08 Juni 2009

Peran Diplomat Indonesia Kurang Optimal

Senin, 08 Juni 2009    

Media Indonesia

KUPANG-MI: Peran para diplomat Indonesia di luar negeri dinilai belum optimal dalam memainkan perannya di fora internasional, sehingga berbagai persoalan yang menimpa anak bangsa atau berkaitan dengan kepentingan dalam negeri Indonesia, seakan tak mendapat pembelaan.

"Dalam berbagai kasus dan kejadian, kita bisa lihat, dengar dan baca lewat berbagai media, harga diri anak bangsa dan kepentingan negara ini diinjak-injak oleh bangsa lain, tetapi para diplomat kita nyaris tak bersuara dalam melakukan diplomasi," kata mantan agen Imigrasi Australia, Ferdi Tanoni di Kupang, Senin (8/6).

Direktur Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) ini berpendapat, indikator lemahnya para diplomat Indonesia belum memainkan peran secara optimal di arena internasional itu dapat terlihat dalam berbagai kasus, baik itu kasus sosial, hukum hingga masalah pertahanan keamanan dan batas teritorial antara Indonesia dengan negara tetangga.

"Bisa kita bedakan dan membandingkan dengan para diplomat negara asing lainnya. Mereka benar-benar memainkan perannya jika sebuah persoalan muncul menimpa bangsa dan warga negaranya di luar negeri. Beda jauh dengan para
diplomat kita (Indonesia)," kata Tanoni.

Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti yang dilakukan pangeran negara bagian Kelantan (Malaysia), Tengku Muhammad Rakhri terhadap Manohara Odilia Pinot, katanya, justru luput dari perhatian diplomat Indonesia di negeri jiran itu.

"Sikap tanggap para diplomat terhadap kasus serupa yang menimpa WNI di luar negeri sangat lamban. Kepedulian itu selalu hadir setelah kasus itu marak diberitakan media, seperti yang dialami Nirmala Bonat dan Manohara," katanya.

Secara terpisah, dosen hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, NTT, Wilhelmus Wetan Songa SH.MHum juga menilai, peran para diplomat Indonesia di fora internasional nyaris tidak pernah ada, sehingga Indonesia selalu kalah dalam memperjuangkan kepentingannya di dunia internasional.

"Banyak kasus yang muncul sebagai kegagalan para diplomat kita dalam memainkan perannya di fora internasional, seperti dalam kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia dan Pulau Pasir (ashmore reef) ke tangan Australia," ujarnya.

Menurut Tanoni, tugas dan tanggungjawab yang diemban seorang diplomat tentu dijamin dengan baik oleh negara, tetapi tak diimbangi dengan kinerjanya dalam memperjuangkan kepentingan nasional.

Penulis Buku "Skandal Laut Timor, Barter Ekonomi dan Politik Canberra-Jakarta" itu kemudian mencontohkan sejumlah perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Australia di Laut Timor yang hingga kini masih menyisahkan banyak masalah serta kasus Blok Ambalat.

"Sudah 23 kali perundingan antara Indonesia dan Malaysia membahas Blok Ambalat, tetapi belum juga menemui jalan keluar. Disinilah peran dan tanggungjawab para diplomat kita patut dipertanyakan," katanya.

Ia mengharapkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyno lebih selektif lagi dalam menempatkan para diplomat di luar negeri, agar tidak mengulang kisah yang sama seperti pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang mengirim para pensiunan jadi duta besar negara sahabat yang sama sekali tidak memiliki latar belakang sebagai diplomat. (Ant/OL-7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar