26 Mei 2009

Ditunggu, Kongres Perumahan yang Membumi

SUARA PEMBARUAN DAILY

Ditunggu, Kongres Perumahan yang Membumi

www.kemenpera.go.id

Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Mohammad Yusuf Asy'ari, memberikan sambutan saat Kongres Nasional Perumahan dan Permukiman II di Jakarta, Senin (18/5).

Kongres Perumahan dan Permukiman II setelah Indonesia merdeka, baru saja digelar selama tiga hari, Senin-Rabu (18-20/5) lalu di Jakarta. Kongres yang digagas Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) itu, dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat maupun para kepala daerah dari 33 provinsi dan 334 dinas dari kota dan kabupaten seluruh Indonesia.

Selain itu, para pengembang, perbankan, pemerhati, dan pakar juga diundang. Demikian pula para pihak yang bergiat dalam bidang perumahan dan permukiman, seperti perguruan tinggi. Pada penutupan kongres, seluruh peserta menyepakati deklarasi pertama berisi delapan butir kesepakatan kongres.

Tentu sekali, banyak pihak yang berharap bahwa kongres akan menghasilkan sebuah keputusan yang spektakuler, sebab kongres kedua ini digelar setelah 59 tahun Kongres I digelar di Bandung pada tahun 1950 lalu. Apalagi prakongres kedua ini, sudah digelar jauh- jauh hari, dengan mengadakan workshop di beberapa kota besar di Indonesia, yang melibatkan banyak pihak.

Namun, melihat poin-poin deklarasi kongres, tak sedikit yang kecewa. Hasilnya, bisa disebut tidak membumi. Deklarasi itu dinilai belum menjawab masalah riil perumahan di Indonesia saat ini.

Apa yang diputuskan oleh kongres, masih normatif dan sebenarnya sudah ada dalam UUD 45, Konvensi PBB, dan Millennium Development Goals, serta hasil-hasil seminar lainnya. Sangat disayangkan, kongres tidak menghasilkan grand desain perumahan dan permukiman, ataupun blue print untuk jangka pendek, menengah, atau panjang.

Padahal, kongres ini menyangkut kebutuhan dasar manusia, yakni papan, yang dijamin oleh UUD 1945. Namun, kongres tidak memutuskan pentingnya anggaran yang memadai untuk subsidi perumahan dari APBN, seperti misalnya anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total dana dalam APBN, anggaran kesehatan 7 persen.

Padahal, berulang-ulang Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Yusuf Asy'ari mengusulkan agar anggaran subsidi perumahan minimal 1 persen dari APBN. Yang ternyata, usulan itu belum tercapai hingga sekarang, sampai penghujung kepemimpinannya, meskipun angkanya jauh lebih kecil dibanding anggaran lainnya. Seharusnya, kongres ini bisa menjadi daya dorong yang cukup kuat untuk meminta anggaran perumahan yang lebih besar lagi. Namun sayangnya, momen itu terlepas begitu saja.

Jadi terkesan, kongres nasional ini hanya semacam seminar nasional saja, yang dibuka oleh Menko Kesra dan menampilkan beberapa pembicara, Menpera, Mendagri, dan pihak lainnya. "Kalau kongres yang sesungguhnya, seharusnya sejak awal panitia melibatkan para pakar yang benar-benar pakar. Karena tak ada upaya ke arah sana, kongres ini hanya sepeti forum ngumpul-ngumpul saja, dan hasilnya mengambang," kata pengamat properti Ali Tranghanda kepada SP di Jakarta, Jumat (22/5).

Namun, pakar properti Panangian Simanungkalit tidak menafikan manfaat kongres ini.

"Saya menilai, Kongres Perumahan II ini cukup berhasil untuk menggalang kesadaran bersama bagi semua stakeholders, terutama pemerintah pusat dan daerah, untuk menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat. Namun, harus diakui, kongres belum berhasil memerinci solusi atas banyak masalah perumahan dan permukiman yang terjadi. Selain itu, tak ada blue print yang dihasilkan, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang," kata pakar properti Panangian Simanungkalit kepada SP.

Dihubungi terpisah, konsultan properti, Azwardi Azar juga menyatakan kekecewaaanya atas hasil kongres yang tidak memberi solusi yang dibutuhkan. "Dari delapan butir kesepakatan, memang didominasi oleh kepedulian kepada masyarakat menengah bawah. Namun, itu hanya semacam konsep semata, tanpa bisa diterapkan di lapangan," katanya.

Azwardi prihatin, kongres tidak memberi solusi atas melencengnya tujuan utama subsidi dari pemerintah. "Saya menilai, para pengembang dan investor lebih banyak menikmati subsidi pemerintah dibanding masyarakat yang jadi sasaran. Kemenpera masih disetir oleh swasta yang lebih menguasai lapangan. Bagaimanapun, pengusaha itu akan selalu mencari celah untuk menikmati keuntungan yang sebanyak-banyaknya, termasuk dari program-program pemerintah," katanya.

Karena itu, untuk kabinet yang akan datang, Menpera itu haruslah seseorang yang mengusai masalah perumahan dan permukiman agar bisa mengendalikan kondisi dan mencapai tujuan besar negara ini.

Hal senada juga dikemukakan oleh pengamat sosial Adrianov Chaniago. "Saya memang tidak ikut kongres. Hanya saya terus mengamati perkembangan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia yang berorientasi pada target kuantitatif, baik untuk landed house maupun rumah susun.

"Parameter yang digunakan Kemenpera melupakan tujuan tama sasaran subsidi perumahan, menjangkau masyarakat bawah," katanya.

Adrianov menilai, visi Kemenpera sudah melenceng dan harus diubah. "Sehebat apa pun menterinya, kalau visinya tidak tepat, pasti hasilnya juga tak akan tepat," katanya.

Solusi

Meski telah berlalu, kongres yang tentu sekali menelan dana miliaran rupiah itu, dan dihadiri 1.500 peserta itu, bisa diberdayakan lebih jauh. "Supaya tidak sia-sia, dan untuk tujuan yang lebih jauh, kongres ini bisa menjadi semacam prakongres," kata Panangian Simanungkalit, yang juga Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) itu.

Panangian memberi solusi, dalam enam bulan katanya, para kepala daerah dari 33 provinsi dan 334 dinas dari kota dan kabupaten seluruh Indonesia yang hadir, bisa menyusun blue print perumahan dan permukiman di daerah masing-masing. "Jadi, pada kabinet mendatang, kementerian perumahan bi- sa menggelar kongres yang sesungguhnya dan membumi, dengan bahan dasar blue print dari seluruh daerah di Indonesia. Dengan demikian, bisa dihasilkan blue print nasional tanpa mengabaikan kearifan setiap daerah," kata Panangian.

Panangian mengatakan, kongres harus sejak awal melibatkan para pakar sebagai think-thank. Jangan seperti Konggres yang baru berlalu, pelibatannya hanya beberapa lama sebelum konggres.

Selain itu, Kemenpera masih menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, jadi tidak mencerminkan kondisi terkini. Padahal, data kependudukan terbaru dari BPS baru saja dirilis, terutama untuk kepentingan penyusunan daftar tetap pemilih pada pemilu legislatif baru-baru ini.

Namun, apa pun penilaian para pakar dan pengamat, Ketua Sidang Kongres Perumahan dan Pemukiman Iqbal Latanro seusai kongres di Jakarta, Rabu, mengatakan, pihaknya akan menyerahkan deklarasi kepada presiden dan kepada calon presiden yang akan maju dalam pilpres 2009.

"Paling lambat seminggu setelah penutupan kongres, akan kami serahkan, agar menjadi agenda tersendiri dalam perbaikan pembangunan di Indonesia. Selain itu, hasil kongres juga akan diserahkan kepada instansi terkait, misalnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengenai masalah pertanahan dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengenai pemerintahan daerah otonomi daerah," kata Iqbal.

Kegiatan kongres ini diharapkan dapat diikuti dengan pertemuan skala kecil dengan intensitas dan kedalaman lebih baik untuk mengatasi berbagai persoalan di bidang perumahan. "Kongres ini sangat langka. Pertama kali dilakukan 59 tahun lalu. Karena itu, kita sepakat tidak hanya sekadar kumpul saja, kita sepakat harus ada implementasinya," tutur Iqbal.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria, yang menjadi anggota Dewan Kongres mengatakan, deklarasi kongres ini akan menjadi muara dari berbagai pikiran dari semua pihak. [SP/Noinsen Rumapea]


Last modified: 22/5/09

http://www.suarapembaruan.com/News/2009/05/24/index.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar