23 Juli 2009

Rp 364,9 Miliar Klaim Asuransi TKI tak Cair

Republika Newsroom
Selasa, 14 Juli 2009

JAKARTA -- Dalam tujuh bulan ini sejumlah Rp364.997.000.000 klaim asuransi TKI bermasalah tak bisa dicairkan karena berbagai hal.Di antaranya karena ketidakmampuan LBH Kompar mengklaim asuransi atas nama TKI dan berbelit persyaratan yang harus dilengkapi, kata Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, kondisi itu juga menunjukkan sistem perlindungan TKI melalui program asuransi tidak tepat sasaran dan merugikan TKI. "Karena itu, kami meminta pemerintah membubarkan konsorsium asuransi yang ada karena tidak memecahkan permasalahan TKI," pinta Yunus.

Dikemukakan pula, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menunjuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kompar sebagai lembaga yang mengurus klaim asuransi TKI bermasalah yang pulang ke tanah air melalui bandar udara.

Namun, dalam tujuh bulan terakhir saja terdapat 16.221 kasus TKI bermasalah yang ditempatkan oleh 488 perusahaan jasa TKI (PJTKI), dan dari angka tersebut hanya 232 kasus yang yang bisa diklaim. "Itu pun dicairkan hanya 30 persen dari dari besaran klaim yang diajukan," kata Yunus.

Dia mengaku mendapat data tersebut dari LBH Kompar setelah mereka kewalahan mengajukan klaim ke lima konsorsium asuransi. Kondisi itu, menurut Yunus, menunjukkan tujuan pembentukan konsorsium perusahaan asuransi yang kini jumlah lebih dari lima, sudah tidak tepat. "Konsorsium yang seharusnya melindungi dan membela TKI, kini menjadi `celengan semar` atau tempat menghimpun dana bagi keuntungan perusahaan asuransi dan broker serta oknum yang terlibat di dalamnya," kata Yunus.

Jumlahnya, menurut Yunus lagi, dalam dua tahun terakhir sudah mencapai triliunan rupiah karena setiap PJTKI wajib membayar premi asuransi Rp400.000 perorang. Ketika ditanya, siapa yang bertanggungjawab atas kondisi ini, Yunus mengatakan Depnakertrans yang tidak mampu mengawasi dan mengefektifkan konsorsium asuransi yang ditunjuknya dan BNP2TKI yang menunjukkan lembaga bantuan hukum yang tidak mampu membela kepentingan TKI.

Dia juga melihat kualitas TKI yang ditempatkan saat ini menurun, yakni TKI bermasalah yang pulang ke tanah air melonjak tajam. Jika dalam tujuh bulan terdapat 16.221 kasus TKI bermasalah it berarti rata-rata per bulan terdapat lebih dari 2.317 TKI bermasalah setiap bulan. Jika rata-rata penempatan akhir-akhir ini mencapai 40.000 TKI per bulan maka terdapat lebih dari lima persen TKI bermasalah dan itu sudah melebihi ambang batas yang ditolerir.

"Jadi, selama ini kita menempatkan sebagian TKI tak berkualitas, sementara lembaga pendidikan, sertifikasi, kesehatan dan uji kompetensi atas TKI, katanya, sudah dilaksanakan. Dimana salahnya?" tanya Yunus.

Menimbang kondisi tersebut, dia meminta agar pemerintah membubarkan konsorsium asuransi yang ada. Pasalnya, karena selama ini mereka tidak memiliki wewenang untuk melindungi TKI di negara tujuan penempatan. Dia mengusulkan agar pemerintah merancangkan ulang sistem perlindungan TKI dengan mempertimbangkan tawaran sejumlah negara yang mensyaratkan setiap TKI yang direkrut harus dilindungi oleh perusahaan asuransi negara tujuan penempatan, seperti Uni Emirat Arab.Sejumlah negara lain, seperti Yordan, Saudi, dan Kuwait juga mulai mengajukan syarat yang sama. ant/kpo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar