Senin, 31 Agustus 2009
TEMPO Interaktif, Jakarta - Kaukus Parlemen untuk Ketenagakerjaan menyatakan masih banyak tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang masih tertahan dan tak bisa kembali. Koordinator Kaukus, Eva Kusuma Sundari, memperkirakan, saat ni ada sekitar 15 ribu tenaga kerja yang berada di penampungan Kedutaan Besar Indonesia.
"Kondisi mereka memprihatinkan, banyak yang mengalami penyiksaan," kata Eva dalam jumpa pers di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (31/8).
Eva mencontohkan, saat ini masih ada lebih dari 550 tenaga kerja yang tertahan di Kedutaan Besar Indonesia di Yordania. Padahal, dua tahun lalu hanya ada 54 tenaga kerja yang tertahan di sana. Selain mengalami penyiksaan, banyak di antara tenaga kerja tak lagi memiliki uang karena majikan menahan gaji mereka.
Anggota Kaukus, Nursyahbani Katjasungkana, mengatakan, para tenaga kerja itu tertahan karena belum ada ijin keluar dari pemerintah setempat. Sebagian besar majikan mereka juga meminta pertanggungjawaban dari perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia karena mengirimkan pekerja yang tak memenuhi standar usia. "Seharusnya pemerintah berusaha keras memulangkan mereka," ujarnya.
Kaukus Parlemen menilai pemerintah tak cukup serius menangai masalah ini. Eva Sundari mengatakan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi cenderung hanya menganggap para tenaga kerja menjadi sarana meningkatkan devisa negara. "Jadi, tenaga kerja hanya dianggap komoditas," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Di sisi lain, dia melanjutkan, Departemen Tenaga Kerja tak memperhatikan nasib para tenaga kerja. Permintaan anggaran pemulangan tenaga kerja dari Departemen Luar Negeri tak dipenuhi oleh Departemen Tenaga Kerja. Padahal, pemulangan itu memerlukan biaya sangat besar. "Untuk makan para tenaga kerja saja, sehari Kedutaan Besar menghabiskan Rp 300 juta," kata Nursyahbani.
Kondisi ini, kata Eva Sundari, seharusnya bisa segera dibenahi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden seharusnya memberhentikan Menteri Tenaga Kerja karena tak mampu mengurus bidangnya. "Pemerintah seharusnya mampu melindungi tenaga kerja kita," ujarnya.
PRAMONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar