01 September 2009

Sekitar 15.000 TKI Telantar

Selasa, 1 September 2009


Jakarta, Kompas - Hingga saat ini ada sekitar 15.000 tenaga kerja Indonesia di sejumlah negara yang tidak bisa kembali ke Tanah Air. Mereka tinggal bertahun-tahun

di penampungan di Kedutaan Besar Republik Indonesia tanpa kepastian dan fasilitas yang memadai.


Koordinator Kaukus Parlemen Indonesia untuk Ketenagakerjaan Eva Kusuma Sundari, didampingi Nursyahbani Katjasungkana dan Badriyah Fayumi, mendesak pemerintah segera menyelesaikan masalah itu. Pemerintah perlu segera melakukan pemulangan mereka ke Tanah Air.


"Ini jadi tanggung jawab negara. Kalau komitmen Presiden sebagai kepala pemerintahan serius, pasti bisa. Ini problem nasionalisme," kata Badriyah, Senin (31/8) di Jakarta.


Fakta yang memprihatinkan ini ditemukan Nursyahbani saat bersama Komisi III DPR berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jordania. Di sana, ia melihat sekitar 550 tenaga kerja wanita (TKW) yang ditampung di ruang sempit, delapan di antaranya bersama bayi mereka.


Sebagian adalah korban penyiksaan, perkosaan, pelecehan, dan gaji yang tak dibayarkan.


"Ada yang gila, ada yang sakit karena penyiksaan. Mereka ditampung sudah dua tahun," ujar Nursyahbani.


Dari 550 orang itu, sebanyak 247 orang mendapat izin untuk keluar Jordania, tetapi sisanya belum. Untuk 60 TKW di bawah umur, Jordania mengharuskan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) mengganti dengan TKW yang sesuai standar. TKW yang melampaui izin batas tinggal pun diharuskan membayar denda yang sangat besar.


Anggaran yang dikeluarkan KBRI Jordania juga besar. Untuk makan mereka saja membutuhkan Rp 300 juta setahun.


Informasi tentang ada 15.000 TKI yang ditampung di KBRI di sejumlah negara pun didapat dari KBRI Jordania. Nursyahbani menuturkan, dia mendapat e-mail dari TKW di KBRI Riyadh yang mengeluh karena menunggu pemulangan lebih dari satu tahun.


Menurut Eva, kondisi ini amat memprihatinkan karena dua tahun lalu saat dirinya ke Jordania, TKW yang ditampung hanya berjumlah 54 orang. Namun, dua tahun kemudian bukannya berkurang, justru bertambah sepuluh kali lipat.


Dua menteri

Selain Presiden, ada dua menteri beserta jajarannya yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini, yakni Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno serta Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.


Menurut Eva, persoalan TKI di luar negeri sesungguhnya hulunya ada di dalam negeri, yaitu akibat semrawut dan tidak transparannya pengelolaan TKI. "Logika pemerintah soal TKI hanya menjadikan mereka sebagai komoditas," paparnya.


Ego sektoral pun masih terjadi. Menurut Nursyahbani, Deplu harus bertanggung jawab karena ada direktur jenderal perlindungan warga negara. Namun, sampai saat ini belum menunjukkan kinerja yang memuaskan.


Saat dikonfirmasi, Erman Suparno mengungkapkan, pemerintah tengah mencari solusi untuk menyelesaikan ribuan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di penampungan perwakilan tetap RI di luar negeri. Mennakertrans dan pejabat eselon I lintas departemen akan membahas hal ini untuk menuntaskan secara sistematis.


Erman menjelaskan, belum tentu WNI yang kini berada di penampungan adalah TKI telantar. Kondisi ini terjadi di Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Sejumlah WNI berangkat memakai visa umroh atau turis, lalu bermukim melebihi izin tinggal untuk bekerja. Mereka baru keluar menjelang Lebaran. (sut/ham)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar