19 November 2009

Penertiban di Cilincing Rusuh



Kamis, 19 November 2009

 

JAKARTA, KOMPAS.com — Ingin mengulang sukses penertiban pada pagi hari di Lorong 104, Koja, Pemerintah Kota Jakarta Utara kembali menggelar penertiban pada pukul 05.00. Sebanyak 74 bangunan di Kebantenan RT 03 RW 03, Semper Timur, Cilincing, akhirnya rata pada Rabu (18/11) pagi.

Walau berhasil meratakan bangunan yang dianggap liar, tim gabungan berjumlah 1.000 personel dilawan, warga sehingga bentrokan tidak terhindarkan.

Upaya warga menghentikan penertiban dengan membakar beberapa ban di Jalan Kebantenan dapat diatasi tim dari pemadam kebakaran yang sudah siap dengan dua unit mobilnya.

Namun, warga tetap menentang. Entah siapa yang memulai, akhirnya terjadi aksi lempar batu. Tim pemerintah kota yang jumlahnya jauh lebih banyak berhasil mendesak warga. Lalu terjadilah saling pukul. Sebanyak 20 warga luka-luka, lima di antaranya terluka cukup parah. Ngasimin (53), ayah 11 anak, mengalami luka parah di kepala dan dahi. Luka itu akibat pukulan petugas memakai pentungan karet. "Saya tidak bermaksud melawan petugas. Karena lari, petugas mengira saya akan mencari bantuan. Akhirnya saya ditangkap terus dipukul," kata Ngasimin, tukang becak.

Empat warga lain yang mengalami luka adalah Tomi (18), Agus Asmoro (36), Rayudi (30), dan Sumaryani (42). Mereka terkena lemparan batu dan pentungan di kepala, wajah, dan perut. Warga yang terluka mendapat pertolongan di mobil Palang Merah Indonesia yang juga telah disiapkan.

Menurut Wakil Wali Kota Jakarta Utara Atma Senjaya, warga mendiami tanah milik pemerintah daerah sejak tahun 1970-an. Tanah itu kini sudah diserahkan kepada PT Pulo Mas Jaya, perusahaan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Rencananya, di lahan itu akan didirikan rumah susun. "Sebelum penertiban, kami sudah memberikan surat peringatan agar warga membongkar sendiri bangunannya. Namun, warga menolak. Kami juga sudah menawarkan uang kerohiman Rp 1 juta tetapi tetap mereka tolak."

Jumlah warga yang mendiami lahan seluas 4,5 hektar itu diperkirakan 500 orang dengan 150 kepala keluarga. Sebagian besar warga yang tinggal di tempat itu memang tidak memiliki surat kepemilikan resmi.

Eddi Halomoan Gurning dari LBH Jakarta mengkritik keras tindakan Pemkot Jakarta Utara melakukan penertiban pada pagi hari saat warga sedang tidur, sementara anak-anak bersiap ke sekolah."Penertiban dengan pengusiran ini melanggar UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang ratifikasi hak sosial, ekonomi, dan budaya warga," ujar Eddi. Ia berencana mengajak korban melaporkan tindakan kekerasan itu ke Polda Metro Jaya. (ARN)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar