Senin, 10 Agustus 2009
TEMPO Interaktif, Jakarta - Meski Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah mencabut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.22/2008 tentang penempatan dan perlindungan tenaga Kerja Indonesia diluar negeri, tetapi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) merasa geraknya masih dibatasi. "Menurut saya ini seperti melecehkan hukum,"" ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jumhur Hidayat ketika ditemui di Hotel J.W Marriot, Jakarta, Senin (10/8)
Kamis pekan lalu (6/8), Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno menandatangani empat peraturan menteri. Keempatnya adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 15/MEN/MEN/VIII/2009 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 16/MEN/MEN/VIII/2009 tentang Tata Cara Penerbitan Surat izin Pengerahan Calon Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri bagi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta ; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 17/MEN/MEN/VIII/2009 tentang Penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 18/MEN/MEN/VIII/2009 tentang Bentuk, Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri.
Peraturan-peraturan tersebut, dinilai Jumhur, tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja Badan Nasional. "Sejak Pebruari lalu, tidak ada satupun Pemerintah Daerah yang menjalankan Permen 22/2008," ungkapnya. Proses pengiriman tenaga kerja masih melalui Balai Pelayanan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, yang Ia pimpin. Bukan lewat Dinas Tenaga Kerja setempat, sesuai amanat Permenakertrans No 22/2008.
Erman pada Jumat (7/8) lalu, menyatakan dampak empat peraturan tersebut adalah kewajiban Surat Izin Pengerahan (SIP) dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dibawah kendali Menteri. "Yang mengatur harus menteri, agar penomorannya tidak terjadi seperti kasus pemalsuan KTP(Kartu Tanda Penduduk)," ujarnya di Kantor Kementerian Kesejahteraaan Rakyat, Senin (10/8). Tujuannya agar pendataan nomor induk tenaga kerja ada di Departemen, meski penerbitan surat dan kartu tetap di daerah.
Menurut Jumhur, Pemerintah Daerah tidak punya dana untuk mencetak kartu-kartu tersebut. "Uangnya dari mana," imbuhnya. Pemerintah pusat selama ini memberikan anggaran pencetakan dan pengeluaran kartu ke Badan Nasional. "Jadi sudahlah, itu tidak perlu dikomentari lagi," tegas Jumhur Hidayat. Pihaknya tetap jalan terus sesuai putusan Mahkamah Agung. Jumhur berpendapat peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi selama ini justru melanggar aturannya sendiri. "Yang membuat peraturan siapa dan yang melanggar siapa," jelasnya.
Peraturan menteri No.22/2008 saja, ia menambahkan, hanya berjalan di Jakarta. "Itu pun Departemen, yang menjalankan bukan Dinas Tenaga Kerja," imbuh Jumhur. Di berbagai daerah pun, katanya, yang berjalan tetap Balai Pelayanan Tenaga Kerja yang secara struktural berada dibawah koordinasi BNP2TKI yang Ia pimpin.
DIANING SARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar