26 Januari 2009

Perempuan Desa Itu Bernama Umi Saodah

25-Jan-2009, 22:01:57 WIB - [www.kabarindonesia.com]
Oleh : Wirasmo Wiroto

KabarIndonesia
- Namanya Umi Saodah, 33 tahun, asal Desa Karang Tengah, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah.

Di tengah gawat-gawatnya Jalur Gaza dijadikan "ladang pembantaian" atas warga Palestina oleh serdadu Israel, dengan korban tewas sampai ratusan orang sebagian besar perempuan, anak-anak dan para lanjut usia, muncul kekhawatiran akan keselamatan Umi.

Tetapi juru bicara Deplu pada awal Januari silam mengaku belum tahu persis keberadaan TKW itu, karena datanya tak ada di KBRI Mesir. Artinya, data tentang TKI pada umumnya di daerah itu memang seharusnya ada di KBRI.

Belakangan barulah diketahui siapa sesungguhnya si Umi dan bagaimana pula sampai ia berada di tengah kegawatan itu.

Luar biasa, Umi ternyata telah sempat bertahan selama 8 tahun terus menerus bekerja di luar negeri tanpa cuti mudik barang sejenak. Padahal keberangkatannya resmi lewat jasa PJTKI, PT Anisa Prima, dan asal tahu saja, bahwa berdasarkan peraturan resmi pula tiap 2 tahun kontrak kerja setiap TKI/TKW di luar negeri harus diperbaharui. Tetapi entah bagaimana Umi sepertinya tak terdeteksi sehingga bisa "lepas" dari kewajiban itu.

Pada awalnya ia bekerja di Yordania, kemudian dengan majikan yang sama berlanjut ke Gaza City, Palestina.

Hebatnya, Umi bisa bekerja di daerah yang tergolong sebagai daerah konflik. Padahal (lagi-lagi) menurut peraturan resmi, seharusnya dilarang mengirim TKI ke daerah konflik, bahkan juga ke daerah-daerah yang dinilai berpotensi rawan konflik.

Jelas di sini, bahwa semua pihak yang terkait dengan pemberangkatan TKI ke luar negeri sampai pemulangannya tak pernah melakukan kontrol secara memadai. Sepertinya mereka beranggapan, usailah sudah tugas ketika para TKI itu telah diberangkatkan.  "Fee" yang resmi maupun yang tidak resmi untuk jasa yang terkait dengan proses pengiriman TKI sudah mereka terima dengan baik, jadi mengapa mesti harus repot mengontrol lagi?

Migrant Care di Jakarta menuding Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan sebagai pihak yang harus peduli terhadap nasib Umi, karena sebagai korban ia adalah perempuan.

Tetapi seperti halnya pada kasus-kasus serupa sebelumnya, sejauh ini tidak terdengar tanggapan apa pun dari pihak Kementerian tersebut.  Sementara Migrant Care juga menduga kuat, bahwa Umi yang menurut kabar terkahir sudah dievakuasi ke Mesir, adalah korban perdagangan perempuan.

Celakanya, selama lima tahun terakhir Umi tak digaji. Malah dijebloskan ke penjara dengan tuduhan mencuri perhiasan milik majikan.  Migrant Care berasumsi itu hanya akal-akalan majikan yang berkelit dari kewajiban membayar gaji Umi Saodah.

Perempaun desa itu lepas dari kurungan ketika penjara dikosongkan oleh otoritas Palestinas, karena pemboman yang semakin gencar dan bertubi-tubi.

Malang bagi Umi kasusnya terjadi pada menjelang Pemilu, April mendatang ketika banyak orang di republik yang dia cintai ini sudah mulai keranjingan membuat ancang-ancang untuk berkampanye.

Lantas apa pula tanggapan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI?  Seorang Deputinya mengatakan, akan melakukan perbaikan-perbaikan menyangkut penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.  Ya, selalu dan cuma sebatas AKAN! Janji yang sama juga selalu dilontarkan pada kejadian-kejadian serupa sebelumnya.

Kita mencatat, tidak satu pun pihak (apalagi pejabat) yang mestinya bertanggung jawab, merasa dan kemudian dengan berani menyatak
an dirinya bersalah atau setidak-tidaknya mengakui telah membiarkan pelanggaran yang dilakukan Umi sampai berlanjut.

Link: http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&dn=20090125211010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar