27 Agustus 2009

Terjerat Feodalisme, Kultur, dan Agama

Selasa, 25 Agustus 2009

Sinar Harapan

JAKARTA - Arab Saudi merupakan negara yang pa­ling tertutup, tidak memudahkan PRT untuk mengakses dunia luar. Keunikan inilah yang memotivasi Yuniyanti Chuzaifah untuk mengambil disertasi dengan tema "Pekerja Rumah Tangga Migran Indonesia di Arab Saudi". Saat ini, ia merupakan kandidat PhD antropologi di Universitas Amsterdam. Dia pernah juga aktif di Solidaritas Perempuan dan studi tentang gender di Universitas Leiden.


Beberapa kali Yuniyanti menyebut kasus Sulastri yang menggerakkannya untuk membantu PRT. Kasus ini mencuat tahun 1990-an. Sulastri adalah PRT yang be­kerja di keluarga Muchdarsyah Sinungan (anggota MPR dan Ketua Bagian Sosial-Ekonomi SPSI). Ia mengaku disiksa oleh Muchdarsyah bersama istri dan adik-adik iparnya sehingga kepalanya botak, hidung jadi tidak mulus, dan ada bekas halus setrikaan di badan. Namun akhirnya Muchdarsyah dibebaskan oleh pengadilan dengan alasan tidak ada saksi dalam kasus tersebut. 


Berikut petikan wawancara SH dengan Yuniyanti.


Mengapa Anda tertarik memperjuangkan PRT?


Karena sejak awal kuliah di IAIN, saya melihat ada ketidakadilan dalam kasus PRT Sulastri sekitar tahun 1990-an. Lalu mulailah saya menggarap kaum perempuan di beberapa tempat termasuk Tangerang dan Depok. PRT itu seperti warga marginal, haknya dari A-Z tidak diperhatikan. Mereka tidak disadarkan bahwa mereka mempunyai hak. Tetapi pemerintah selalu bilang jumlah PRT yang me­ngalami masalah hanya sedikit. Maka kemudian saya menyisir ke daerah-daerah.  

Apa persoalan mendasar yang dihadapi PRT?

Feodalisme, kultur dan agama. Perempuan dipandang sebagai pekerja rendahan. Malah dalam tradisi Jawa, PRT bisa menjadi status identitas, yaitu untuk meningkatkan derajat sang majikan. Di Filipina pun, PRT yang mengenakan baju seragam bisa dijadikan simbol kebanggaan. Sementara di Arab, ada kultur perbudakan. 


Di Arab terjadi perkembangan yang tidak pararel. Banyak muncul orang kaya baru (OKB) dengan anak banyak dan rumah banyak, tetapi PRT-nya tetap satu orang. Perumahan elite di Arab tambah banyak, tapi soal PRT tetap saja. Jadi image bahwa negara maju bisa membikin kita kaya, itu tidak benar.

Bagaimana dengan gaji?

PRT dari Indonesia yang bekerja di Arab dibayar 600 real, padahal dari Filipina digaji 800 real. Ini terjadi karena persaingan di dunia internasional. Indonesia berprinsip, yang penting warganya bisa bekerja di luar negeri sehingga mempersilakan gaji di Arab hanya 600 real. Sedangkan Filipina, pemerintahnya melakukan negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi sehingga bayaran PRT-nya lebih tinggi.


Padahal dari segi bahasa, orang Indonesia lebih mahir berbahasa Arab dibandingkan dengan yang dari Filipina. Biasanya hanya dilatih tiga bulan maka PRT dari Indonesia sudah fasih berbahasa Arab dan membaca Al-Quran. Jadi sebetulnya tidak ada alasan untuk menggaji PRT Indonesia dengan bayaran rendah.

Bagaimana upaya perbaikan ke depan?


Sejak prapemberangkatan, seharusnya ada training panjang untuk PRT. Tetapi yang saya lihat di lokasi agen-agen, tidak ada pelatihan-pelatihan supaya hemat biaya. Paling tidak, ini terjadi sampai tahun 2005. Sebaliknya, training yang dilakukan selama ini tidak relevan. Misalnya, calon PRT diajari table manner, cara menata meja makan. Padahal di Arab, orang makan pakai tangan.


Selain itu, diajari tentang disiplin yang berlebihan. Ada 15 larangan bagi PRT di Arab, misalnya dilarang mengangkat telepon di rumah majikan, dilarang berbicara dengan orang luar, dan dilarang keluar pintu gerbang. Jadi selama ini agen di Indonesia lebih menyiapkan tentang kedisiplinan daripada mempersiapkan hak-hak PRT.


Belum lagi soal space untuk laki-laki dan perempuan. Space seperti ini kan di Indonesia tidak ada perbedaan, tetapi di Arab berbeda, padahal seorang PRT harus membersihkan semua ruangan. Jadi perkosaan bisa terjadi karena ini. Bisa juga terjadi kekerasan karena si istri jadi cemburu dengan PRT karena masuk ke ruangan laki-laki. Selain itu, bagi kita muslimah yang baik itu harus selalu tersenyum, sementara di Arab tersenyum adalah simbol mau diajak melakukan kegiatan secara seksual.

Apakah selama ini pihak agen dikontrol oleh pemerintah?
Semestinya begitu. Tetapi setiap perusahaan atau PT harus mempunyai deposit Rp 500 juta, sehingga bagi PT yang kecil dan tidak mampu menyediakan deposit Rp 500 juta, menyelundupkan calon-calon PRT secara ilegal ke negara-neara yang belum siap atau negara kecil seperti di Timur Tengah.

Bagaimana dengan studi Anda?
Saya melihat bagaimana hubungan politisasi agama dan gender, bagaimana agama ditarik oleh lembaga dan elemen seperti ulama, pemerintah dan lain-lain. Misalnya, setiap buruh migran selama di luar negeri harus ditemani oleh muhrimnya.


Banyak kelompok agama yang mempolitisasi dan membisniskan orang yang akan berangkat menjadi PRT migran. Misalnya, dengan cara menawarkan pemasangan susuk dan magic untuk menjual tenaga kerja wanita (TKW). Hal seperti ini biasanya terjadi di Jawa Timur, Cianjur dan Karawang.


Banyak buruh migran yang menggunakan susuk, hanya karena tidak ada jaminan dari pemerintah Indonesia, pihak agen dan pengirim, terhadap mereka selama tinggal di luar negeri. Maka mereka memakai spiritualitas dan dukun-dukun. Padahal, bisa jadi ini hanya sugesti. Misalnya, bagaimana mereka nanti di Malaysia bisa menghilang sehingga tidak tertangkap polisi. 


Ketidakadilan juga terjadi ketika seorang suami yang di­tinggal istrinya ke luar negeri bisa menikah secara temporer, sedangkan pihak istri tidak bisa kawin lagi. 


Di Arab sekarang sudah banyak kemajuan?
Sekarang di Arab lebih terbuka karena banyak pelajarnya yang studi ke negara sekuler seperti Inggris. Malah ada semacam "kompetisi" antara ulama yang fundamentalis dengan yang progresif. Di masjid, ulama yang progresif lebih banyak, mungkin ini karena pengaruh internet. Bacaan yang beredar di masyarakat juga sulit dikontrol. Human right watch pun sekarang bisa dibuka di sana, padahal dulu peneliti dari Amerika bisa dibunuh.

Saat ini berapa jumlah PRT Indonesia yang bekerja di Arab?
Negara-negara lain kan sudah melarang warganya bekerja di Arab karena alasan violence sexsual. Tetapi kalau mau mengatakan soal persentase sulit, karena ada yang ilegal. Ini memang unik, ada yang menjadi PRT lewat cara naik haji atau umrah. Visa umrah berlaku 20 hari, setelah itu mereka menjadi PRT ilegal. Tetapi ada juga yang sengaja menjadi PRT dulu supaya akhirnya bisa naik haji. Ini cara orang Islam proletar supaya bisa naik haji.
 (wahyu dramastuti)


start: 0000-00-00 end: 0000-00-00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar