Berita Kota
Selasa, 26 Mei 2009
Pemprov DKI Jakarta sudah mengusulkan biaya makan penderita ganguan jiwa, tapi wakil rakyat menolaknya.
TIM investigasi bentukan Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menemukan empat faktor penyebab meninggalnya 239 penderita psikotik di empat panti sosial bina laras (PSBL) dan RS Durensawit pada Ok-tober 2008-Mei 2009.
Berdasarkan hasil laporan Kepala Dinkes Dien Emmawati dan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Budihardjo kepada Gubernur Fauzi Bowo, Senin (25/5), diketahui empat PSBL telah kelebihan penghuni, biaya makan hanya Rp15.000/hari untuk tiga kali makan, kurangnya tempat perawatan penderita psikotik di RS Durensawit, dan jumlah karyawan panti dengan jumlah pasien tidak seimbang.
Kepala Dinsos Budihardjo menjelaskan, PSBL Harapan Sentosa I Cengkareng, Jakarta Barat, yang me-miliki daya tampung 500 orang, saat ini dihuni 614 penderita psikotik. PSBL Harapan Sentosa II Cipayung, Jakarta Timur, yang berkapasitas 250 orang dihuni 408 penderita psikotik. PSBL Harapan Sentosa III Ceger, Jakarta Timur, yang berkapasitas 250 orang, dihuni 318 penderita psikotik. Sedangkan PSBL Harapan Sentosa Daan Mogot, Jakarta Barat berkapasitas 200 dihuni 284 orang.
"Sedangkan jumlah karyawan di empat PSBL, termasuk tenaga medis, dokter, dan perawat, hanya 96 orang. Sementara jumlah warga binaan sosial yang ditampung sebanyak 1.646 penderita gangguan jiwa," katanya.
Mantan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) DKI ini mengaku, atas keempat masalah tersebut pihaknya dan Dinkes memberikan beberapa rekomendasi. Antara lain, agar biaya makan dinaikkan menjadi Rp35.000/hari untuk tiga kali makan, jumlah karyawan PSBL ditambah, daya tampung rawat inap penderita psikotik ditambah, dan kapasitas sarana dan prasarana gedung PSBL ditambah.
Kepala Sekretariat Dinkes DKI Haryani menjelaskan, RS Durensawit sebenarnya memiliki 129 bed (tempat tidur) bagi pasien psikotik, tapi 100 di antaranya disediakan untuk pasien parah yang tidak menderita penyakit fisik. Padahal ketika terjaring penertiban, rata-rata penderita psikotik juga telah mengidap penyakit fisik, seperti diare, malnutrisi, dan sebagainya, karena kehidupan mereka tidak sehat. "Seharusnya porsi penyediaan bed bisa agak berimbang, misalnya 60%-40%," katanya.
Haryani mengatakan, karena yang ditampung ratusan orang idealnya setiap PSBL memiliki dua dokter, enam pegawai, dua ahli gizi, dua sanitarian (ahli kesehatan lingkungan), satu dokter umum, dua perawat siaga tapi tidak 24 jam, dan tiga perawat yang siap 24 jam.
Gubernur Fauzi Bowo sendiri di sela-sela peresmian dan serah terima renovasi gedung sekolah SMA I Boedi Oetomo/SMA I Budi Utomo Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, mengakui bahwa biaya makan Rp15.000/hari untuk tiga kali makan memang tak layak. "Tahun lalu kami telah usulkan kenaikan anggaran makan, tapi seperti biasa ditolak oleh belakang (DPRD-red). Sore ini (Senin sore-red) saya mau rapatkan tentang kenaikan anggaran makan itu (di Balaikota)," imbuhnya. O rhm
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar