29 Juni 2009 Suara Merdeka
- Telinga Diiris, Gaji 19 Bulan Belum Dibayar : Pelaku Ditangkap Polisi Malaysia
JAKARTA - Lagi-lagi tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia mendapat perlakuan kejam dari majikannya di Malaysia. Belum tuntas penanganan kasus Siti Hajar, yang disiksa majikannya, kini kembali terungkap hal serupa menimpa Modesta Rengga Kaka (26). Tubuh perempuan asal Kupang, Nusa Tengga Timur (NTT) itu babak belur setelah dipukuli majikan yang telah mempekerjakannya sejak November 2007. Bahkan telinga wanita itu juga diiris. Hingga Minggu (28/6), Modesta belum bisa dimintai keterangan polisi setempat. Perempuan 26 itu masih syok dan dirawat intensif di Rumah Sakit Ampang. "Kami memerlukan keterangan dari Modesta untuk melengkapi penyelidikan. Sebelumnya kami telah memeriksa dan memperoleh keterangan dari majikan Modesta dan tetangganya," kata Kepala Polisi Ampang Jaya ACP Abdul Jalil Hassan. Modesta belum bisa diajak berkomunikasi mengenai kekerasan yang telah diterimanya selama satu tahun lebih. Dia mengalami luka parah di bagian telinga, kaki, dan beberapa bagian tubuhnya. Ada semacam irisan di telinga dan tubuhnya. Dia juga mengaku dipukul di bagian kepala. Kekerasan fisik itu dilakukan oleh majikannya, seorang perempuan 37 tahun yang tinggal di Jalan 8, Kampung Baru, Ampang, jika tidak puas dengan pekerjaan Modesta. Selain kekerasan fisik, sang majikan juga tidak membayar gaji Modesta selama 19 bulan. Modesta berhasil bebas dari tangan majikan berkat kebaikan hati salah satu tetangga. Tetangga itu menelepon polisi. Kasus Modesta pun terkuak. Polisi pun meluncur ke kediaman majikan Modesta. Dari olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi juga menemukan sebuah rotan yang diduga digunakan untuk memukuli Modesta. Polisi juga menangkap si majikan untuk keperluan investigasi. KBRI diminta memberikan bantuan bagi keluarga Modesta untuk menjenguk TKW tersebut. Pertemuan dengan keluarga penting untuk dukungan moral. "Saran kami sebaiknya keluarga dibawa ke sana untuk support moral. Bukan Modesta yang dibawa pulang, kan dia masih harus menghadapi proses hukum," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, Minggu (28/6). Migrant Care saat ini masih berkoordinasi dengan Migrant Care NTT untuk bisa membantu keluarga Modesta. Sementara itu Kedutaan Besar Rebuplik Indonesia (KBRI) di Malaysia sudah menghubungi keluarga Modesta di Kupang. Keluarga diberitahu soal penyiksaan terhadap Modesta. Rencananya, setelah dirawat di rumah sakit, Modesta akan dibawa ke tempat penampungan KBRI. "Kami sudah tangani di KBRI Kuala Lumpur dan langkah-langkah terus dilakukan," kata Direktur Perlindungan WNI di Luar Negeri, Departemen Luar Negeri, Teguh Wardoyo, Minggu (28/6). Dia mengatakan, meski syok, kondisi Modesta saat ini sudah cukup baik. Dia berharap, Modesta segera pulih dari trauma sehingga dapat memberi keterangan kepada polisi setempat. "Kami terus berkoordinasi. Kami harapkan Modesta terus membaik," kata Teguh. Dia juga memastikan akan menyediakan advokasi untuk kasus Modesta. "Tentu KBRI menyiapkan pengacara," katanya. KBRI juga siap memfasilitasi keluarga untuk bertemu Modesta. "KBRI sedang koordinasi," Teguh. Kasus Modesta semakin menambah daftar hitam persoalan TKI di Negeri Jiran. Data menyebut, sejak 2005, terdapat sekitar 173 kasus kekerasan terhadap para pembantu rumah tangga Indonesia di Malaysia. Namun, ternyata hanya 9 majikan yang kasusnya diajukan ke pengadilan. Pada 2005, sedikitnya ada 39 kasus yang terungkap, 45 di 2006, 39 di 2007, dan 42 di 2008. Untuk 2009, sedikitnya sudah 9 korban yang terungkap, termasuk Modesta. Direktur Asisten Kepala Divisi Kekerasan Seksual dan Anak Polisi Diraja Malaysia ACP Suguram Bibi Munshi Deen mengatakan, 65 persen dari kasus tersebut merupakan kasus kekerasan seksual terhadap pembantu berumur antara 25 hingga 35 tahun. Adapun kekerasan fisik, banyak kasus dilakukan oleh majikan perempuan, anak-anak mereka atau bahkan agen TKI sendiri. "Kami mempelajari setiap kasus, jika ini kriminal, kami akan memastikan menginformasikan ke kedutaan, menyelamatkan dan membawa mereka ke penampungan," kata Bibi. Nota Protes Menyangkut masih seringnya penyiksaan majikan terhadap TKI di Malaysia, Anis Hidayah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya mengirim nota protes kepada Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak terkait banyaknya TKI yang disiksa di Malaysia. Penghentian TKI sementara dinilai tidak efektif. "SBY kalau mau teken surat protes dilayangkan ke PM Malaysia, mengapa kekerasan tidak pernah berhenti?" kata Anis. Penyataan Anis menanggapi Menakertrans Erman Suparno telah menyatakan menghentikan sementara pengiriman TKI ke Malaysia terkait banyaknya kasus penganiayaan TKI. Langkah itu dinilai Migrant Care tidak efektif dan hanya merupakan jargon pemerintah. (dtc-62) | | | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar