24 November 2009

Pengamen Keluhkan Arogansi Satpol PP Kota Madiun


By Republika Newsroom
Minggu, 22 November 2009


PUTUS SEKOLAH: Anak-anak kurang beruntung seperti ini yang jadi obyek bantuan LAZ Portal Infaq

MADIUN -- Para pengamen yang beroperasi di Kota Madiun kini mengeluhkan sikap arogan petugas Satpol PP setempat. Sebab dalam melakukan razia, petugas Satpol PP kini suka merampas dan mengambil alat-alat musik seperti gitar dan ketipung milik para pengamen. Tindakan ini dirasakan oleh para pengamen sangat merugikan mereka.

''Kalau mengamen dilarang di Kota Madiun, saya siap ditangkap atau di penjara sekalipun, tapi jangan lantas merampas gitar saya. Karena gitar itu ibaratnya jadi alat mencari penghasilan saya,'' kata Budianto, salah seorang pengamen yang pekan lalu gitarnya dirampas Satpol PP kepada Republika.

Sejak gitarnya dirampas petugas Satpol PP dua pekan lalu, ungkap Budianto, kini dirinya menjadi pengangguran. Hendak mengamen di luar daerah atau di pedesaan misalnya kini sudah tak memiliki gitar. Oleh karena itu, sikap yang arogan petugas Satpol PP Kota Madiun itu dianggap telah membunuh kehidupan mereka.

''Bagaiamana tidak membunuh kami, toh buktinya sejak gitar saya dirampas saya tak bisa mencari penghasilan lagi. Sedangkan hendak bekerja di bidang lain juga tidak ada lowongan, hanya dengan mengandalkan ijazah SMA,'' ujar Budianto yang dibenarkan teman-teman seprofesi pengamen.

Sementara gitar yang dimiliki oleh para pengamen tersebut juga dari membeli. Menurut sejumlah pengamen, uang untuk beli gitar ada yang diperolehnya dari menabung atau minta orangtuanya. Bahkan tak jarang untuk membeli gitar untuk mengamen dari menjual ternak kambing dan sepeda pancalnya.

Mereka juga mengaku memilih menggeletuti profesi pengamen juga karena keterpaksaan akibat mencari pekerjaan sekarang sulit. ''Siapa pun tak ingin menjadi pengamen seperti kita-kita ini mas, tapi karena kesempatan kerja belum kita dapatkan akhirnya jadi pengamen begini. Tapi jadi pengamen juga dilarang dan alatnya dirampas, lalu saya harus hidup bagaimana?'' keluh para pengamen.

Ironisnya lagi, razia pengamen yang dilakukan petugas Satpol PP tersebut konon Pemkot Madiun kini tengah memburu penghargaan "Adipura" dari pemerintah pusat. Untuk memburu Adipura itu lalu dalam tiga bulan terakhir ini Satpol PP berusaha "mengeyahkan" kehidupan para pengamen. Pengamen dianggap mengotori wajah kota Madiun.

''Kita-kita ini juga dianggap kelompok yang meresahkan masyarakat. Dari kacamata mata pemkot bisa bilang begitu, sedangkan kami mengamen dengan baik-baik. Tidak mencuri dan merugikan orang lain,'' kata para pengamen seperti sedang kor.

Jika hal itu yang menjadi dasar Pemkot Madiun melakukan razia dan merampas alat pengeman, kata mereka dengan kompak, sungguh Pemkot Madiun tidak manusiawi. Sedangkan langkah razia itu sendiri tidak dibarengi solusi yang bijak Pemkot untuk menangani pengamen, yang juga bagian dari masyarakat Kota Madiun ini.

Kepala Satpol PP Kota Madiun tidak menampik institusinya melakukan razia pengamen dan pengemis di kotanya. Hal ini karena dirasakan dari hari ke hari keberadaannya meresahkan warga kota Madiun. ''Keberadaannya meresahkan dan mengganggu pengendara. Karena mereka telah membuat keresahaan, maka sudah sewajarnya kita melakukan razia. Ini demi terciptanya suasana yang kondusif kota Madiun,'' ujar Kepala Kantor Satpol PP Kota Madiun, Suyoto kepada wartawan, akhir pekan lalu.

Apalagi, kebanyakan pengamen yang ditertibkan berasal dari luar kota. Seperti Magetan dan sejumlah kecamatan di Kabupaten Madiun. Meski, ada juga yang tercatat sebagai warga kota. ''Untuk pengamen yang berasal dari dalam kota, sudah kami tertibkan dua kali ini. Tapi nggak sadar-sadar juga. Padahal kami sudah melakukan pembinaan,'' tandasnya.

Keberadaan pengamen melanggar Perda Nomor 4 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban di muka umum. Meski demikian, pengamen yang berhasil dijaring telah dibebaskan lagi beberapa jam setelah ditertibkan. Tetapi, mereka harus membuat surat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya. ''Kami mengamankan alat musik, kentrung dan gitar. Juga, dua sepeda ontel milik pengamen,'' terang mantan Camat Taman ini.

Suyoto mengaku, pihaknya hanya melakukan pembinaan. Namun, agar tidak mengulangi perbuatannya, alat musik ataupun sepeda milik pengamen tidak akan diserahkan tanpa surat dari kelurahan. ''Dengan cara ini, pengamen memiliki rasa malu dan tidak akan mengganggu ketertiban,'' katanya.

Penertiban serupa, katanya, akan terus dilakukan. Bagi pengemis dan pengamen yang kembali terjaring, selain dibina juga bakal dijerat Tindak Pidana Ringan (Tipiring). ''Kami baru bisa menjerat dengan pasal tipiring saat mereka melakukan kesalahan melanggar perda hingga tiga kali,'' jelas Suyoto. narwoto/pur


Tidak ada komentar:

Posting Komentar