07 Desember 2009

Sudah Gila, Ditolak Rumah Sakit Pula

Kamis, 03 Desember 2009 13:55
Sudah Gila, Ditolak Rumah Sakit Pula


BEKASI – Nasib warga penderita sakit jiwa memang mengenaskan.


Setidaknya ini dialami warga penderita sakit jiwa yang ditampung di Yayasan Galuh di Kota Bekasi. Mereka ditolak rumah sakit ketika ingin berobat. Siapa peduli?
Bila saja tidak ada Yayasan Galuh yang diasuh Gendu Mulatif itu, entah apa jadinya penderita sakit jiwa di Kota Bekasi. Mereka dipastikan berkeliaran di muka umum dan akan merusak wajah daerah penyangga Ibu Kota yang satu ini.
Di yayasan ini, terdapat 280 orang yang menderita gangguan kejiwaan. Sehari-hari mereka disebut sebagai orang gila karena memang tidak waras atau mengalami keterbelakangan mental.
Yayasan ini berlokasi di Kampung Sepatan, Gang Bambu Kuning RT 03/02, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Salah satu kendala yang harus dihadapi dan ditangani pengasuh di yayasan itu, seperti diungkapkan Kepala Pelayanan Rehabilitasi Yayasan Galuh Suhartono, jika penderita sakit jiwa mengalami sakit lainnya dan perlu dirawat.
Seperti halnya manusia normal, orang sakit ada pengobatan secara medis oleh tenaga medis, seperti dokter. Tetapi yang terjadi, pihak rumah sakit di Kota Bekasi menolak pasien penderita sakit jiwa.
Apalagi penderita sakit kejiwaan itu perlu rawat inap. Tidak ada satu pun pihak rumah sakit yang mau menerima. Itulah masalah besar yang dialami pihak pengasuh panti rehabitasi tersebut. Namun, tentu pasien sakit jiwa yang sakit penyakit lainnya perlu perawatan dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mereka juga manusia yang butuh pengobatan secara medis sebagaimana manusia normal, sekalipun mereka mengalami gangguan jiwa.
Mestinya, penderita sakit jiwa harus dibawa dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) seperti RSJ Soeharto Heerjan Grogol Jakarta Barat. Namun, pihak pengelola Yayasan Galuh tidak memiliki biaya. Sebagian besar pasien yang ditampung di Yayasan Galuh itu tidak memiliki keluarga.
Untuk itulah, lanjut Suhartono, pihaknya sangat membutuhkan sebuah klinik khusus untuk menangani pasien yang penderita gangguan kejiwaan tadi saat mereka sakit. "Sering kami bawa berobat ke rumah sakit yang ada Kota Bekasi, tetapi pihak rumah sakit tidak mau menerima dengan alasan karena pasien itu mengalami gangguan jiwa. Padahal, yang perlu diobati bukan sakit jiwanya, tetapi penyakit tambahan yang diderita," keluhnya kepada SH.
Namun begitu, pihak yayasan tidak pernah menyerah. Bahkan, kata Suhartono, pihak pengasuh yayasan tidak pernah menyerah. Dengan dana yang ada, dia mengobati mereka. Di yayasan sosial yang dimulainya pada 1982 silam itu, hingga kini tercatat ada 50 orang pengasuh yang membantu Gendu Mulatif mengurusi pasien.
Ditanya tentang awal Gendu Mulatif mendirikan yayasan penampung penderita sakit jiwa, Suhartono menjelaskan, Gendu saat itu merupakan ketua lingkungan di Kampung Poncol, Kecamatan Bekasi Ti­mur, dan bekerja sebagai tukang delman. Suatu saat, dia melihat seorang penderita ganguan jiwa melintas di depan rumahnya. Orang gila itu digoda para anak-anak kecil. Bahkan, ada anak yang melemparinya. Orang gila tadi balik melempar anak-anak itu sehingga melukai seorang anak. Anak yang luka itu pun mengadu ke bapaknya sehingga bapak anak tersebut hampir memukul si sakit jiwa tadi. Melihat kejadian itu, Gendu melerai dan membawa orang yang sakit jiwa itu ke rumah. Gendu pun mengobatinya secara tradisional dan akhirnya sembuh.
Sejak itu, Gendu dikenal dapat mengobati penderita gangguan jiwa hingga ceritanya meluas ke masyarakat. Gendu dengan beberapa saudaranya akhirnya membuka sebuah yayasan yang dinamai Galuh. Yayasan itu kini menjadi terkenal dan sudah banyak menyembuhkan penderita sakit jiwa kendati harus menghadapi berbagai problem, mulai dari masalah pemondokan, makanan yang memerlukan lebih Rp 100 juta per bulan, serta persoalan pakaian.

Tidak Tepat
Menanggapi keluhan pengasuh Yayasan Galuh yang menampung ratusan penderita gangguan jiwa tadi, Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dr Renti Yonti yang dihubungi SH, Rabu (2/12) siang, juga mengamini pihak rumah sakit sulit untuk menerima pasien yang menderita gangguan jiwa itu.
"Namanya pasien yang mengalami gangguan jiwa, jika disatukan dengan pasien normal di rumah sakit tentu tidak tepat. Karena, bisa saja si sakit jiwa itu mengganggu pasien lainnya," katanya beralasan.
Pasien yang mengalami gangguan jiwa perlu ada rumah sakit khusus, seperti RSJ Grogol, Jakarta Barat, yang sudah khusus menanganinya. "Tentu rumah sakit biasa tidak dapat menerima pasien yang sakit jiwa apalagi sampai rawat inap," ungkap Retni Yonti.

Namun, di Bekasi, hingga saat ini tidak ada rumah sakit jiwa. Untungnya, ada individu yang peduli untuk merehabilitasi mereka yang mengalami gangguan jiwa


http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/sudah-gila-ditolak-rumah-sakit-pula/?tx_ttnews%5Byears%5D=2009&tx_ttnews%5Bmonths%5D=12&tx_ttnews%5Bdays%5D=3&cHash=8a9b9184e2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar