15 Oktober 2009

Punya KTP Pun Tetap Dijaring

OPERASI YUSTISI
Punya KTP Pun Tetap Dijaring

Jumat, 16 Oktober 2009 | 03:47 WIB

Meliani Ayu Septiani (19), mahasiswi Semester I Universitas Bina Nusantara, terperangah saat belasan anggota Satuan Polisi Pamong Praja mendatangi tempat kos Andri, teman kuliahnya, di Jalan Mandala di dekat kampus di Kemanggisan, Jakarta Barat, Kamis (15/10) sekitar pukul 09.30.

Bahkan, Meliani alias Mei yang sedang bertamu di rumah itu pun ikut dijaring operasi yustisi kependudukan. "Saya punya KTP DKI dari wilayah Jakarta Pusat. Saya sedang mengerjakan tugas kuliah bersama, tahu-tahu pintu kos digedor. Saya pikir tukang mi ayam mengantar pesanan kami berenam. Ternyata ada belasan Satpol PP dan seorang polisi di depan pintu," tutur Mei di ruang sidang yustisi di lantai empat Kantor Kecamatan Kebun Jeruk.

Kamar-kamar kosong di tempat kos pun didatangi petugas. Mereka menyelipkan selembar kertas ke kamar penghuni berisi pesan agar mendaftarkan diri ke kantor kelurahan. Adapun Mei dan teman-teman diminta menyerahkan KTP.

Menurut Mei, petugas meminta KTP mereka secara baik-baik, tetapi tidak menjelaskan sedang berlangsung operasi kependudukan. Akhirnya, sejumlah KTP dikembalikan, tetapi KTP Mei dan KTP Andhika, kakak sepupunya, tetap ditahan. "Tahu-tahu kami disuruh mengambil KTP di Kecamatan Kebun Jeruk. Padahal, kami sudah menjelaskan sedang bertamu di tempat kos teman dan menunggu jam kuliah kedua," kata Andhika yang memiliki KTP dengan alamat di Ciledug.

Sempat bersitegang, tetapi petugas Satpol PP tidak surut. Alih-alih belajar bersama dan mengikuti kuliah, Mei dan Andhika malah harus menghadiri sidang operasi yustisi di Kantor Kecamatan Kebun Jeruk.

Didenda

Dalam persidangan, keduanya didenda. Andhika denda Rp 31.000, sedangkan Mei didenda Rp 26.000. "Saya cuma punya uang Rp 20.000. Ya sudah saya berikan semua. Jaksa bilang saya kebetulan lagi apes dan diminta terima nasib," kata Andhika sambil tersenyum kecut. "Aneh, dendanya bisa berbeda begini. Ini akal-akalan cari duit dan razia yang tidak efektif," kata Mei.

Mei dan Andhika gusar karena tugas kelompok belajar mereka pun terbengkalai. Mata kuliah yang harus mereka ikuti pun terpaksa ditinggalkan karena harus hadir di sidang yustisi.

Mei dan Andhika hanyalah segelintir dari sejumlah mahasiswa yang pernah terjaring operasi yustisi kependudukan di Jakarta Barat. Tahun lalu, belasan mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang bertamu ke tempat kos teman mereka juga ikut dijaring.

Pelaksanaan operasi yustisi ini kerap dipertanyakan banyak orang. "Bukan tidak mau mengurus, Pak. Tahu sendiri berapa besar biayanya," kata seorang perempuan yang kemarin ikut disidang. Perempuan itu gusar saat diminta mengurus KTP.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta Franky Mangatas Panjaitan mengatakan, razia dilakukan agar masyarakat mau mendaftarkan diri. "Itu penting untuk database kependudukan sebagai dasar penyusunan program kesejahteraan bagi masyarakat agar tepat sasaran," kata Franky. Database itu digunakan agar program kesehatan, perumahan, dan pendidikan tepat sasaran.

Sungguh sayang, di lapangan kenyataan berbicara lain. Para mahasiswa yang beridentitas jelas pun, seperti memiliki KTP dan sedang menunggu kuliah, ikut terjaring.(IWAN SANTOSA DAN M CLARA WRESTI)


http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/16/03471851/Punya.KTP.Pun.Tetap.Dijaring


Tidak ada komentar:

Posting Komentar