05 Mei 2009

Menangis Setiap Baca Surat Sulaimah

30 April 2009




PONTIANAK POST — Misnadin (65) dan Sadenah (60) lunglai mengetahui Sulaimah (36), anaknya yang bekerja menjadi TKI di Arab Saudi kini menanti hukuman pancung. "Waktu tahu, ibunya terus menangis. Begitu juga saya, hendak berjalan saja tidak mampu. Bumi kelihatannya bergelombang," ungkap Misnadin sembari mengusap air matanya. Dia mengetahui nasib yang akan menimpa anak nomor duanya itu dari teman Sulaimah yang sama-sama berangkat ke Arab Saudi. Merasa tidak dapat berbuat apa-apa, Misnadin dan Sadenah kemudian mengumpulkan tetangga dan keluarga. Disepakati ketika itu, diadakan pembacaan Surat Yasin selama 14 hari, dan dilanjutkan membaca Alquran hingga hatam. "Hanya itu yang dapat kami lakukan. Kami juga menitipkan doa ke tujuh masjid untuk dikirimkan ke Sulaimah," kata Misnadin.

Sulaimah lahir dan dibesarkan di Dusun Meranti, Desa Puguk, Kecamatan Sungai Ambawang, Kubu Raya. Diantara saudaranya, Sulaimah dikenal sosok yang paling sabar, patuh terhadap orangtua dan suami. "Orangnya tidak pernah marah, kalau dimarah dia malah nangis. Dia juga jarang keluar rumah, ke warung saja pasti minta izin. Itu yang membuat saya yakin anak saya bukan pembunuh," tutur Misnadin datar.Sebelum berangkat ke Arab Saudi, Sulaimah minta izin kepada kedua orang tuanya. Dia beralasan, uang hasil kerjanya di luar negeri untuk melunasi utang dan membahagiakan orangtuanya. "Dia bilang ingin mengubah nasib," kata Sadenah dengan bahasa Indonesia pasif.

Selama di penjara, Sulaimah pernah berkirim surat dua kali. Surat terakhirnya, Ramadhan 2008, diantar oleh temannya yang pulang dari Arab Saudi. Belum membaca surat, Sadenah sudah menangis. Dirinya merasa kesal karena temannya pulang, tapi anaknya tetap di sana. Terlebih ketika membaca surat Sulaimah, berkali-kali Sadenah mencoba membacanya tapi tidak sanggup. Dirinya tak henti-hentinya menangis setiap membuka surat tersebut. "Saya tidak mampu baca suratnya. Sampai sekarang, setiap baca pasti nangis," kata Sadenah.

Dalam surat keduanya, Sulaimah menanyakan kabar keluarga dan meminta maaf karena tidak pernah menelepon. Perempuan yang disapa Salum di penjara itu berharap keluarga menjaga anaknya. Berkali-kali Sulaimah meminta tolong keluarganya membantu membebaskannya dari penjara. Dia juga minta maaf karena tidak pernah mengirim uang kepada keluarga dan tidak dapat membahagiakan keluarganya. "Aku di sini enggak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa menangis," kata Sulaimah dalam suratnya. Diakhir surat, Sulaimah menuliskan alamat penjara tempatnya ditahan agar keluarga dapat membalas surat tersebut. Tertera alamat, New Rewis Breman, Woman Sertion 2 R N 1 Po Box 21155 Jeddah K.S.A.

Sulaimah memiliki dua anak. Putri sulungnya berada di Mempawah karena telah bekeluarga. Sedangkan putra bungsunya berusia 15 tahun, tinggal dengan suaminya di kampung yang tak jauh dari kediaman orangtua Sulaimah. "Anak bungsunya sudah tahu, tapi kalau anak yang tua mungkin tidak tahu karena jauh," kata Misnadin.Meski selama ini tidak dapat berbuat apa-apa selain berdoa, Misnadin dan Sadenah berharap pemerintah dapat membantu proses hukum anaknya itu. Kalau dapat, kata Sadenah, Sulaimah tidak di khisas. Tapi jika memang dia dinyatakan bersalah, keluarga meminta Sulaimah segera divonis sesuai dengan kesalahannya. "Kalau memang dikatakan salah, cepat dihukum biar jelas.

Sekarang, tidak jelas bersalah atau tidak. Bertahun-tahun dipenjara, sampai kapan," kata Sadenah tertunduk. "Saya minta bapak Presiden membantu anak saya. Minta bantu bupati dan gubernur rasanya tanggung," timpal Misnadin.Yakin Sulaimah tidak bersalah, kedua orangtuanya ingin anaknya itu bebas dan kembali ke kampung. Misnadin dan Sadenah tidak lagi mengizinkan anaknya itu bekerja di luar negeri walau dengan gaji besar. "Jika bebas, saya suruh dia pulang saja. Kerja di kampung, walau malarat yang penting kumpul dengan keluarga," kata Misnadin.(hen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar