat gabungan yang dikoordinir PD Pasar Jaya. Mereka mengklaim belum ada kesepakatan harga kios baru yang kelak akan dibangun.

"Belum ada titik temu sampai sekarang," kata Bernard, salah seorang pedagang dengan suara setengah teriak, di Pasa Koja Baru, Jakarta, Rabu (28/1). "Ini gak ada SK Gubernur. Ini namanya pembongkaran paksa," imbuh pria bertubuh gemuk itu.

Menurut Bernard, harga kios baru yang ditawarkan PD Pasar Jaya adalah Rp 30 juta per meter persegi. Harga itu dinilai terlalu mahal dan para pedagang tidak mampu membayarnya. "Kami mintanya Rp 10 juta," kata dia.

Keberatan warga itu dibantah oleh Humas PD Pasar Jaya, Nur Havidz. Menurut dia, pembongkaran ini sudah sesuai prosedur. Pemberitahuan ketiga yang memberi waktu 1 X 24 jam sudah dilayangkan pada 19 Januari lalu. "Ini bagian dari rencana peremajaan Pasar Koja. Seharusnya dari awal Desember sudah dilakukan," kata Havidz.

Havidz mengklaim, sekitar 93 persen dari total 800 pedagang sudah menyetujui pemindahan dan menandatangani perjanjian. "Yang bertahan cuma 50 pedagang," ujarnya. 

Ia membantah pernyataan soal mahalnya harga kios baru. Menurut Havidz, kios baru ditawarkan seharga Rp 12,5 juta hingga Rp 22 juta per meter persegi. "Pedagang hanya perlu membayar uang muka 20 persen. Sisanya bisa dicicil," imbuhnya.

Aksi pembongkaran yang dimulai pukul 09.00 WIB sempat mendapat perlawanan dari pedagang. Tapi karena kalah jumlah dan kekuatan, perlawanan pedagang berhasil dipatahkan. Beberapa pedagang mengalami luka ringan akibat aksi saling pukul dengan aparat satuan polisi pamong praja.

TITO SIANIPAR

Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2009/01/28/brk,20090128-157224,id.html

Ogah Digusur, Pedagang Koja Siap Melawan

Rabu, 28 Januari 2009 | 09:18 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Pedagang Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, siap melakukan perlawanan terhadap rencana penggusuran. "Kami stand by (siap sedia) dan tetap berdagang seperti biasa," kata Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Koja Baru, Lamhot Siboro, melalui sambungan telepon di Jakarta, Rabu (28/1).

Menurut Lamhhot, surat peringatan terakhir yang diterima para pedagang perihal rencana penggusuran tertanggal 19 Januari lalu. "Itu memang sudah peringatan ketiga," ucap dia. Pedagang, kata Lamhot, memilih tetap melawan karena menilai harga yang ditawarkan Perusahaan Daerah Pasar Jaya tidak terjangkau oleh pedagang.

Lantai atas bentuk los ditawarkan dengan harga berkisar Rp 13,7 juta sampai Rp 20 juta per meter. Sementara lantai bawah dalam bentuk kios harga yang ditawarkan Rp 25 juta sampai Rp 30 juta per meter. "Itu akan mematikan pedagang," tutur dia, mengimbuhkan.

Selain masalah harga, pihak pedagang juga menuntut adanya perundingan mengenai bentuk bangunan. Mereka khawatir bentuk bangunan yang baru tidak sesuai. "Pembeli jadi susah masuk (ke dalam pasar)," tutur dia, berkilah.

TITO SIANIPAR


Link: http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2009/01/28/brk,20090128-157181,id.html


Satu Pengemis Setor Rp350 Ribu

 
Jum'at, 23 Januari 2009 , 08:19:00

PONTIANAK – Sindikat pengemis yang dipasok dari luar Kalimantan terbongkar. Salah satu rumah di Jalan Hijas blok A digrebek Satuan Reskrim Poltabes Pontianak, Rabu (21/1) malam. Sebanyak 30 orang yang setiap harinya meminta-minta di sekitar Kota Pontianak berada di rumah tersebut. Tiga orang diantaranya pemilik rumah diboyong ke Poltabes. Setelah melakukan penyelidikan tentang adanya pengemis yang sengaja dipasok dari luar Kalimantan, polisi lantas melakukan penggerebekan di rumah no 80 RT 04 RW 06 Kelurahan Benua Melayu Darat. Hasilnya, sebanyak 30 pengemis berada di rumah tersebut. Sebagian besar dari mereka mengalami cacat fisik.

Polisi hanya membawa pemilik rumah Liham dan istrinya Masidah beserta Maski saudara sepupu Liham. Mereka diduga kuat sebagai pemasok 30 pengemis dari pulau jawa tersebut.  Kasat Reskrim Poltabes Pontianak AKP Sunario mengatakan, pihaknya melakukan penyelidikan dan penggerebekan berawal adanya laporan masyarakat. Dari pemeriksaan sementara 30 pengemis yang ada di rumah Liham sengaja didatangkan dari Jawa, sebagian besar berasal dari Pulau Madura. "Kita juga melihat aktivitas mereka yang meminta-minta. Setelah diselidiki, memang mereka terorganisir dan sengaja dipasok ke Pontianak," jelasnya.

Para pengemis ini, kata dia, dipungut setoran oleh pemasok. Setiap bulannya mereka dibebankan membayar Rp50 ribu kepada pemilik rumah. Sedangkan, setiap harinya masing-masing menyetor uang sebesar Rp 10 ribu. Sehingga tiap bulan pengemis menyetor Rp350 ribu kepada penampung. "Pengemis ini juga harus menyetor hasil meminta-minta kepada pemasok," ucap Sunario yang juga mantan Kasat Restik Poltabes Pontianak ini.  Kasat melanjutkan, untuk sementara hanya tiga orang yang diduga kuat sebagai pemasok pengemis ditahan. Tidak menutup kemungkinan akan ada lagi tersangka lain sesuai hasil pemeriksaan. Bagi pengemis yang cacat fisik, ungkapnya, akan dikoordinasikan kepada Dinas Sosial. "Apakah dibina atau dipulangkan ke kampung halamannya. Kita akan koordinasikan kepada instansi terkait," paparnya.

Ketua RT setempat Samsoni mengutarakan, dirinya tidak tahu ada warganya yang memasok pengemis. Menurut pendataan, di rumah Liham hanya ada enam orang, termasuk mertuanya. Liham tinggal di rumah tersebut, lanjutnya, sudah dua tahun. Pekerjaan Liham diketahui Samsoni sebagai tukang ojek. Sementara istrinya Masidah sehari-harinya bekerja sebagai tukang masak. "Mengenai puluhan pengemis di rumah itu saya tidak tahu. Data saya juga sama dengan kelurahan," katanya.  Maski saudara sepupu Liham, mengungkapkan, dirinya baru sebulan di Pontianak dari Madura. Datang ke Pontianak ia memang bekerja sebagai peminta-minta. Namun, katanya, tidak ada paksaan dari Liham agar dirinya melakukan hal demikian. "Saya tidak tahu dengan yang lain. Baru sebulan saya di Pontianak," ujarnya. (hen)

Link: http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=13490

Krisis Pangan Dunia Bayangi Ekspektasi Inflasi

Kamis, 25 September 2008 , 07:09:00

PONTIANAK – Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura, Anwar Azazi mengatakan krisis pangan dunia akan membayangi ekspektasi inflasi. Menurutnya, di Indonesia tingkat inflasi diperkirakan mencapai 11,5 persen (y-o-y). "Kondisi ini terjadi karena penurunan produksi pertanian di sebagian negara menimbulkan kekhawatiran baru mengenai tingkat inflasi global meningkat. Jika berlanjut, akan terjadi kontraksi ekonomi," katanya kemarin.

Azazi menyebutkan, dampak inflasi global yang berkepanjangan mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan di dunia ketiga seperti Indonesia. Dosen Magister Manajemen Untan ini mengungkapkan, Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Manila minggu lalu mengekspos penurunan produktivitas pertanian dan meningkatnya permintaan membuat persediaan bahan makanan dunia berada dalam persimpangan.


"Sekarang tingkat pertumbuhan panen padi tahunan turun menjadi kurang dari 1 persen beberapa tahun belakangan. Dibandingkan periode 1969-1990 mencapai angka 2,3 persen," ungkap Azazi.Lebih lanjut, ia mengatakan berdasarkan proyeksi penghasilan dan pertumbuhan populasi, produktivitas tahunan sebesar kira-kira 1,5 persen diperlukan setidaknya sampai tahun 2020. Menurutnya, peringatan IRRI dikuatkan laporan UN FAO (United Nations Food and Agricultural Organization). "Harga pangan dunia tinggi berdampak jumlah orang kelaparan dari 75 juta orang menjadi 925 juta jiwa. Nilai level kemiskinan telah didefenisikan kembali ADB, sebelumnya berada pada US$1/hari menjadi US$1,35/hari," paparnya.


Azazi menjelaskan bila angka kemiskinan diukur di Indonesia pendapatan per hari sebesar Rp5.000, saat ini penduduk miskin mencapai 37,2 juta jiwa. Uang yang diperoleh itu digunakan membeli pangan dan sandang. "Bila mengikuti defenisi ADB, jumlah orang miskin di Indonesia lebih banyak. Besarnya jumlah penduduk kurang mampu berimplikasi pertumbuhan ekonomi berjalan lamban," tuturnya. (riq)


Link: http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=6689


Jumlah TKI Bertambah, DPT Luar Negeri Malah Susut

Rabu, 28 Januari 2009 - 09:18 wib

Syukri Rahmatullah - Okezone
JAKARTA - Aneh tapi nyata. Begitulah gambaran data daftar pemilih tetap (DPT) untuk daerah pemilihan luar negeri. Jumlah TKI terus bertambah dalam lima tahun terakhir, namun hal ini tidak membuat DPT bertambah, sebaliknya malah berkurang.

Dalam Pemilu 2004, tercatat ada 1,9 juta TKI yang berhak memilih. Namun jumlah itu turun menjadi 1,4 juta pada Pemilu 2009.

"Ini tidak masuk akal karena jumlah TKI makin besar," ujar Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo kepada okezone di Jakarta, Rabu (28/1/2009).

Dia mencontohkan, pada 2004 tercatat sekira 600 ribu TKI yang tersebar di berbagai negara. Setiap tahunnya terdapat 500 ribu TKI baru yang diberangkatkan secara resmi, sehingga semestinya terdapat sekira 2-2,5 juta TKI.

"Itu belum ditambah para TKI ilegal dan mahasiswa yang belajar di luar negeri," terangnya.

Untuk Pemilu 2009, Wahyu menyebutkan DPT yang ada jauh dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP-4). Dari 6 juta TKI yang terdaftar, hanya 1,4 juta yang masuk dalam DPT.

(ful)
Link: http://pemilu.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/01/28/267/186920/jumlah-tki-bertambah-dpt-luar-negeri-malah-susut



Umi Saodah Pulang

27/01/2009 18:44 - Kasus TKI

Liputan6.com, Tangerang:
Kisah pilu Umi Saodah, tenaga kerja Indonesia yang terjebak di Gaza saat agresi militer Israel, berakhir sudah. TKI yang sempat dipenjara lima bulan karena dituduh mencuri itu telah kembali ke Tanah Air. Umi tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (27/1) siang.

Berkali-kali, Umi menyeka air mata. Dari bandara, Umi berangkat menuju Kantor Departemen Luar Negeri untuk bertemu dengan sang bunda yang telah menunggu. Tangis haru tak tertahankan saat anak dan ibu yang sudah delam tahun terpisah itu bertemu. Umi yang berencana kembali ke rumahnya di Jawa Tengah.

Umi pernah menuturkan berangkat ke Palestina bersama 14 temannya. Mereka diberangkatkan oleh Pengerah Jasa TKI Amira Prima. Tapi saat alamatnya ditelusuri, tak ditemukan lagi jejak PJTKI itu. Sampai kini belum ada informasi apapun mengenai warga negara Indonesia yang disebut Umi.(TOZ/Abdul Rosyid)

Link: http://www.liputan6.com/news/?id=172020&c_id=3

Jakarta to tear down Koja Baru market today

The Jakarta Post ,  Jakarta   |  Wed, 01/28/2009 9:37 AM  |  Jakarta

The Jakarta administration deployed hundreds of public order officers and two excavators to tear down Koja Baru market in North Jakarta on Wednesday, tempointeraktif.com reported.

The officers have been seen gathering around the market, apparently trying to surround the main building.

Market vendors, who have rejected the renovation plan favored by city-owned market operator PD Pasar Jaya, said they were ready to fight the officers.

"We are on stand by and we are still doing business," Lamhot Siboro, head of the market's vendors association, said.

Vendors have demanded the operator postpone renovations for up to five years, cancel plans for a multi-storey building and renegotiate the price of units, set to go into effect after renovations are completed.

For several years, conflict has arisen between market operators and vendors concerning renovation plans for several city markets, including Blok M market in South Jakarta, Tanah Abang market in Central Jakarta and Rawa Bening market in East Jakarta. (dre)

Link: http://www.thejakartapost.com/news/2009/01/28/jakarta-tear-down-koja-baru-market-today.html

Disnaker Sumut Siapkan Program Pelatihan Tenaga Kerja

Sel, Jan 27, 2009


Medan ( Berita ) : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumut menyiapkan beberapa program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas tenaga kerja di daerah itu.



Kepala Disnakertrans Sumut, Rapotan Tambunan di Medan, Selasa [27/01], mengatakan, program pertama adalah dengan memfungsikan Balai Latihan Kerja (BLK) milik Disnakertrans Sumut yang berjumlah sembilan unit.


Di tempat tersebut calon tenaga kerja akan diberikan pelatihan sesuai dengan keahlian kerja yang dibutuhkan. Pelatihan juga akan diberikan di BLK-BLK daerah yang dikelola Disnakertrans kabupaten/kota di Sumut.


Kemudian, pelatihan juga dilakukan melalui kerja sama dengan Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Sumut, khususnya tenaga kerja yang akan diberangkatkan ke luar negeri.


Pihaknya juga melakukan kerjasama dengan lembaga pelatihan tenaga kerja Jepang dan Malaysia terkait pengiriman calon tenaga kerja ke negara itu yang telah dirintis sejak lama. Selama ini, kata Tambunan, Disnakertrans Sumut telah mengirimkan calon tenaga kerja ke Jepang setiap tahun yang jumlahnya bervariasi.


Disnakertrans Sumut akan mengupayakan agar pengiriman itu dapat dilakukan empat kali dalam setahun, katanya tanpa menyebutkan nama lembaga tenaga kerja Jepang itu. ( ant )


Link: http://beritasore.com/2009/01/27/disnaker-sumut-siapkan-program-pelatihan-tenaga-kerja/