17 November 2009

Pasien Miskin Harus Tunjukkan Surat dari Lurah dan Camat Dalam Sehari



Selasa, 17 November 2009

TEMPO Interaktif, Blitar -  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blitar mengecam sikap pemerintah yang menghentikan layanan pengobatan warga miskin. Saat ini terdapat 9.000 warga miskin yang terpaksa membeli obat sendiri akibat penolakan tersebut.

Anggota Komisi IV Bidang Kesejahteraan dan Pendidikan Muhammad Taufich mengatakan penghentian layanan peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diberlakukan Bupati Blitar Herry Noegroho sejak tanggal 10 November – 31 Desember 2009 tidak dapat diterima. Sebab sebelumnya pemerintah telah mengajukan tambahan anggaran kesehatan warga miskin yang tidak terdaftar dalam layanan Jamkesmas. "Bupati jangan melarang orang berobat," kata Taufich, Selasa (17/11).

Sebelumnya Bupati Herry Noegroho telah mengeluarkan Peraturan Bupati Blitar Nomor 37 tahun 2009 tentang prosedur pelayanan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) tahun 2009. Dia meminta manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo tidak meloloskan semua warga miskin yang berobat. Pengetatan ini diberlakukan menyusul minimnya dana Jamkesmas yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Blitar tahun 2009. Bahkan saat ini pemerintah tidak mampu membayar klaim pengobatan pasien miskin sebesar Rp 1,2 Miliar yang diajukan RSUD Ngudi Waluyo. Sejak Januari – Agustus 2009 rumah sakit tersebut telah mengeluarkan biaya Rp 2,115 Miliar untuk pasien miskin.

Akibat larangan itu, menurut Taufich membuat warga miskin tertolak saat berobat di rumah sakit pemerintah. Mereka diminta membayar sendiri obat-obatan yang dibutuhkan karena dianggap tidak memenuhi syarat administratif. Di antaranya adalah kepemilikan surat identitas miskin dari kelurahan dan kecamatan dalam waktu maksimal 2x24 jam sejak terdaftar sebagai pasien. "Kalau tidak bisa memenuhi seluruh biaya pengobatan harus ditanggung sendiri," kata Taufich.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik setempat jumlah keluarga miskin di Kabupaten Blitar saat ini mencapai 253.000. Dari jumlah tersebut pemerintah hanya mampu membiayai pengobatan untuk
244.000. Ini berarti terdapat 9.000 warga miskin yang harus berobat secara mandiri.

Dewan berencana memanggil Bupati Herry Noegroho dan jajaran RSUD Ngudi Waluyo untuk menjelaskan larangan berobat tersebut. Terlebih lagi pemerintah dinilai arogan dengan mengeluarkan Peraturan Bupati tanpa meminta pertimbangan wakil rakyat.

Kepala Dinas Kesehatan Kuspardani mengaku telah memberlakukan pengetatan itu sejak tanggal 10 November. Dia juga meminta seluruh kepala desa dan bidan mensosialisasikannya kepada masyarakat. Kuspardani berharap peraturan bupati itu bisa segera dicabut setelah pihaknya menerima anggaran APBD 2010 dari pemerintah propinsi dan daerah. "Untuk sementara memang tidak ada penggantian biaya itu," katanya.

HARI TRI WASONO


Tidak ada komentar:

Posting Komentar