Minggu, 06 September 2009
Ia menambahkan, jika gaji minimum ini disahkan maka akan banyak perempuan Malaysia yang sudah menikah menarik diri dari dunia kerja untuk mengurus rumah tangga masing-masing.
"Keterlibatan wanita dalam dunia kerja akan terus menurun dari 45,7 persen saat ini dan ini akan menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi negara karena tenaga wanita merupakan salah satu aset pembangunan negara," katanya dalam satu pernyataan di Kuala Lumpur belum lama ini.
Shahrizat merujuk pada laporan media Indonesia bahwa negara ini akan meminta gaji minimum RM 800 atau sekitar Rp 2,3 juta untuk pembantu rumah tangga warganya pada musyawarah keempat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang diadakan di Jakarta, Indonesia pada Jumat (4/9).
Ia mengtakan isu gaji minimum pembantu rumah tangga warga asing perlu dikaji dengan teliti sebelum keputusan itu dibuat oleh Kementerian Sumber Daya Manusia karena Akta Kerja 1955 tidak menetapkan gaji minimum untuk sektor pekerjaan apa pun di negara ini.
"Sebagai sebuah negara yang mengamalkan konsep ekonomi terbuka, gaji bagi suatu sektor ditentukan oleh daya serap pasar yang ada," katanya.
Ia menyebutkan, Malaysia tidak bisa menetapkan gaji minimum untuk suatu sektor pekerjaan saja seperti sektor pembantu rumah tangga lantaran hal tersebut menimbulkan implikasi pada sektor pekerjaan yang lain.
Mengenai persetujuan Malaysia dan Indonesia untuk mengizinkan pembantu rumah tangga Indonesia diberi libur sehari dalam sepekan yang dicapai pada musyawarah badan itu pada 20 Agustua lalu, Shahrizat mengatakan merupakan satu hal yang bisa dipertimbangkan dan mekanismenya perlu diperhalus.
Penetapan hari libur itu dilaporkan hanya akan berlaku setelah Akta Kerja 1955 direvisi.
BERNAMA | BOBBY CHANDRA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar