23 April 2009

Kasus Biskuit Diduga Sabotase

Sinar Harapan



Oleh
Philip Matias Giri

Kupang–Biskuit bantuan United Nations World Food Programme (UN WFP) yang bermasalah di Timor Tengah Utara (TTU) beberapa waktu lalu diduga hasil sabotase pihak ketiga.

Dalam biskuit bantuan itu terdapat jarum pentul, lempengan pisau silet, kaca beling, anakan hekter, dan batu kerikil.


Untuk membuktikan adanya unsur sabotase tersebut, pemerintah dan WFP sepakat mendorong aparat kepolisian menginvestigasi kasus ini. Dugaan sabotase ini mengemuka dalam jumpa pers seusai rapat bersama antara pemerintah dan WFP, yang berlangsung di Kantor Gubernur NTT, Jumat (17/4), yang dipimpin oleh Gubernur NTT Frans Lebu Raya.


Selain pemerintah provinsi dan pejabat dari Pemkab Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), TTU, dan Belu, hadir pula Deputi Bidang Perlindungan Sosial Menko Kesra, Adang Setiawan. Sementara itu, dari UN WFP hadir Bradley Busseto selaku (ad Interim) WFP Representative Country Director.


Dalam kesempatan itu, Busseto menyebut dugaan sabotase tersebut, tetapi tidak menjelaskannya secara detail. "Kami menaruh perhatian pada kasus penemuan 'benda-benda aneh' dalam biskuit tersebut. Oleh karena itu, kami meminta aparat mengusut dugaan adanya sabotase," papar Busseto.


Gubernur Lebu Raya kepada wartawan menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) maupun Pemerintah Kabupaten(Pemkab) sepakat agar program pemberian biskuit bagi para siswa sekolah dasar dan posyandu dilanjutkan. Kasus biskuit bantuan WFP ini bersifat kasuistis.

Diminta Diselidiki Menyeluruh
"Deputi Menko Kesra sudah datang ke pabrik pembuat biskuit ini, PBB juga sudah melakukan investigasi dan kesimpulannya sama, sampai di titik distribusi tidak ada masalah. Kami percaya WFP tidak merusak anak-anak kita dan tidak ingin merusak citra mereka sendiri. Oleh karena itu, Pemprov dan Pemkab tetap mendukung program ini dengan catatan investigasi terhadap masalah ini tetap dilakukan untuk menemukan sumber penyebabnya," kata Lebu Raya.


Prioritas utama kami adalah keselamatan anak-anak NTT, kata Heather Van Sice melalui Mitra Salima Suryono Public Information Officer dalam surat elektroniknya kepada SH.


"Oleh karena itu, segera setelah kami menerima laporan adanya biskuit bermasalah tersebut, kami berkoordinasi dengan Badan Pangan Dunia (WFP) dan menghentikan seluruh operasi," kata Heather Van Sice Acting Country Director CARE International Indonesia.


CARE International Indonesia dan WFP sangat berharap pemerintah dan pihak kepolisian menyelidiki secara menyeluruh insiden ini. "Kami menangani masalah ini dengan sangat serius. Kami terus berkomunikasi dengan WFP, kepolisian setempat, dan pemerintah di tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Kami mendorong kepolisian setempat untuk meneruskan penyelidikan dan kami akan terus mendukung penyelidikan tersebut semampu kami," tambah Van Sice.


Program Rehabilitasi Status Gizi (NRP) CARE merupakan bagian dari program besar WFP yang didanai pemerintah Australia. Dimulai pada tahun 2005, program ini dilaksanakan oleh WFP dan mitra-mitranya di NTT.


CARE adalah mitra WFP untuk wilayah Kabupaten TTU. CARE menerima biskuit dari WFP dan mendistribusikannya ke 171 sekolah dasar dan 264 posyandu di 125 desa di Kabupaten TTU.


Penyelidikan independen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perusakan terjadi setelah biskuit berada di luar pengawasan WFP dan mitra kerjanya, termasuk CARE. Sekitar satu dari tiap dua anak di NTT mengalami malagizi kronik.


Hasil survei yang dilakukan CARE pada akhir tahun 2007 bersama dengan beberapa organisasi international lainnya memperlihatkan bahwa lebih dari 60% anak-anak di bawah lima tahun mengalami malagizi kronik.


Program NRP terbukti membantu menurunkan tingkat malagizi dan telah menjadi program kunci yang mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan status gizi di NTT. n


Tidak ada komentar:

Posting Komentar