KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
18 September 2009
KENDAL, KOMPAS.com - Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Yayat Rohyati (41) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia tidak menerima gaji selama 12 bulan. Yayat Rohyati, di Kendal, Kamis mengatakan bekerja di Malaysia selama 13 bulan, tetapi hanya menerima gaji sebulan, itu pun diperoleh dengan perjuangan dan hinaan dari majikannya.
"Saya selalu dimarahi majikan ketika saya meminta gaji," katanya. Menurut wanita warga Perumahan Kaliwungu Indah Blok C.5 No.12 A, Kaliwungu Selatan Kendal ini, dia bekerja kepada pengusaha warga Cina yang tinggal di Malaysia bernama Lien Shin Tai. Di rumah itu, dia tinggal bersama majikannya beserta dua anak dan ibu majikannnya.
"Saya diminta merawat ibu majikannya dan mengurus segala keperluan rumah tangga majikannya," katanya.
Setahun pertama bekerja, dia mengaku tidak pernah ada masalah besar dengan majikannya, namun memasuki tahun 2009 satu demi satu masalah muncul, baik dari keluarga yang ada di Kendal maupun dari ibu majikannya.
"Sejak itu saya sering mendapat telepon dari kampung kalau keempat anak saya sudah tidak diberi nafkah lagi oleh suami saya, Edi Sumadi (50)," katanya. Berawal dari itu, kata dia, Yayat yang selama setahun belum menerima gaji, memberanikan diri untuk meminta gaji kepada majikannya agar dikirimkan uang ke kampung untuk anaknya yang sangat membutuhkan.
Namun, majikannya menolak karena sejak awal majikannya mengatakan akan memberikan gaji setelah kontrak selesai yaitu dua tahun. "Saya merengek kepada majikan agar anaknya dikirimi uang, akhirnya majikan saya mengirimkan uang ke kampung sebanyak 500 ringgit atau Rp 1,8 juta, uang itu langsung diterima Ny Banon, orang yang mengasuh anak saya," katanya.
Setelah kejadian itu, kata dia, masalah selalu muncul menghampirinya. Suatu hari dia diminta majikannya untuk mencangkul di belakang rumah. Namun halaman yang dicangkul menurutnya terlalu lebar, sehingga tidak langsung bisa selesai.
"Majikan saya marah dan saya hampir dipukul dengan balok kayu, beruntung saya berhasil menghindar," katanya.
Beberapa hari berselang, dia kembali mendapat kabar bahwa anaknya masuk rumah sakit, dan dia diminta mengirim uang untuk biaya pengobatan.
"Saya minta uang majikan saya lagi, kami tidak diberi uang, justru dimarahi," katanya. Ia mengatakan karena dia selalu kepikiran anaknya di kampung, dia berusaha melarikan diri dari majikannya.
Suatu hari majikannya pergi ke China bersama anaknya, sehingga hanya ibu majikan yang tinggal di rumah. Pada saat ibu majikan pergi, dia memanfaatkan waktu itu untuk melarikan diri.
Dia minta bantuan KBRI di Kuala Lumpur dan akhirnya dipulangkan ke Jakarta. Di Jakarta dia sempat bekerja sebulan di kantor penampungan TKW. Setelah mendapat bekal, dia memilih pulang ke kampung halaman.
"Saya hanya berharap kepada pemerintah agar bisa membantu memperjuangkan hak saya, yaitu gaji 12 bulan yang dibelum diberikan," katanya.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Kendal, Sutiyono mengatakan dirinya belum menerima kabar tersebut. Menurut dia, tidak benar kalau pembayaran TKW dilakukan setelah kontrak habis.
"Sebelum dikirim, biasanya antara PJTKI dengan majikan ada perjanjian bagaimana hak TKW dan bagaimana hak majikan," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya meminta korban agar segera melaporkan kasus yang menimpanya ke Disnsosnakertrans setempat agar dirinya bisa menindaklanjuti laporan tersebut."Setelah kita mendapat laporan akan segera kita tindak lanjuti," katanya.
18 September 2009
KENDAL, KOMPAS.com - Seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Yayat Rohyati (41) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia tidak menerima gaji selama 12 bulan. Yayat Rohyati, di Kendal, Kamis mengatakan bekerja di Malaysia selama 13 bulan, tetapi hanya menerima gaji sebulan, itu pun diperoleh dengan perjuangan dan hinaan dari majikannya.
"Saya selalu dimarahi majikan ketika saya meminta gaji," katanya. Menurut wanita warga Perumahan Kaliwungu Indah Blok C.5 No.12 A, Kaliwungu Selatan Kendal ini, dia bekerja kepada pengusaha warga Cina yang tinggal di Malaysia bernama Lien Shin Tai. Di rumah itu, dia tinggal bersama majikannya beserta dua anak dan ibu majikannnya.
"Saya diminta merawat ibu majikannya dan mengurus segala keperluan rumah tangga majikannya," katanya.
Setahun pertama bekerja, dia mengaku tidak pernah ada masalah besar dengan majikannya, namun memasuki tahun 2009 satu demi satu masalah muncul, baik dari keluarga yang ada di Kendal maupun dari ibu majikannya.
"Sejak itu saya sering mendapat telepon dari kampung kalau keempat anak saya sudah tidak diberi nafkah lagi oleh suami saya, Edi Sumadi (50)," katanya. Berawal dari itu, kata dia, Yayat yang selama setahun belum menerima gaji, memberanikan diri untuk meminta gaji kepada majikannya agar dikirimkan uang ke kampung untuk anaknya yang sangat membutuhkan.
Namun, majikannya menolak karena sejak awal majikannya mengatakan akan memberikan gaji setelah kontrak selesai yaitu dua tahun. "Saya merengek kepada majikan agar anaknya dikirimi uang, akhirnya majikan saya mengirimkan uang ke kampung sebanyak 500 ringgit atau Rp 1,8 juta, uang itu langsung diterima Ny Banon, orang yang mengasuh anak saya," katanya.
Setelah kejadian itu, kata dia, masalah selalu muncul menghampirinya. Suatu hari dia diminta majikannya untuk mencangkul di belakang rumah. Namun halaman yang dicangkul menurutnya terlalu lebar, sehingga tidak langsung bisa selesai.
"Majikan saya marah dan saya hampir dipukul dengan balok kayu, beruntung saya berhasil menghindar," katanya.
Beberapa hari berselang, dia kembali mendapat kabar bahwa anaknya masuk rumah sakit, dan dia diminta mengirim uang untuk biaya pengobatan.
"Saya minta uang majikan saya lagi, kami tidak diberi uang, justru dimarahi," katanya. Ia mengatakan karena dia selalu kepikiran anaknya di kampung, dia berusaha melarikan diri dari majikannya.
Suatu hari majikannya pergi ke China bersama anaknya, sehingga hanya ibu majikan yang tinggal di rumah. Pada saat ibu majikan pergi, dia memanfaatkan waktu itu untuk melarikan diri.
Dia minta bantuan KBRI di Kuala Lumpur dan akhirnya dipulangkan ke Jakarta. Di Jakarta dia sempat bekerja sebulan di kantor penampungan TKW. Setelah mendapat bekal, dia memilih pulang ke kampung halaman.
"Saya hanya berharap kepada pemerintah agar bisa membantu memperjuangkan hak saya, yaitu gaji 12 bulan yang dibelum diberikan," katanya.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Kendal, Sutiyono mengatakan dirinya belum menerima kabar tersebut. Menurut dia, tidak benar kalau pembayaran TKW dilakukan setelah kontrak habis.
"Sebelum dikirim, biasanya antara PJTKI dengan majikan ada perjanjian bagaimana hak TKW dan bagaimana hak majikan," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya meminta korban agar segera melaporkan kasus yang menimpanya ke Disnsosnakertrans setempat agar dirinya bisa menindaklanjuti laporan tersebut."Setelah kita mendapat laporan akan segera kita tindak lanjuti," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar