23 April 2009

Dinkes Ancam Beri Sanksi RS Tolak Pasien Gakin

Republika Newsroom
Minggu, 19 April 2009

JAKARTA -– Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengancam memutus kerja sama dengan rumah sakit, bila tidak memberikan pelayanan bagi keluarga miskin (Gakin).

Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Kesehatan akan memperbaharui ikatan kerja sama dengan 85 Rumah Sakit di Ibukota."Jika, ada rumah sakit yang melakukan tindakan yang aneh-aneh, maka akan kami putus kerja samanya," ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emawati, Ahad (19/4).

Dien mengaku, pihaknya telah mensosialisasikan hal ini kepada para direktur rumah sakit sejak dua bulan lalu. Dia melanjutkan, untuk mendekatkan pelayanan bagi keluarga miskin, urusan jaminan rawat inap akan dialihkan dari Dinas Kesehatan ke Suku Dinas (Sudin)Kesehatan di tiap Kota Administrasi.

"Jadi, bila ada keluarga miskin yang dirawat di Rumah Sakit Pasar Rebo, maka dapat mengambil surat jaminan rawat inap di Suku Dinas Jakarta Timur, tidak harus ke Dinas di tingkat provinsi," kata Dien. Dien menerangkan, pengurusan jaminan rawat inap tersebut berlaku mulai Senin (20/4). "Kebijakan ini diambil untuk mempermudah pasien," kata dia.

Dien menambahkan, klaim pembayaran biaya rumah sakit pun tidak akan dipersulit. "Bila klaim sudah sampai di suku dinas, akan langsung diverifikasi. Bila seluruh dokumen sudah dinyatakan dengan benar, maka tagihan hutang langsung dibayarkan dalam tempo dua bulan ke RS bersangkutan," jelasnya.

Dinas Kesehatan, ungkap Dien, juga akan melakukan pembaharuan data penduduk miskin. Data verifikasi warga miskin yang dilakukan Badan Pusat Satatitik (BPS) akan menjadi rujukan utama untuk membuat kartu Gakin. Sementara untuk kartu Surat Keterangan Tidak Manpu (SKTM), kata dia, akan dihapus, jika kartu Gakin telah dibuat secara menyeluruh.

Kartu Gakin tersebut nantinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang menyangkut hajat hidup warga miskin. Seperti, untuk penerimaan BLT, raskin serta yang lainnya. "Itu kartu multi guna," terangnya. Dien berharap, peran BPS dalam mendata keluarga miskin dilakukan secara valid dan menyeluruh.

Dien menerangkan, total anggaran kesehatan DKI pada 2008 mencapai Rp 1,5 triliun. Anggaran khusus Gakin mencapai Rp 280 miliar. Pada 2009 dianggarkan Rp 1,7 triliun, dengan anggaran Gakin Rp 350 miliar.

Namun, pembengkakan yang terjadi pada klaim pasien pemegang kartu jaminan kesehatan itu membuat Pemprov DKI akan mengajukan dana tambahan pada anggaran perubahan mendatang. Terutama untuk menambal hutang sebesar Rp 133 miliar.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Mayrakat Dinas Kesehatan DKI, Tini Suryani menjelaska, rumah tangga digolongkan miskin jika memenuhi tujuh kriteria. Antara lain, terang dia, luas tanah hunian kurang dari delapan meter persegi per anggota rumah tangga, jenis lantai hunian sebagian besar tanah, tidak ada fasilitas air bersih, tidak ada fasilitas jamban.

Kemudian, tidak ada kepemilikan aset, konsumsi lauk pauk dalam satu minggu tidak bervariasi serta tidak mampu membeli pakaian satu stel dalam satu tahun untuk setiap anggota keluarga. "Jika ada warga yang masuk kategori minimal tiga dari tujuh variabel tersebut baru bisa disebut miskin," katanya.

Berdasarkan hasil pendataan BPS 2008, jumlah rumah tangga sasaran (RTS) di DKI sebanyak 180.660 RTS atau 693.807 jiwa. Terbanyak ada di Jakarta Utara sebanyak 54.827 RTS atau 222.818 jiwa. Disusul Jakarta Pusat 26.531 RTS atau 93.538 jiwa, Jakarta Barat 37.194 RTS atau 137.298 jiwa, Jakarta Selatan 10.601 RTS atau 41.369 jiwa, Jakarta Timur 50.856 RTS atau 195.893 jiwa, serta Kabupaten Kepulauan Seribu 651 RTS atau 2.891 jiwa.

Namun, berdasarkan data BPS, sejak 2000, di DKI tidak terdapat lagi kelurahan tertinggal. Sebelumnya ada empat kelurahan. Namun, hingga saat ini, masih terdapat kantong-kantong kumuh dan miskin di beberapa kelurahan.

Untuk menangani kemiskinan tersebut, sebenarnya regulasi telah dibuat Pemprov DKI. Antara lain, melalui Pergub nomor 53 tahun 2007 tentang Arah, Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan. Kemudian, juga Pergub nomor 54 tahun 2007 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan serta Pergub nomor 76 tahun 2007 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Penanggulangan Kemiskinan.

Namun, kantong-kantong kumuh dan miskin dari tahun ke tahun tidak pernah berkurang. Justru semakin bertambah seiring masih banyaknya para pendatang baru yang mengadu nasib ke Ibu Kota tanpa jaminan pekerjaan dan tempat tinggal. c89/fif


Tidak ada komentar:

Posting Komentar