01 Juni 2009

90% Pasar Tradisional Buruk

BERITA KOTA
Sabtu, 30 Mei 2009

Hanya 10% pasar tradisional di Jabar yang kondisinya tergolong baik. Pendapatan para pedagang merosot 30% per tahun. Sementara untuk merevitalisasi pasar butuh biaya besar.

SEBAGIAN besar pasar tradisional di wilayah Provinsi Jawa Barat (Jabar) kini kondisinya memrihatinkan. Dari 720 unit pasar tradisional yang tersebar di seluruh wilayah Jabar, hanya 10% yang kondisinya tergolong baik. Itupun sekadar tidak becek, tidak bau, memiliki fasilitas parkir, dan toilet umum.

Kondisi itu diungkap oleh Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jabar Dadang Suganda Jumat (29/5). Menurut dia, pasar tradisional yang tergolong masih baik hanya 70 unit di seluruh Jabar. Akibatnya, omset pedagang pasar tradisisonal di Jabar diperkirakan menyusut sekitar 30% per tahun. "Penurunan pendapatan itu lebih banyak disebabkan kondisi pasar yang tidak memadai, sehingga kian ditinggalkan konsumen," katanya.

Dijelaskan, kebijakan pemerintah membatalkan rencana revitalisasi pasar tradisional sangat memukul pedagang tradisional. Sebelumnya, lanjut dia, pedagang di pasar sangat berharap tempat usaha mereka diperbaiki supaya bisa berdampak pada peningkatan pendapatan.

Pembatalan revitalisasi pasar itu, sambung Dadang, menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pasar tradisional belum sepenuh hati. Ia memperkirakan ada campur tangan pihak swasta yang tidak menghendaki penataan pasar tradisional karena mengganggu usaha mereka.

Berdasarkan penelitian APPSI, terang Dadang, revitalisasi seluruh pasar tradisional di Jabar membutuhkan dana sekitar Rp2 triliun.

Rincinya, untuk pasar berisi di bawah 400 unit kios setidaknya dibutuhkan dana Rp700 juta sampai Rp1 miliar dan pasar yang berisi 400 - 700 unit kios dibutuhkan dana sekitar Rp2 miliar. Sementara pasar tradisional yang berisi lebih dari 700 uit kios dibutuhkan biaya Rp5 miliar.

Pasar-pasar tradisiobnal di Jabar bukan hanya buruk secara fisik, namun juga manajemen (pengelolaan)-nya. Sebab itu, banyak pasar yang tidak memberi keuntungan kepada pemerintah daerah, seperti pasar-pasar tradisional di Kabupaten Bekasi.

Dipicu kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dipastikan akan 'menjual' pasar tradisional kepada perusahaan swasta. Untuk rencana swastanisasi pasar tradisional itu, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pasar (Disperindagpar) Kabupaten Bekasi tengah menjajaki kerja sama dengan Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asprindo).

Menurut Kepala Disperindagpar Kabupaten Bekasi Drs Encep S Jaya Msi kepada Berita Kota, Jumat, swastanisasi pasar tradisional masih dibahas. Sebab, berbagai aspek harus dipertimbangkan, termasuk peraturan daerah (perda) yang mengikat status pasar tradisional, termasuk retribusi. Sebelum terjadi perubahan status pasar, katanya, perlu lebih dulu dimatangkan agar tidak salah sasaran.

"Dilihat dari pemasukan dan pengeluaran, memang ada pasar yang merugi. Namun, pasar itu tidak mungkin ditutup, sehingga wacana swastanisasi pasar tradisional yang dilontarkan Wakil Bupati Bekasi harus ditindaklanjuti. Apakah nanti pasar itu menjadi perusahaan daerah (PD) yang dikelola dan dipimpin non-PNS atau bentuk lain, masih dibahas," jelasnya.

Diakui, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Asprindo untuk mempelajari berbagai kemungkinan jika nanti pasar tradisional diswastakan. Sebab, kelak pengelola tak hanya menangani pasar, tetapi juga harus memberi kontribusi untuk pendapatan asli daerah (PAD). "Kalau pasar jadi diswastakan, harus disetujui DPRD," tandasnya. O lys/hem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar