KOMPAS/AGUS MULYADI
Selasa, 15 September 2009
JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya kasus yang menimpa tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dituding sebagai salah satu masalah yang muncul akibat belum maksimalnya kebijakan pemerintah atas perlindungan buruh migran selama 5 tahun terakhir ini.
Demikian disampaikan Direktur Pusat Kajian FISIP Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, Selasa (15/9). "Kebijakan pemerintah kurang maksimal, selama ini tidak memprioritaskan agenda perlindungan terhadap pembantu rumah tangga baik domestik dan migran," ujar Ida, di Jakarta.
Selain itu, Ida juga memberikan berbagai catatan atas kinerja Erman Suparno sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dinilai belum mampu memberikan perlindungan bagi buruh migran.
Di antaranya, gagal membentuk kebijakan bilateral dengan negara-negara penerima TKI soal perlindungan tenaga kerja. Kemudian, nota kesepahaman (MoU) yang pernah dibuat antara Indonesia dengan Malaysia tentang penempatan Domestic Workers juga dinilai melanggar Hak Asasi Manusia.
Pemerintah juga tidak mempunyai kemauan politik untuk meratifikasi konvensi PBB 1990 tentang perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya. "Justru pemerintah mendiamkan dan melanggenggkan praktek eksploitasi dan pemerasan di terminal TKI," ujarnya.
Disamping itu, sinergi antara Depnakertrans dan Deplu tidak optimal dalam melakukan diplomasi pembelaan buruh migran yang terancam hukuman mati. "Ini menyebabkan banyak kasus TKI kita dihukum mati di luar negeri," cetusnya.
Konflik antara Depnakertrans dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang berkepanjangan juga mengakibatkan terabaikannya perlindungan buruh migran Indonesia sehingga merugikan nasib mereka.
ANI
Rumpun Tjoet Njak Dien adalah lembaga sosial yang bergerak dalam penguatan, pendampingan dan perlindungan pekerja rumah tangga. Kunjungi blog kami di rumpuntjoetnjakdien.blogspot.com dan website kami di www.rtnd.org. Hidup PRT!
BalasHapus