24 November 2009

Penanganan Kekerasan terhadap Waria Tidak Jelas




Senin, 23 November 2009

Yogyakarta, Kompas - Masih banyak kekerasan dialami kaum transgender yang hingga kini belum tertangani. Proses hukum yang seharusnya menjerat para pelaku seolah lenyap begitu saja tanpa ada kejelasan. Tuntutan dihilangkannya kekerasan ini disampaikan sekitar 20 orang, Sabtu (21/11) di perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Aksi ini untuk memperingati Hari Transgender (Transsexual) Internasional, 20 November. Peserta unjuk rasa beberapa di antaranya waria.

Menurut peserta aksi, ada sejumlah kasus kekerasan hingga pembunuhan dari tahun 2000 hingga sekarang yang tidak jelas penanganannya. Kasus itu antara lain perhelatan Kerlap-Kerlip Warna Kedaton di Wisma Hastorenggo, Kaliurang, November 2000. saat itu, sejumlah orang yang mengatakan organisasi massa tertentu masuk dan membubarkan acara sosialisasi HIV/AIDS. Akibat tindakan itu, sekitar 200 waria masih trauma. Teror

Aksi lainnya terjadi di kawasan Sriwedari, Solo. Sepanjang tahun 2000-2002, kominitas gay yang suka berkumpul di sekitar Stadion Sriwedari sering mendapat teror dan kekerasan dari masyarakat, baik individu maupun kelompok. Begitu pula di sepanjang bulan Ramadhan, waria sering mendapat teror dan serangan fisik dari sekelompok orang yang berasal dari agama tertentu. Hal ini terjadi di hampir semua kota besar, termasukYogyakarta.

Kasus yang berakibat pada kematian terjadi pada 2003. Tiga waria di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat, mati akibat ditembak polisi, namun sampai saat ini belum ada tindakan hukum atas kasus ini. Begitu pula kasus pembunuhan oleh seorang pemuda terhadap Vera di Purwokerto tahun 2005 belum terungkap.

Pada acara yang bersifat resmi dan di ibu kota negara, misalnya, tindak kekerasan pada waria masih terjadi. Tanggal 6 Juni 2005, sekelompok orang membubarkan pemilihan Ratu Waria di Gedung Sarinah, Jalan MH Tamrin, Jakarta Pusat. Pembubaran itu melanggar hukum karena acara tersebut dilaksanakan secara legal. "Anehnya, tak ada satu pun anggota organisasi itu yang diamankan polisi," ujar Matius Indarto, koordinator aksi.

Menurut mereka, seolah menunjukkan, negara belum serius menangani kekerasan terhadap waria dan kaum marjinal lainnya. Padahal, sesuai Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai martabat kemanusiaannya di depan hukum. Ada juga hukum internasional tentang HAM.

"Karena itu, tidak ada satu pun alasan dari pemerintah untuk mengabaikan kasus-kasus yang menimpa mereka," kata Matius. (WER)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar