29 Juni 2009 Suara Merdeka
BANYAKNYA tudingan yang menganggap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) paling bertanggung jawab atas kasus-kasus kekerasan yang menimpa TKI di luar negeri, membuat pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) perlu angkat bicara. Tak hanya pengurus pusat, daerah pun turun ke lapangan gencar melakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman tentang tanggung jawab, tugas, dan fungsi PJTKI. "Agar setiap ada masalah tentang TKI di luar negeri tidak buru-buru menyalahkan PJTKI. Sebab selama ini ada persepsi kalau ada kasus penganiayaan yang menimpa TKI, kita yang disalahkan," ujar Ketua APJATI Jawa Tengah, H Endro Dwi Cahyono ST, saat ditemui di kantornya Jl Sriwijaya II No 7, Semarang, Kamis (25/6). Untuk itu, dia berharap seluruh pihak memahami keberadaan UU No 39 Tahun 2004 yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Dijelaskan, selama ini tugas PJTKI tidak hanya sebatas memberangkatkan, namun lebih kepada perekrutan, pelatihan, selain tentunya penempatan, TKI ke luar negeri. "Kami justru sering membatu agar masalah yang dialami TKI di luar negeri cepat selesai. Kami tidak jual putus, memberangkatkan TKI, terus lepas tanggung jawab. Kami menempatkan dan melindungi sampai kontrak selesai," ujar Endro. Dalam melakukan pengawasan bisa maksimal, dia menyarankan, pemerintah mendirikan badan khusus yang memonitoring TKI di luar negeri. PJKTI Ilegal "Selama ini pengawasannya dilakukan oleh atase ketenagakerjaan RI di luar negeri. Kinerjanya tidak maksimal. Kalau badan khusus bisa bekerja, fokus dalam pengawasan selama 24 jam."Dia mengharap, tidak disamakan antara PJTKI resmi dan ilegal. Repotnya, tudingan miring tersebut kebanyakan dikarenakan ulah PJTKI ilegal. Pasalnya, selain tidak memegang UU No 39 Tahun 2005, PJTKI ilegal kerap memberangkatkan TKI tanpa adanya pembekalan ketrampilan sama sekali. Padahal, semestiknya saat merekrut TKI, PJTKI diharuskan melakukan pembekalan ketrampilan dan pemahaman bahasa, budaya, serta adat negara yang bakal di tempati. Itu mutlak dilakukan selama dalam masa penampungan. Dengan kondisi demikian, Endro mengkhawatirkan minta kerja ke luar negeri semakin berkurang. "Akan berpengaruh pada devisa negara. Sebab TKI merupakan penyumbang devisa kedua setelah migas. Selama tahun 2008, devisa dari TKI mencapai Rp 80 triliun. Keputusan pemberhentian TKI ke luar negeri perlu dikaji. Selain menghasilkan devisa negara, juga menyangkut harkat orang banyak," kata Endro yang meminta pemerintah tidak membuat kebijakan baru yang justru membebani TKI. Agar tak salah pilih, masyarakat diminta teliti dalam memilih PJKTI. Disarankan, sebelumnya mencari informasi ke kantor Depnakertrans setempat, menanyakan SIUP, surat izin pengerahan (SIP), dan surat rekom rekrut yang dimiliki PJKTI. (Fahmi Z Mardizansyah-41) | | | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar