09 Juni 2009

Malaysia, Lagak Orang Kaya Baru!

Lampung Pos, Selasa, 9 Juni 2009

H. Bambang Eka Wijaya

"LAGAK Malaysia pada tetangganya mirip keluarga orang kaya baru yang kementhus--sok paling hebat!" ujar Umar. "Bayangkan, sampai Presiden Yudhoyono memperingatkan jangan melakukan provokasi di Ambalat, mereka tidak peduli, tetap saja melakukan provokasi!"

"Lagak orang kaya baru pada tetangga memang selalu keterlaluan! Orang tuanya sih kalau bicara tak mungkinlah kami begini atau begitu, tetapi tingkah anak-anaknya yang kemlinthi--suka menyebalkan orang lain--dari menyiksa TKI sampai berulang mengganggu kedaulatan wilayah negara lain di Ambalat, dibiarkan saja!" sambut Amir. "Lagak itu tak terlepas dari persepsi mereka atas tetangganya! Tajuk Kompas (8-6) menyebutkan keangkuhan Malaysia melakukan provokasi laut dan menjarah hutan serta ikan hanyalah akibat, bukan sebab. Sumber persoalan utama pada bangsa Indonesia sendiri yang tak mampu meningkatkan kemajuan ekonomi, ketertiban, dan keamanan."

"Celakanya, persepsi tentang kelemahan Indonesia dibanding dengan kehebatan Malaysia itu bukan cuma ada pada pihak Malaysia!" entak Umar. "Tak kepalang, persepsi itu juga menyergap kita sendiri! Lebih sejuta warga kita berhamba sebagai kawulo--TKI--di negeri itu! Sebagian dari mereka menerima perlakuan buruk, dicambuk dan disisksa dengan berbagai cara! De facto itu tanpa diimbangi upaya memadai menegakkan rasa harga diri, harkat dan martabat warga kita oleh pemerintah yang berkewajiban melindungi warga negaranya, jadi wajar membuat orang kaya baru tetangga kita jadi makin lebih kementhus!"

"Jangankan perlindungan dan penegakan harkat-martabat warga yang jauh dari pandangan mata penguasa! Bahkan yang ada di depan mata pun, seperti pedagang kaki lima di seantero negeri, malah jadi bulan-bulanan kiprah kekerasan Polisi Pamong Praja!" timpal Amir. "Kemiskinan makin dalam, ditandai dengan gizi buruk membeludak, juga pengangguran kian masif, kalangan elitenya malah terlena oleh nikmat korupsi--dalam arti luas! Semua itu memperkuat persepsi kelemahan Indonesia pada warga sendiri, sejajar persepsi tetangga!"

"Maka itu, dari sisi lain sebenarnya kita layak bersyukur dengan keangkuhan Malaysia! Betapa keangkuhan itu, lebih-lebih dalam kasus Ambalat, telah menyulut rasa harga diri kita sebagai bangsa bermartabat! Kita merasa tidak pada tempatnya selalu dilecehkan tetangga!" tegas Umar. "Tugas para pemimpin memaknai kebangkitan rasa harga diri itu menjadi sebuah momentum membangun karakter bangsa! Mulai karakter tidak korup, sampai karakter mumpuni--menuntaskan setiap tanggung jawab secara profesional--sesuai dengan acuan proses mencapai peradaban maju!" **


Tidak ada komentar:

Posting Komentar