Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia Anis Hidayah mengharapkan pemerintah Indonesia untuk tidak memenuhi keinginan Malaysia mencabut moratorium (penghentian sementara) pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke negeri jiran itu.
"Menurut saya pemerintah jangan sekali-sekali mencabut moratorium sepanjang Malaysia belum menyetujui proposal Indonesia dalam revisi nota kesepahaman (MoU) TKI di negeri tetangga itu," kata Anis yang ketika dihubungi Rabu, sedang berada di Hongkong.
Ia mengkritik pernyataan delegasi Malaysia seperti dikutip media massa bahwa jumlah kasus penganiayaan terhadap TKI hanya 0,05 persen. Dengan alasan itu, pihak Malaysia meminta Indonesia segera mencabut moratorium.
"Itu sebuah alasan yang tidak mendasar. Penganiayaan terhadap TKI jelas-jelas merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, tidak pas kiranya kalau kasus pelanggaran HAM diukur dari jumlahnya yang hanya 0,05 persen," kata Anis.
Dia melihat, pelanggaran HAM oleh majikan terhadap TKI telah dilakukan secara sistematis, dan tidak bisa ditoleransi. Karena itu, harus ada perjuangan dari pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak dan perlindungan bagi TKI.
Menjawab butir-butir yang harus diperjuangkan pemerintah Indonesia, Anis merinci, paspor harus di tangan TKI, pemberian upah secara layak, adanya jaminan hari libur, dan kebebasan TKI untuk berserikat.
Meski ada perjuangan dari pemerintah untuk melakukan diplomasi dengan Malaysia, Anis mengaku tidak optimistis akan mencapai hasil yang optimal sebagaimana yang diharapkan.
Hanya saja, ia mengaku sangat menghargai upaya pemerintah Indonesia yang sudah berkomitmen untuk meningkatkan diplomasi politik dengan Malaysia, dalam memperjuangkan dan melindungi hak-hak TKI. (*)
"Menurut saya pemerintah jangan sekali-sekali mencabut moratorium sepanjang Malaysia belum menyetujui proposal Indonesia dalam revisi nota kesepahaman (MoU) TKI di negeri tetangga itu," kata Anis yang ketika dihubungi Rabu, sedang berada di Hongkong.
Ia mengkritik pernyataan delegasi Malaysia seperti dikutip media massa bahwa jumlah kasus penganiayaan terhadap TKI hanya 0,05 persen. Dengan alasan itu, pihak Malaysia meminta Indonesia segera mencabut moratorium.
"Itu sebuah alasan yang tidak mendasar. Penganiayaan terhadap TKI jelas-jelas merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, tidak pas kiranya kalau kasus pelanggaran HAM diukur dari jumlahnya yang hanya 0,05 persen," kata Anis.
Dia melihat, pelanggaran HAM oleh majikan terhadap TKI telah dilakukan secara sistematis, dan tidak bisa ditoleransi. Karena itu, harus ada perjuangan dari pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak dan perlindungan bagi TKI.
Menjawab butir-butir yang harus diperjuangkan pemerintah Indonesia, Anis merinci, paspor harus di tangan TKI, pemberian upah secara layak, adanya jaminan hari libur, dan kebebasan TKI untuk berserikat.
Meski ada perjuangan dari pemerintah untuk melakukan diplomasi dengan Malaysia, Anis mengaku tidak optimistis akan mencapai hasil yang optimal sebagaimana yang diharapkan.
Hanya saja, ia mengaku sangat menghargai upaya pemerintah Indonesia yang sudah berkomitmen untuk meningkatkan diplomasi politik dengan Malaysia, dalam memperjuangkan dan melindungi hak-hak TKI. (*)
COPYRIGHT © 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar