Republika Newsroom
Senin, 18 Mei 2009
Senin, 18 Mei 2009
''Modus baru praktik kerja magang keluar negeri yang banyak dilakukan terutama oleh siswa SMK ini sangat memprihatinkan,'' ujar Kepala Sub Direktorat Pengamanan Badan Nasional Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2-TKI) Kombes Pol Yunarlim Munir dalam acara workshop Pencegahan Perdagangan Orang kerjasama Save The Children dan Depdiknas, akhir pekan lalu.
Sejak program 'link and match' atau kesesuaian dan kesepadanan diterapkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Depdiknas) pada awal 1990-an, sejumlah SMK mengharuskan siswanya melakukan praktik kerja atau magang ke sejumlah perusahaan atau lembaga pemerintahan dan non-pemerintahan.
Sejumlah langkah berani pun diambil para pengelola sekolah termasuk pemerintah dengan turut mendukung program magang keluar negeri dengan melakukan kerjasama dengan sejumlah lembaga dan industri di luar negeri. Namun, siapa sangka, jika niat baik dan langkah yang bagus untuk meningkatkan kualitas dan standar pendidikan siswa SMK ini dimanfaatkan oleh tangan-tangan jahat.
''Mereka menggunakan program magang ke luar negeri sebagai modus baru kejahatan menjual anak-anak SMK untuk kemudian dibawa ke area prostitusi di sejumlah negera maju,'' ujar Yunarlim.
Hal ini juga diakui oleh Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Depdiknas, Hamid Muhammad yang telah mendapat banyak laporan mencemaskan mengenai kejahatan baru dalam persoalan human traffickin ini. Ia sudah mendapat sejumlah masukan soal modus baru ini. ''Sangat mencemaskan, karena sebelumnya para pelaku kejahatan ini menggunakan misi kebudayaan dan kesenian sebagai kedok untuk mengelabui anak-anak. Kini mereka menggunakan magang, padahal anak yang dikirim itu usianya masih 16 hingga 17 tahun,'' ungkapnya.
Di Indonesia, beberapa daerah menjadi penerima dan tempat transit, seperti Medan, Batam, Jakarta, dan Bangka Belitung. Tujuannya antara lain, negara-negara jiran seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan negara-negara teluk Persia.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Masyarakat Depdiknas, Ella Yulaelawati, menegaskan, daerah-daerah miskin dengan tingkat pendidikan masyarakatnya rendah sangat potensial dijadikan sasaran lembaga yang berkedok jasa pengerah tenaga kerja untuk mencari mangsa. Oleh karena itu, Depdiknas sangat berkepentingan meluncurkan 'Panduan Pelaksanaan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang', mendorong komponen masyarakat terlibat dalam pencegahan, dan membuat 'Rencana Aksi Nasional' untuk pencegahan perdagangan anak.
Program ini dirancang untuk menggiatkan upaya memerangi perdagangan orang secara lebih terencana dan menyeluruh. Secara khusus, kata Ella, program ini untuk mendidik kelompok-kelompok rentan, seperti warga miskin dengan pendidikan rendah, agar tidak terjerat dalam perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
Ella menyatakan, di Indonesia terdapat sedikitnya 9,5 juta orang menganggur dengan lebih dari separuhnya adalah tidak lulus SD karena kemiskinan. Mereka ini, lanjut dia, akan menjadi sasaran dalam program ini. ''Mereka harus mendapatkan keterampilan tertentu sehingga tidak mudah tergiur dengan janji-janji,'' jelasnya. - eye/ahi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar