JAKARTA - Dalam paparan PD Pasar Jaya di depan Gubernur Jakarta Fauzi Bowo dan jajarannya di Balai Kota Jakarta belum lama ini, PD Pasar Jaya meminta agar pemberian izin pasar modern dikaji kembali.
Permintaan itu cukup beralasan mengingat pasar modern tumbuh dan berkembang pesat, sementara pasar-pasar yang dikelola PD Pasar Jaya kian terdesak dan terhimpit oleh pasar modern.
Kehadiran pasar modern bukan hanya sekadar berkembang dan bertumbuh pesat, tetapi semakin mendekat ke areal pasar-pasar yang dibina PD Pasar Jaya. Sebanyak 150 pasar yang dikelola PD pasar Jaya semakin jauh dari konsumen yang lebih memilih berbelanja ke pasar modern. Konsumen tersedot ke pasar modern.
Keluhan PD Pasar Jaya agar izin pasar modern perlu dikaji kembali ditanggapi Asisten Sekretaris Daerah (Sekda) Bidang Perekonomian Jakarta Oloan Siregar. Dia menegaskan, pasar modern tidak bisa dihentikan.
Pasar modern muncul, tumbuh, dan berkembang karena sesuai dengan izin yang dikeluarkan. Pasar modern mempunyai persyaratan yang lengkap sehingga tidak mungkin ditolak. Selama sesuai dengan ketentuan, kata Oloan, tidak mungkin izin ditolak.
Pasar-pasar yang dikelola PD Pasar Jaya, tambah Oloan, harus berbenah, menata diri agar aman, nyaman, bersih, dan tertib sehingga bisa bersaing dengan pasar modern. Apalagi, harga di pasar-pasar yang dikelola PD Pasar Jaya tentu harganya lebih murah.
Pernyataan itu mungkin benar, tetapi Oloan Siregar mungkin lupa bahwa sebenarnya Pemda Jakarta secara tidak langsung mengebiri PD Pasar Jaya dalam membangun diri, menata diri untuk tumbuh dan berkembang sebagai pusat belanja yang bisa bersaing dengan pasar modern.
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Pasar Jaya B V Pasal 7 Ayat 2e dan Perda No 3 Tahun 2009 Bab VII Pasal 13 Ayat 2, 1e yang dilahirkan eksekutif dan legislatif secara tegas menyebutkan, setiap rencana pembangunan pasar yang mencakup rencana bangunan, penempatan pedagang, maupun harga tempat usaha harus disepakati paling kurang 60 persen pedagang eksisting aktif yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis di atas meterai.
Dalam perda ini, terlihat jelas bahwa persetujuan pedagang tidak hanya soal harga, tetapi menyangkut rencana bangunan dan penempatan pedagang. Peran pedagang sangat besar, bahkan melampaui PD Pasar Jaya yang notabene punya kios yang disewa pedagang.
Pasar sebanyak 150 buah adalah milik PD Pasar Jaya, bukan milik pedagang walaupun keberadaan pedagang sangat penting, bahkan utama untuk sebuah pasar. Anehnya, ketika pasar rusak dan harus dibenahi supaya aman, nyaman, bersih, dan tertib sehingga bisa bersaing dengan pasar modern harus mendapat persetujuan pedagang, paling kurang 60 persen.
Artinya, kalau pedagang tidak setuju, renovasi tidak jalan, perbaikan tidak bisa dilaksanakan, pasar tidak nyaman dan tetap kumuh. Padahal, pasar dimiliki PD Pasar Jaya dan biasanya renovasi dilakukan ketika sewa sudah habis. Artinya, secara yuridis pedagang tidak mempunyai hak lagi atas kios dan PD Pasar Jaya bebas melakukan renovasi.
Kenyataannya, pedagang lebih berkuasa daripada PD Pasar Jaya. Buktinya, banyak pasar belum bisa dibenahi, direnovasi, atau dibangun kembali karena adanya keberatan dari pedagang. Banyak pasar sudah bertahun-tahun tidak bisa diperbaiki karena pedagang menolak. Bertahun-tahun pula hak sewa sudah habis, tetapi tetap saja tidak bisa direnovasi karena pedagang menolak. Dampak lebih jauh, PD Pasar Jaya harus kehilangan puluhan miliar rupiah tiap tahun. Kondisi ini sudah terjadi beberapa tahun terakhir.
PD pasar tidak bisa menarik uang sewa karena hak sewa habis. PD Pasar Jaya tidak mempunyai dasar hukum menarik uang sewa karena sudah habis hak sewa walaupun pedagang tetap berdagang dan berjualan seperti biasa.
Aneh memang. Pedagang tetap saja berjualan di kios milik PD Pasar Jaya, tetapi tidak membayar sewa.
Hal ini memberi gambaran nyata bahwa pemda melalui Perda No 2 Tahun 2009 tentang PD Pasar Jaya dan Perda No 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Area Pasar secara langsung membuat PD Pasar Jaya tidak bisa berkembang sehingga mampu bersaing dengan pasar modern. Justru yang terjadi sebaliknya, Pemda Jakarta melalui Perda yang ada seakan mengebiri PD Pasar Jaya.
(andreas piatu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar