Kamis, 20 Agustus 2009
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, istilah "majikan" yang mempekerjakan TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di luar negeri dipandang tidak tepat lagi digunakan.
"Karena bias dengan masa lalu yang kelabu terkait banyaknya TKI PLRT yang mengalami tindak kekerasan," kata Jumhur di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, istilah tersebut memberi makna hubungan feodalistis antara majikan dengan pembantu atau tuan dengan budak.
Menurut Jumhur, istilah majikan TKI juga bisa mengesankan hubungan yang eksploitatif antara pengguna dengan TKI padahal TKI berangkat ke luar negeri untuk tujuan bekerja secara bermartabat (terhormat) bukan untuk menjadi budak atau dijadikan korban eksploitasi pihak mana pun.
"Karena itu istilah majikan bagi TKI PLRT tidak perlu digunakan dan harus diganti dengan istilah pengguna atau user sehingga hubungan yang tercipta adalah kesetaraan, kemartabatan, serta diikat berdasarkan perjanjian maupun tanggung jawab pekerjaan di antara TKI dengan pengguna," kata Jumhur menjelaskan.
Istilah pengguna (user) TKI PLRT lebih bermakna positif dan tidak akan mengesankan hubungan yang sangat timpang atau bersifat diskriminatif, kata Jumhur.
"Pengguna TKI juga akan lebih menghargai pekerjaan TKI PLRT sekaligus menjauhi tindak kesewenang-wenangan pada TKI,akibat hubungannya yang diletakkan setara alias lebih mengutamakan hubungan kerja," kata Jumhur.
Hubungan kerja yang setara itu, kata Jumhur, pada akhirnya juga membangun harmoni antara pengguna dengan TKI, dan kemudian menanamkan rasa saling percaya atau pun pengertian di kedua pihak.
"Jadi, mulai sekarang ke depan harus mengganti istilah majikan TKI dengan pengguna TKI demi kemartabatan TKI," ujarnya. (*)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, istilah "majikan" yang mempekerjakan TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di luar negeri dipandang tidak tepat lagi digunakan.
"Karena bias dengan masa lalu yang kelabu terkait banyaknya TKI PLRT yang mengalami tindak kekerasan," kata Jumhur di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, istilah tersebut memberi makna hubungan feodalistis antara majikan dengan pembantu atau tuan dengan budak.
Menurut Jumhur, istilah majikan TKI juga bisa mengesankan hubungan yang eksploitatif antara pengguna dengan TKI padahal TKI berangkat ke luar negeri untuk tujuan bekerja secara bermartabat (terhormat) bukan untuk menjadi budak atau dijadikan korban eksploitasi pihak mana pun.
"Karena itu istilah majikan bagi TKI PLRT tidak perlu digunakan dan harus diganti dengan istilah pengguna atau user sehingga hubungan yang tercipta adalah kesetaraan, kemartabatan, serta diikat berdasarkan perjanjian maupun tanggung jawab pekerjaan di antara TKI dengan pengguna," kata Jumhur menjelaskan.
Istilah pengguna (user) TKI PLRT lebih bermakna positif dan tidak akan mengesankan hubungan yang sangat timpang atau bersifat diskriminatif, kata Jumhur.
"Pengguna TKI juga akan lebih menghargai pekerjaan TKI PLRT sekaligus menjauhi tindak kesewenang-wenangan pada TKI,akibat hubungannya yang diletakkan setara alias lebih mengutamakan hubungan kerja," kata Jumhur.
Hubungan kerja yang setara itu, kata Jumhur, pada akhirnya juga membangun harmoni antara pengguna dengan TKI, dan kemudian menanamkan rasa saling percaya atau pun pengertian di kedua pihak.
"Jadi, mulai sekarang ke depan harus mengganti istilah majikan TKI dengan pengguna TKI demi kemartabatan TKI," ujarnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar