08 April 2009

Jamaludin: Pesangon yangDiberikan Tidak Manusiawi

PHK Meluas ke Daerah

Rabu, 8 April 2009

Surabaya, Kompas - Pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan sudah menimpa buruh di 17 kota/kabupaten. Pemecatan umumnya dilakukan secara tidak prosedural, dengan alasan perusahaan bangkrut.


Kenyataan itu terungkap pada seminar tentang ketenagakerjaan yang digelar Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jawa Timur, Selasa (7/4) di Surabaya. Menurut Ketua Umum Serikat Buruh Kerakyatan (SBK) Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Syahrial Romadhon, berdasarkan data periode Januari-Maret 2009, sudah tercatat sebanyak 14.090 buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka berasal dari 90 perusahaan yang tersebar di 17 kota/kabupaten di Jatim.


Korban PHK didominasi pekerja sektor garmen, alas kaki, perkayuan, dan elektronik, terutama di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, dan Malang. "Proses PHK umumnya melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan," kata Syahrial.


Pada seminar yang dihadiri anggota DPR dan hakim Pengadilan Hubungan Industrial itu, Koordinator ABM Jatim Jamaludin mengungkapkan, dalih perusahaan memecat buruh umumnya sama. Alasan utama antara lain krisis keuangan global, order sepi, dan harga bahan baku melonjak.


Akibatnya, buruh yang terkena PHK umumnya berada pada posisi kalah karena pesangon yang diberikan relatif kecil. Ada perusahaan menetapkan pesangon hanya Rp 200.000 per tahun dikalikan masa kerja. Jadi, semisal masa kerja buruh 10 tahun, pesagon diterima hanya Rp 2 juta. Perusahaan lain memutuskan pesangon satu kali gaji pokok dan maksimal dua kali gaji pokok. "Bukan hanya proses PHK tidak prosedural, pesangon yang diberikan pun tidak manusiawi," kata Jamaludin.


Bahkan ada perusahaan mengancam pekerja akan di-PHK tanpa pesangon. Atau tetap bekerja dengan syarat perusahaan memberikan upah di bawah upah minimun yang ditetapkan di daerah tersebut, dan pekerja tidak diikutsertakan Jamsostek.


Proses PHK massal, menurut Syahrial, semakin mencemaskan karena berdasarkan laporan dari berbagai daerah, ada perusahaan justru menerima pekerja baru. "Di balik PHK justru dilakukan pengalihan status karyawan tetap menjadi kontrak," ujarnya.


Perusahaan juga mulai menekan pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh. "Ada upaya mengekang kebebasan pekerja untuk berorganissai di dalam perusahaan," tuturnya. (ETA)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar