03 Mei 2009

Garis Kemiskinan yang Baru

SUARA PEMBARUAN DAILY

Garis Kemiskinan yang Baru

Oleh: Ali Khomsan

Tsunami' pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah mulai datang di Indonesia sebagai akibat resesi ekonomi dunia. Kondisi ini menyebabkan akan semakin banyaknya rumah tangga yang jatuh ke jurang kemiskinan. Ada dua jenis kemiskinan. Pertama, kemiskinan absolut, yaitu apabila seseorang atau sekelompok masyarakat hidup di bawah nilai batas kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif, yang hanya membandingkan posisi kesejahteraan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya.

Upaya meraih hidup layak semakin sulit digapai oleh orang miskin. Berapa rupiah sebenarnya yang dibutuhkan untuk dapat mencukupi standar hidup layak di Indonesia? BPS telah menjawabnya dengan menetapkan garis kemiskinan. Menetapkan standar kebutuhan hidup minimum dan layak bukan hal yang mudah. Kebutuhan hidup minimum/layak yang kemudian menjadi garis kemiskinan sangat penting untuk penetapan target atau sasaran dalam program-program pengentasan kemiskinan. Besarannya sangat bervariasi, bergantung pada fluktuasi harga pangan dan nonpangan yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya.

Konsep dasar garis kemiskinan (poverty line) selama ini ditetapkan berdasarkan besarnya pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup dengan layak. Garis kemiskinan dinyatakan dalam satuan pendapatan per kapita per bulan. Menurut laporan PBB, terdapat 12 komponen kebutuhan dasar, yaitu kesehatan, makanan dan gizi, pendidikan, kondisi pekerjaan, situasi kesempatan kerja, konsumsi dan tabungan, pengangkutan, perumahan, sandang, rekreasi dan hiburan, jaminan sosial, dan kebebasan.

Garis kemiskinan yang rendah akan menekan jumlah orang miskin di seluruh negeri, sehingga suatu negara seolah menjadi sejahtera karena sangat sedikit jumlah orang miskin. Sebaliknya, garis kemiskinan yang terlalu tinggi menyebabkan pemerintah dinilai lalai atau mengabaikan orang miskin, karena jumlah orang miskin tidak kunjung berkurang.

Standar kebutuhan hidup minimum/layak merupakan garis pembatas untuk membedakan orang miskin dan tidak miskin. Mencermati garis kemiskinan yang ditetapkan BPS (2006), maka angkanya lebih kecil dari $ 1 per kapita per hari untuk hampir seluruh kota dan kabupaten di Indonesia. Untuk Kota Jakarta garis kemiskinan hanya Rp 295.267 per kapita per bulan ($ 0,92 per hari), Bandung Rp 243.216 ($ 0,76), dan Surabaya Rp 225.738 ($ 0,70).

Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia $ 1 atau $ 2 per kapita per hari memungkinkan bagi setiap negara untuk membandingkan posisinya dengan negara-negara lain. Jika Indonesia menggunakan garis kemiskinan $ 2 per kapita per hari, maka jumlah orang miskin di Indonesia 90 juta orang. Sementara dengan garis kemiskinan BPS, saat ini, total orang miskin hanya sekitar 35 juta orang.

Versi Baru

Penelitian tentang penetapan garis kemiskinan yang baru telah dilakukan di Kabupaten Subang (Nani Sufiani dkk., 2008). Hasil temuannya cukup menarik. Garis kemiskinan versi penelitian ini adalah Rp 457.558 per kapita per bulan ($ 1,6 per kapita per hari). Angka ini lebih besar dibandingkan dengan garis kemiskinan BPS untuk Kabupaten Subang ($ 0,66) dan berada di antara garis kemiskinan Bank Dunia $ 1 dan $ 2.

Berbagai komponen kebutuhan hidup minimum, tetapi layak telah dimasukkan dalam perhitungan garis kemiskinan yang baru ini. Termasuk, kebutuhan pangan yang memenuhi standar kecukupan gizi dan kesehatan, kebutuhan nonpangan seperti sandang, perumahan, bahan bakar, penerangan, dan kegiatan sosial. Ada 19 jenis kebutuhan pangan dan 85 jenis kebutuhan nonpangan yang dimasukkan untuk penetapan kebutuhan hidup minimum dalam penelitian ini.

Dengan menggunakan pendekatan focus group discussion, kebutuhan-kebutuhan tersebut telah dikonfirmasi dengan kelompok masyarakat, sehingga garis kemiskinan yang ditetapkan benar-benar teruji kesahihannya. Kelemahan sistem pengelolaan informasi mengenai status ekonomi keluarga di seluruh Indonesia merupakan kendala rutin dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan. Satu-satunya data yang dapat diandalkan tersedia di seluruh kecamatan adalah data keluarga prasejahtera dan sejahtera versi BKKBN, yang seringkali digunakan untuk mengklasifikasikan rumah tangga miskin dan tidak miskin. Kriteria kemiskinan menurut BKKBN ini bersifat kualitatif dan pengukurannya subjektif.

Penyempurnaan indikator kesejahteraan BKKBN juga diperlukan agar data kemiskinan lebih akurat. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan indikator kemiskinan tambahan, seperti adanya balita berstatus kurang gizi, jumlah anggota keluarga (> 4 orang), dan pendidikan suami (< 6 tahun).

Malnutrisi (kurang gizi) yang kini masih merebak di Tanah Air disarankan menjadi indikator kemiskinan. Saran ini mengemuka dalam International Expert Seminar on Child Growth and Poverty yang diselenggarakan pada November 2002 di Jakarta. Dalam Millennium Development Goals (MDG) 2000, para pemimpin dunia sepakat bahwa proporsi anak balita kurang gizi atau berberat badan rendah merupakan salah satu indikator kemiskinan.

Ancaman resesi ekonomi 2009 mengharuskan pemerintah untuk segera memperbarui data kemiskinan. Data kemiskinan yang tidak up to date akan merepotkan aparat di lapangan.

Penulis adalah Guru Besar FEMA IPB


Last modified: 29/4/09

http://202.46.159.139/indeks/News/2009/04/30/index.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar