Berita Kota
Kamis, 28 Mei 2009
OLEH: FIDELIA SETYAWATI
MASYARAKAT yang dikelompokkan sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) terdiri atas segala usia. Termasuk pula anak-anak yang seharusnya menikmati masa bermain dan sekolah. Lihatlah di perempatan-perempatan jalan Ibukota, PMKS justru didominasi anak-anak. Mereka membawa krecekan dari tutup botol, keroncong, bulu ayam, dan peralatan lain sebagai alat untuk meraih simpati pengendara.
Mereka mengamen meski memiliki orangtua dan tempat tinggal. Bahkan sering berkeliaran masih mengenakan seragam sekolah. Sebagian beralasan ingin bantu orangtua, sebagian la_gi supaya ada uang jajan.
Nunik (11), warga Klender, Jakarta Timur adalah salah seorang dari mereka. Murid SD itu mengaku ingin membantu orangtuanya. Saban pulang sekolah dia buru-buru mengamen di perempatan jalan atau di dalam Metromini.
"Mau bantu bapak dan ibu, karena bapak pekerjaannya enggak menentu. Kalau ada lebih bisa buat uang jajan," ungkap Nunik yang sedang ngamen di dalam Metromini 506 Jurusan Pondok Kopi-Kampung Melayu.
Setelah berpeluh keringat dengan menjual suara di jalanan, gadis bertubuh mungil dan berambut panjang yang diikat rapi ini mengaku bisa mendapat uang setidaknya Rp10.000/hari. Uang itu sebagian diberikan kepada orangtuanya untuk menambah belanja.
Nunik sebenarnya risih menggumuli pekerjaan ini, karena takut sewaktu-waktu ditangkap Satpol PP dan membawanya ke panti hingga jauh dari orangtua. Tapi sejauh ini masih lolos dari tangkapan, karena ketika berlangsung penertiban dia sedang di sekolah.
Meski hanya memakai sandal jepit, memakai kaos sederhana, dan mengenakan rok segaram sekolah, Nunik tampak bersih. Dengan menggunakan botol aqua berisi beras, dia menyanyikan lagu-lagu yang sedang hit, salah satunya lagu ST12 bertajuk Satu Jam Saja. Dia pun menerima recehan dari sejumlah penumpang.
Kasudin Sosial Jakarta Timur Moh Anshary Atjo mengatakan, kondisi seperti ini menjadi tugas Sudin Sosial untuk mencari cara agar anak-anak yang masih sekolah dan memiliki keluarga jangan sampai terjun ke lingkungan yang salah.
Menurut Anshary, dari 10.244 PMKS yang sudah terdata pihak Sudin Sosial hingga 2009, sebagian memang anak-anak yang masih sekolah. Sehingga, ketika mereka dibawa ke panti sosial untuk mendapatkan pengarahan, akhirnya dikeluarkan karena dijemput keluarga.
"Setelah keluar dari panti mereka masih mengamen. Makanya ketika orangtua mereka jemput ke panti, kita jelaskan yang kita lakukan adalah bagian dari program pengentasan kemiskinan. Mereka harus menghargai hak hidup anak untuk mendapatkan pendidikan, bukan mencari penghasilan," tuturnya, Selasa (26/5). O bersambung
28 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar