13 November 2009

Bupati Blitar Perketat Warga Miskin yang Berobat



Jum'at, 13 November 2009

TEMPO Interaktif, BLITAR:Bupati Blitar Herry Noegroho mengeluarkan peraturan pengetatan warga miskin yang hendak berobat. Kebijakan ini dikeluarkan menyusul minimnya dana jaminan kesehatan masyarakat dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2009.

Dalam Peraturan Bupati Blitar Nomor 37 tahun 2009 tentang prosedur pelayanan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) tahun 2009 tersebut Herry Noegroho meminta manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo tidak meloloskan semua warga miskin yang berobat. Bupati mewajibkan kepemilikan kartu keluarga miskin paling lambat 2x24 jam setelah si pasien mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit. "Kalau tidak bisa beban pengobatan harus ditanggung sendiri," katanya dalam sosialisasi peraturan tersebut, Jumat (13/11).

Selain itu pasien keluarga miskin juga diminta berobat ke Puskesmas terlebih dulu sebelum mendaftar ke rumah sakit umum. Namun peraturan ini tidak berlaku bagi pasien gawat darurat yang membutuhkan pertolongan cepat. Hanya saja mereka tetap diminta menunjukkan surat identitas keluarga miskin dalam waktu 2x24 jam jika tidak ingin dibebani biaya pengobatan secara penuh. "Peraturan ini tak terkecuali untuk pasien gawat darurat," tegas Herry Noegroho yang memberlakukannya sejak tanggal 10 November 2009.

Pengetatan pasien keluarga miskin ini diberlakukan menyusul minimnya dana Jamkesmas yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Blitar tahun 2009. Bahkan saat ini pemerintah tidak mampu membayar klaim pengobatan pasien miskin sebesar Rp 1,2 Miliar yang diajukan RSUD Ngudi Waluyo. Sejak Januari – Agustus 2009 rumah sakit tersebut telah mengeluarkan biaya Rp 2,115 Miliar untuk pasien miskin.

Pemberlakuan peraturan tersebut dikecam sejumlah masyarakat. Mereka mengaku pesimis bisa mengantongi kartu keluarga miskin dalam waktu 2x24 jam seperti yang diminta Bupati. Hal ini karena lambannya proses administrasi yang terjadi di tingkat kelurahan dan kecamatan di Kabupaten Blitar. "Ini sama saja melarang warga miskin berobat," kata Jaminah, 50, warga Desa Udanawu, Kabupaten Blitar.

Ibu tiga anak yang bermukim di kaki Gunung Kelud ini mengaku tak mampu membayar biaya rumah sakit yang mahal. Sebagai pekerja perkebunan dia mengaku kerap menderita penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Menurut Jaminah penyakit tersebut kerap mendera pekerja perkebunan di kawasan itu. HARI TRI WASONO




Tidak ada komentar:

Posting Komentar