26 November 2009

Badan Tenaga Kerja Akui Banyak Pemerasan di Terminal TKI

19 November 2009


TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mengakui masih terjadi pemerasan di Terminal khusus Tenaga Kerja Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta.


"Bahwa ada di jalan terjadi pemerasan itu kami akuilah," ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jumhur Hidayat yang ditemui seusai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi Tenaga Kerja dan Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (19/11)

Tapi, Jumhur menegaskan, jika ada yang tertangkap, pihaknya segera memberi sanksi mulai dari skorsing hingga pemberhentian izin trayek transportasi. Pihak yang sering ditengarai "nakal" adalah sopir.

Namun, ia menambahkan, sopir pun kerap dipermainkan preman di daerah yang memaksa menyerahkan pungutan di setiap belokan. "Sekarang masih sering terjadi," ungkap Jumhur.

Menurutnya, keberadaan terminal pemulangan perlu karena tingkat pendidikan dan akses informasi yang rendah pada Tenaga Kerja Indonesia. "Kalau TKI kita pinter-pinter, jangan-jangan terminal pemulangan itu tidak perlu lagi, TKI kita lugu-lugu," imbuhnya.

Badan Nasional selaku pengelola Terminal mengaku telah memberikan layanan di Terminal Pemulangan untuk 270 ribu TKI yang pulang pada periode Januari-Oktober 2009. "Tapi masih ada juga yang tertahan 5 hingga 10 hari di Terminal," beber Jumhur.

Mereka yang tertahan tersebut, mulai dari menunggu kapal yang datang hingga menyelesaikan masalah administrasi.

Jumhur menyatakan, pemerintah tidak berani melepas pemulangan tanpa lewat terminal khusus karena resiko yang besar. "Secara pribadi, saya tidak berani," ucapnya.

Alasannya, sambung dia, kalau TKI yang lugu tersebut bebas pulang, maka akan banyak muncul preman.

Anggota Komisi dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka menyayangkan pernyataan bahwa pemerintah tak berani mengambil resiko sebagai alasan keberadaan terminal khusus.

Harusnya, kata Dia, TKI juga dipenuhi haknya untuk bisa dijemput keluarganya. "Sudah kewajiban pemerintah untuk memberantas premanisme."

DIANING SARI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar