27 Agustus 2009

Tolak Konvensi perlindungan PRT, Depnakertrans Dikecam

19 Agustus 2009


Jakarta, CyberNews. Jakerla (Jaringan Kerja Layak) untuk PRT menyatakan menolak keputusan Depnakertrans RI yang menolak adanya konvensi perlindungan PRT.

"Ini adalah langkah mundur dan cenderung membiarkan pelanggengan kerja paksa dan praktek perbudakan terhadap PRT," tulis Jakerla dalam siaran persnya, Rabu (19/8).

Oleh karena itu, Jakerla mendesak Depnakertrans RI untuk mempertimbangkan kembali penolakannya terhadap pembentukan konvensi ILO untuk perlindungan PRT. "Realitas menunjukkan bahwa pelanggaran HAM kerap terjadi pada Pekerja Rumah Tangga (PRT) - yang mayoritas adalah perempuan dan anak, pelanggaran atas hak anak dan atas hak pendidikan. Kekerasan yang bisa dalam berbagai bentuk sangat mudah terjadi padanya, mulai dari asalnya, ketika bermigrasi, di tempat kerjanya dan juga pasca bekerja," kata Jakerla.

Berdasarkan Sakernas BPS 2008, data Migrant Care, dan estimasi ILO Tahun 2009 dari berbagai sumber data, PRT merupakan kelompok pekerja perempuan terbesar secara global: lebih dari 100 juta PRT di dunia, lebih dari 3 juta PRT domestik di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT migran dari Indonesia - PRT sampai saat ini menempati posisi teratas sebagai tujuan migrasi tenaga kerja Indonesia. "Angka di atas itupun tidak bisa menjangkau semua PRT-PRTA yang di dalam semua keluarga/rumah yang mempekerjakannya," kata Koordinator JAKERLA untuk PRT Lita Anggraini.

Jumlah ini, kata Lita, akan terus meningkat seiring dengan keterpaksaan perempuan-perempuan desa yang tidak bisa mencari pekerjaan di desa, petani meskin, dan meningkatnya angka putus sekolah yang memaksa anak-anak desa mencari pekerjaan ke kota sebagai PRT.

Melihat dari jumlahnya bahwa PRT ini adalah segmen pekerja yang sangat dibutuhkan untuk jutaan rumah tangga, yang memungkinkan anggota rumah tangga menjalankan berbagai jenis aktivitas publik dan di segala sektor. Realitas
menunjukkan karir, profesionalitas, kesejahteraan keahlian di berbagai bidang juga karena peran "tokoh di belakang layar" yaitu "PRT", karena tugas-tugas domestik digantikan oleh Pekerja Rumah Tangga.

"Maka bisa dibayangkan rantai elemen kontribusi ekonomi, sosial dan kerja ratusan ribu dan jutaan orang di segala sektor penyelenggaraan negara dan melewati batas negara, pendidikan, pengembangan iptek, usaha: industri barang, jasa, hiburan juga karena kontribusi PRT," sebut Lita.

Namun demikian, dalam realitasnya, Pekerja Rumah Tangga ini rentan berbagai kekerasan dari fisik, psikis, ekonomi, sosial. "PRT berada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak, situasi perbudakan. PRT mengalami pelanggaran hak-haknya," tegas Lita.

Untuk diketahui, JALA PRT terdiri dari Atma Solo, Bupera FSPSI Reformasi, Care International Indonesia, Institut Perempuan Bandung, ICM, Koalisi Perempuan Indonesia, Kongres Operata Yogyakarta, Kapal Perempuan, SAKPPD Surabaya, LA Perempuan Damar Lampung, LARD Mataram, LBHP2I Makassar, LBH APIK Jakarta, LBH Bali, Mitra ImaDei, Migrant Care, Muslimat Jatim, Ngadek Sodek Parjuga Madura, OWA Palembang, OPERATA Semarang, dan Perisai Semarang.

Selain itu juga Perempuan Khatulistiwa Pontianak, PP Fatayat NU, Rifka Annisa, RUMPUN Tjoet Njak Dien, RUMPUN Gema Perempuan, Sahabat Perempuan, Serikat PRT Tunas Mulia, SBPY, SPEKHAM, SP Kinasih, Surabaya Child Crisis Center , SUER Samarinda, YPHAI dan para individu lainnya.

( MH Habib Shaleh / CN08 )


start: 0000-00-00 end: 0000-00-00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar