28/06/2009 12:45
Liputan6.com, Jakarta: Peraturan rusunami (rumah susun hak milik) harus segera dibenahi karena masih ada wilayah abu-abu yang bisa membuat program itu tidak tepat sasaran. "Harus ada batasan yang jelas agar masyarakat yang disasar dengan penghasilan Rp 4,5 juta ke bawah benar-benar mendapat unit rusunami," kata pengamat properti, Panangian Simanungkalit di Jakarta, Ahad (28/6).
Panangian mengatakan, pengembang rusunami tak dapat disalahkan bila sebagian besar pembeli bukan kelompok disasar. Bahkan pada sejumlah kasus pembelinya adalah investor. "Salah satu kebijakan yang tidak tegas mengenai KPR inden, pengembang rusunami lebih suka menggunakan fasilitas ini ketimbang menggunakan kredit konstruksi karena tidak menanggung beban bunga," katanya.
Hal ini juga diakui Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Iqbal Latanro. Ia mengemukakan, banyak pengembang menggunakan fasilitas KPR inden. "KPR inden mewajibkan pembeli mencicil unit rumah yang akan dibeli sebelum rumah jadi, padahal kalau masyarakat memakai fasilitas ini tidak akan mendapat subsidi," kata Iqbal.
Menurut Iqbal, KPR subsidi sesuai dengan peraturan pemerintah akan diberikan setelah fisik bangunan menyelesaikan pekerjaan bagian atap atau dikenal sebagai topping off. "Masyarakat dengan penghasilan Rp 4,5 juta harus menunggu bangunan selesai dulu untuk mendapatkan fasilitas KPR subsidi dan potongan PPN, akibatnya mereka terdesak dengan masyarakat yang menggunakan KPR inden," kata Iqbal.(AND/Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar