Berita Kota
Rabu, 24 Juni 2009
MERASA janji kampanye pemilihan gubernur (Pilgub) belum bisa diwujudkan, ratusan massa yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Rakyat Miskin Indonesia (DPW SRMI) Jakarta menggelar unjuk rasa di depan Balaikota, Jl Merdeka Selatan, Selasa, (23/6). Massa yang mengaku sebagai pemulung, tukang cuci, sampai ibu rumahtangga menuntut Fauzi mundur dari jabatannya.
Alasannya, Foke—demikian panggilan akrab Fauzi— dianggap mengingkari janjinya saat kampanye pilgub dua tahun lalu. "Kami minta Foke mundur dari jabatannya karena telah mengkhianati rakyat dan tidak bisa membuktikan janjinya," kata ratusan massa.
Dalam aksi yang dimulai pukul 10.30, massa membentangkan beberapa spanduk bertuliskan, 'Turunkan Gubernur Pro Neolib, Fauzi Bowo Pro Liberalisasi Kesehatan, dan Kesehatan Gratis=Perbesar Anggaran Gakin'. Massa berorasi di atas mobil bak terbuka yang dilengkapi sound system. Setengah badan Jl Merdeka Selatan dikuasai pengunjuk rasa membuat lalu lintas menuju Gambir dan Thamrin tersendat. Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, belasan aparat Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat melakukan penjagaan.
Jurubicara SRMI Hendri Anggoro mengatakan, Foke pernah berjanji menggratiskan biaya pengobatan masyarakat miskin. Kenyataannya tidak pernah direalisasikan. "Sebagai contoh, fakir miskin yang sudah mengantongi kartu bantuan langsung tunai (BLT) yang seharusnya digratiskan ketika berobat ke rumah sakit, kenyataannya tetap dikenakan biaya," kata Hendri.
Bukti jika Pemprov DKI di bawah pimpinan Foke melakukan liberasilasi kesehatan, terlihat dari rencana privatisasi tiga rumah sakit milik pemprov, yaitu RSUD Pasar Rebo, RS Haji Pondok Gede, dan RSUD Cengkareng. Di sisi lain, meski warga miskin Jakarta sudah mengantongi kartu gakin dan surat keterangan tak mampu (SKTM), proses administrasi di rumah sakit masih ribet dan dikenakan biaya tinggi.
Dia mencontohkan kasus Cynthia Claudia (14). Warga Jembatantiga, Jakarta Utara yang masuk RSUD Cengkareng pada 25 Mei 2009 lalu karena menderita anemia polep colon atau sejenis penyakit usus hingga mengeluarkan darah saat buang air besar (BAB). "Cynthia yang tinggal bersama neneknya masuk RSUD berbekal SKTM. Namun berdasarkan surat dari Sudin Kesehatan Jakarta Utara No 657/YK/SDK/JU/SKTM/VI/09 pada 22 Juni 2009, Cynthia diharuskan membayar 50% dari biaya pengobatan. Nenek Cynthia tentu saja bingung karena tak ada uang," katanya.
Hendri mempertanyakan keseriusan pemprov memberikan pelayanan kesehatan bagi warga miskin meskipun dalam APBD 2009 dialokasikan dana sebesar Rp1,7 triliun untuk kesehatan. Namun yang berkenaan langsung dengan gakin hanya Rp300 miliar.
Kadis Kesehatan Dien Emmawati mengatakan, penanganan SKTM secara bertahap sedang diperbaiki. Sedang biaya pengobatan di RSUD diatur dalam perda. "Hari ini pemprov dan DPRD mengesahkan perda Sistem Kesehatan Daerah (Siskesda)," katanya.
Dalam Pasal 37 perda ini, kata Dien, rumah sakit milik pemerintah pusat, pemprov DKI, dan swasta wajib memberi pelayanan kepada masyarakat. Jika tidak akan dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan paling lama enam bulan atau denda maksimal Rp50 juta. O rhm
24 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar