Selasa, 04/08/2009
Irul Hamdani - detikSurabaya
Banyuwangi - Satu lagi seorang TKW asal Indonesia yang bekerja di Taiwan meninggal dunia. Jenazah korban bernama Suprihatin (37), asal Dusun Umbulrejo Desa Bagorejo Kecamatan Srono, Banyuwangi itu kini terkatung-katung di tempatnya mencari nafkah.
Suprihatin dikabarkan meninggal dunia sekitar pukul 11.00 WIB, Jumat (31/7/2009) siang. Kabar itu diterima Sohibullah (43), suami korban dari Sri Wahyuningsih, kakak iparnya yang juga bekerja di Taiwan. Korban meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun kronologis kejadian musibah tersebut belum jelas.
Kakak korban sendiri mengaku mendapat kabar duka setelah ditelepon polisi Taiwan. Saat itu kondisi korban dalam keadaan koma di salah satu rumah sakit di Taiwan.
"Katanya kecelakaan saat naik sepeda motor, tapi tidak jelas bagaimana ceritanya, kecelakaan dengan apa," jelas Sohibullah saat ditemui detiksurabaya.com di rumahnya, Selasa (4/8/2009) siang.
Ironisnya, kabar duka diterima Sohibullah selang satu hari setelah dirinya berkomunikasi dengan istrinya melalui telepon seluler. Saat itu korban hanya menanyakan kabar anak serta keluarga. Tak ada tanda-tanda jika Suprihatin akan pergi secepat itu.
"Istri saya terakhir itu bilang kalau tanggal 5 Agustus besok mau kirim uang. Uang itu buat biaya sekolah anak kami yang baru masuk SMA," kenang Sohibullah berkaca-kaca yang siang itu ditemani Suyoto, mertuanya.
Semenjak berangkat ke Taiwan pertengahan 2005 lalu, Suprihatin nyaris tak mendapat masalah apapun. Komunikasi atau urusan transfer uang ke keluarga lancar. Ibu dua anak tersebut berangkat melalui PT Sekar Tanjung yang berkantor di Jakarta, tepatnya di Bekasi Timur.
Korban direkrut oleh sponsor (calo.red) bernama Imron yang mengaku beralamat di Dusun Mojoroto Desa/Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Karena pernahberkerja di Taiwan, korban tidak perlu lama di penampungan PJTKI. Setelah 2 bulan berada di Jakarta, akhirnya Suprihatin terbang menuju ke Taiwan.
"Anak saya dulu pernah ke Taiwan juga, yang terakhir ini berangkat melalui sponsor bernama Imron," jelas Suyoto, bapak kandung korban.
Pihak keluarga korban kini tak tahu harus berbuat apa, meski di negeri Ginseng tersebut masih ada Sri Wahyuningsih yang diharapkan mengurus kepulangan jenazah adiknya. Namun hal itu tak dapat dilakukan mengingat Sri sendiri masih terikat kontrak kerja dengan majikannya. Terlebih jarak antara tempat dia berkerja dengan tempat tinggal korban berjauhan.
Sebenarnya, pihak keluarga mendapat tawaran bantuan dari KBRI di Taiwan. Namun harapan itu pun seakan sirna setelah mereka 'ditodong' harus menyediakan uang sebesar Rp 160 juta sebagai biaya pemulangan jenazah. Atau Rp 20 juta jika jenazah dikebumikan di Negeri Ginseng tersebut. Uang ratusan juta itu harus ditanggung pihak keluarga setelah korban diduga TKW ilegal karena telah melarikan diri dari majikan pertamanya.
"Saya ditelepon laki-laki yang mengaku bernama Pak Pangku, petugas KBRI di Taiwan. Katanya diminta sediakan uang pemulangan itu. Atau uang Rp 20 juta jika jenazah dikubur di sana plus pajak tempat kuburan pertahunnya. Istri saya katanya ilegal, padahal berangkat secara resmi," tambah Sohibullah keheranan.
Pihak KBRI, lanjut Sohibullah, juga memberikan alternatif lain. Yakni bantuan finansial, yang birokrasi memakan waktu berbulan-bulan. Itu pun dana hanya bisa cair separuhnya. Sisanya, KBRI akan mencarikan bantuan di Taiwan. Tawaran itu pun ditolak oleh pihak keluarga mengingat bagaimana nantinya kondisi mayat jika tidak segera dikebumikan.
Keluarga hanya bisa pasrah. Jangankan uang ratusan juta, sebagai biaya selamatan kematian korban, pihak keluarga mengaku harus menjual kambing mereka. Dan ditambah dengan uang utangan dari para tetangga. Mereka berharap ada kepedulian dan tindakan dari pemerintah agar jenazah korban dapat dikebumikan di tanah kelahirannya.
(fat/fat)
Irul Hamdani - detikSurabaya
Banyuwangi - Satu lagi seorang TKW asal Indonesia yang bekerja di Taiwan meninggal dunia. Jenazah korban bernama Suprihatin (37), asal Dusun Umbulrejo Desa Bagorejo Kecamatan Srono, Banyuwangi itu kini terkatung-katung di tempatnya mencari nafkah.
Suprihatin dikabarkan meninggal dunia sekitar pukul 11.00 WIB, Jumat (31/7/2009) siang. Kabar itu diterima Sohibullah (43), suami korban dari Sri Wahyuningsih, kakak iparnya yang juga bekerja di Taiwan. Korban meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun kronologis kejadian musibah tersebut belum jelas.
Kakak korban sendiri mengaku mendapat kabar duka setelah ditelepon polisi Taiwan. Saat itu kondisi korban dalam keadaan koma di salah satu rumah sakit di Taiwan.
"Katanya kecelakaan saat naik sepeda motor, tapi tidak jelas bagaimana ceritanya, kecelakaan dengan apa," jelas Sohibullah saat ditemui detiksurabaya.com di rumahnya, Selasa (4/8/2009) siang.
Ironisnya, kabar duka diterima Sohibullah selang satu hari setelah dirinya berkomunikasi dengan istrinya melalui telepon seluler. Saat itu korban hanya menanyakan kabar anak serta keluarga. Tak ada tanda-tanda jika Suprihatin akan pergi secepat itu.
"Istri saya terakhir itu bilang kalau tanggal 5 Agustus besok mau kirim uang. Uang itu buat biaya sekolah anak kami yang baru masuk SMA," kenang Sohibullah berkaca-kaca yang siang itu ditemani Suyoto, mertuanya.
Semenjak berangkat ke Taiwan pertengahan 2005 lalu, Suprihatin nyaris tak mendapat masalah apapun. Komunikasi atau urusan transfer uang ke keluarga lancar. Ibu dua anak tersebut berangkat melalui PT Sekar Tanjung yang berkantor di Jakarta, tepatnya di Bekasi Timur.
Korban direkrut oleh sponsor (calo.red) bernama Imron yang mengaku beralamat di Dusun Mojoroto Desa/Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Karena pernahberkerja di Taiwan, korban tidak perlu lama di penampungan PJTKI. Setelah 2 bulan berada di Jakarta, akhirnya Suprihatin terbang menuju ke Taiwan.
"Anak saya dulu pernah ke Taiwan juga, yang terakhir ini berangkat melalui sponsor bernama Imron," jelas Suyoto, bapak kandung korban.
Pihak keluarga korban kini tak tahu harus berbuat apa, meski di negeri Ginseng tersebut masih ada Sri Wahyuningsih yang diharapkan mengurus kepulangan jenazah adiknya. Namun hal itu tak dapat dilakukan mengingat Sri sendiri masih terikat kontrak kerja dengan majikannya. Terlebih jarak antara tempat dia berkerja dengan tempat tinggal korban berjauhan.
Sebenarnya, pihak keluarga mendapat tawaran bantuan dari KBRI di Taiwan. Namun harapan itu pun seakan sirna setelah mereka 'ditodong' harus menyediakan uang sebesar Rp 160 juta sebagai biaya pemulangan jenazah. Atau Rp 20 juta jika jenazah dikebumikan di Negeri Ginseng tersebut. Uang ratusan juta itu harus ditanggung pihak keluarga setelah korban diduga TKW ilegal karena telah melarikan diri dari majikan pertamanya.
"Saya ditelepon laki-laki yang mengaku bernama Pak Pangku, petugas KBRI di Taiwan. Katanya diminta sediakan uang pemulangan itu. Atau uang Rp 20 juta jika jenazah dikubur di sana plus pajak tempat kuburan pertahunnya. Istri saya katanya ilegal, padahal berangkat secara resmi," tambah Sohibullah keheranan.
Pihak KBRI, lanjut Sohibullah, juga memberikan alternatif lain. Yakni bantuan finansial, yang birokrasi memakan waktu berbulan-bulan. Itu pun dana hanya bisa cair separuhnya. Sisanya, KBRI akan mencarikan bantuan di Taiwan. Tawaran itu pun ditolak oleh pihak keluarga mengingat bagaimana nantinya kondisi mayat jika tidak segera dikebumikan.
Keluarga hanya bisa pasrah. Jangankan uang ratusan juta, sebagai biaya selamatan kematian korban, pihak keluarga mengaku harus menjual kambing mereka. Dan ditambah dengan uang utangan dari para tetangga. Mereka berharap ada kepedulian dan tindakan dari pemerintah agar jenazah korban dapat dikebumikan di tanah kelahirannya.
(fat/fat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar