20 Oktober 2009
Jakarta (ANTARA News) - Siapapun Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) yang baru, dia harus segera memulangkan tenaga kerja Indonesia (TKI) bermasalah yang angkanya mencapai ribuan di penampungan-penampungan di negara tujuan penempatan.
Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Senin, mengatakan saat ini terdapat seribuan TKI bermasalah di penampungan-penampungan milik KBRI dan mereka harus menjadi prioritas utama Menakertrans yang baru.
"Pemulangan mereka harus menjadi prioritas utama program 100 hari Menakertrans yang baru," kata Yunus.
Dia menjelaskan saat ini terdapat sekitar 600 TKI bermasalah di Kuwait, 300 di Arab Saudi, 300 di Yordania, dan sekitar 150 di Uni Emirat Arab.
Itu belum termasuk TKI bermasalah di Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia.
Yamani menilai seharusnya jumlah TKI bermasalah di penampungan di luar negeri tidak perlu sebanyak itu karena sudah dibuat sistem perlindungan bagi mereka.
Namun, kata Yamani, sistem tetaplah sekadar sistem jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Dia mencontohkan, saat ini sudah ada asuransi perlindungan TKI tetapi tidak sepenuhnya jalan karena konsorsium tidak melaksanakan kewajibannya dan pemerintah tidak mengawasi sepenuhnya.
Jika, sistem yang dibangun efektif, maka konsorsium wajib memulangkan TKI bermasalah, apapun alasannya, jika tidak maka pemerintah berhak menindaknya.
Namun, dengan adanya dualisme wewenang pengawasan penempatan TKI saat ini, yakni Depnakertrans dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) maka sistem yang dibangun menjadi tidak efektif.
BNP2TKI mengatakan wewenang pengawasan penempatan dan perlindungan TKI menjadi otoritas mereka, begitu juga dengan Depnakertrans.
Dampaknya, program penempatan dan perlindungan TKI terganggu dan perusahaan jasa TKI (PJTKI) terpecah serta bingung.
"PJTKI menjadi keranjang sampah dan kambing hitam atas permasalahan TKI meskipun mereka sudah membayar asuransi," kata Yunus.
Menimbang kondisi tersebut, Yunus menilai lebih baik jika wewenang pengawasan dan pembinaan program penempatan dan perlindungan TKI dikembalikan ke Menakertrans. "Artinya, Menakertrans merangkap menjadi Kepala BNP2TKI agar tidak terjadi lagi perebutan wewenang," kata Yunus.
Atau, dia mengusulkan BNP2TKI dibubarkan, agar uang negara tidak dihamburkan untuk mengurus program yang sama tetapi dilakukan oleh dua lembaga yang berbeda.(*)
Jakarta (ANTARA News) - Siapapun Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) yang baru, dia harus segera memulangkan tenaga kerja Indonesia (TKI) bermasalah yang angkanya mencapai ribuan di penampungan-penampungan di negara tujuan penempatan.
Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Senin, mengatakan saat ini terdapat seribuan TKI bermasalah di penampungan-penampungan milik KBRI dan mereka harus menjadi prioritas utama Menakertrans yang baru.
"Pemulangan mereka harus menjadi prioritas utama program 100 hari Menakertrans yang baru," kata Yunus.
Dia menjelaskan saat ini terdapat sekitar 600 TKI bermasalah di Kuwait, 300 di Arab Saudi, 300 di Yordania, dan sekitar 150 di Uni Emirat Arab.
Itu belum termasuk TKI bermasalah di Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Singapura, dan Malaysia.
Yamani menilai seharusnya jumlah TKI bermasalah di penampungan di luar negeri tidak perlu sebanyak itu karena sudah dibuat sistem perlindungan bagi mereka.
Namun, kata Yamani, sistem tetaplah sekadar sistem jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Dia mencontohkan, saat ini sudah ada asuransi perlindungan TKI tetapi tidak sepenuhnya jalan karena konsorsium tidak melaksanakan kewajibannya dan pemerintah tidak mengawasi sepenuhnya.
Jika, sistem yang dibangun efektif, maka konsorsium wajib memulangkan TKI bermasalah, apapun alasannya, jika tidak maka pemerintah berhak menindaknya.
Namun, dengan adanya dualisme wewenang pengawasan penempatan TKI saat ini, yakni Depnakertrans dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) maka sistem yang dibangun menjadi tidak efektif.
BNP2TKI mengatakan wewenang pengawasan penempatan dan perlindungan TKI menjadi otoritas mereka, begitu juga dengan Depnakertrans.
Dampaknya, program penempatan dan perlindungan TKI terganggu dan perusahaan jasa TKI (PJTKI) terpecah serta bingung.
"PJTKI menjadi keranjang sampah dan kambing hitam atas permasalahan TKI meskipun mereka sudah membayar asuransi," kata Yunus.
Menimbang kondisi tersebut, Yunus menilai lebih baik jika wewenang pengawasan dan pembinaan program penempatan dan perlindungan TKI dikembalikan ke Menakertrans. "Artinya, Menakertrans merangkap menjadi Kepala BNP2TKI agar tidak terjadi lagi perebutan wewenang," kata Yunus.
Atau, dia mengusulkan BNP2TKI dibubarkan, agar uang negara tidak dihamburkan untuk mengurus program yang sama tetapi dilakukan oleh dua lembaga yang berbeda.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar