13 Desember 2009

Ini yang Ketiga Kali Rumah Saya Terbakar...

Ini yang Ketiga Kali Rumah Saya Terbakar...

 
Sabtu, 12 Desember 2009 | 09:12 WIB
Oleh Iwan Santosa

KOMPAS.com — Usman bin Arif (51) membersihkan puing-puing rumah keluarga berukuran 3 x 15 meter yang dihuni delapan orang di RT 02 RW 08 Jembatan Besi, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. "Ini yang ketiga kali rumah saya terbakar," katanya.

Usman dan para tetangga berulang kali menjadi korban kebakaran. "Giliran kebakaran seperti ikut arisan di sini," kata Adi, warga Gang Venus, Jembatan Besi, tersenyum kecut.

Usman pertama kali berkenalan dengan kebakaran tahun 1983. "Waktu itu tukang bajaj di belakang rumah ribut dengan istrinya. Ia tidak sengaja menendang lampu petromaks, api pun langsung menyambar rumah papan," katanya.

Kerugian kala itu tak seberapa karena bangunan yang ada sebagian besar berupa papan. Secara swadaya, Usman dan keluarga membangun kembali rumah di tengah gang sempit selebar 1,5 meter itu menjadi bangunan permanen dua lantai.

Tak dinyana, tahun 1996 kebakaran kembali terjadi di rumah tetangga yang terletak beberapa puluh meter dari rumah Usman.

Agar api tidak menjalar lebih jauh, Usman dan beberapa tetangga merelakan loteng rumah yang mulai dijilat api dihancurkan. "Untung kerusakan tidak parah. Dengan biaya sekitar Rp 4 juta, sudah bisa diperbaiki dalam seminggu," ujarnya yang baru sepekan bekerja sebagai sopir pribadi.

Usman dan Suhartini, istrinya, pelan-pelan membangun usaha warung bahan kebutuhan pokok. Dari usaha itu, setiap bulan mereka memperoleh penghasilan kotor Rp 1,5 juta.

Malang tidak bisa ditolak, untung tak dapat diraih. Kamis (10/12/2009) siang, kebakaran kembali terjadi di Jembatan Besi. Kebakaran meluluhlantakkan sekurangnya 200 rumah warga yang sebagian besar hidup menjadi buruh konfeksi. Rumah Usman termasuk salah satunya.

"Tidak ada yang tersisa. Cuma nyawa dan baju di badan yang selamat," ujar Usman, yang akan mengangkut sisa besi kerangka rumahnya untuk dijual.

Serangan api semakin ganas di Tambora karena di daerah hunian padat dengan rumah berdiri berimpitan itu terdapat industri konfeksi dan sablon. Keduanya menggunakan bahan-bahan mudah terbakar.

"Kalau satu rumah sudah terbakar, langsung cepat menjalar. Warga dan saya juga tidak sempat menyelamatkan harta benda," kata Haidi Haturidi (45), Ketua RT 02 RW 08, Jembatan Besi. Rumahnya pun dua kali menjadi korban kebakaran.

Nyonya Ade Sari (47), warga RT 05 RW 08, membenarkan, banyak warga yang jadi korban kebakaran lebih dari sekali. "Kalau saya dan tetangga dekat baru kena kali ini. Sejak kemarin kami belum ada yang menerima bantuan, kecuali nasi bungkus," ujar Ade yang menyelamatkan Indra (6), anak bungsunya.

Ade dan belasan ibu tinggal di tenda peleton yang dipasang Kodim 0503 Jakarta Barat. Saat ini, 800 warga hidup di tenda pengungsian di Lapangan Persima, Jembatan Besi.

Terlalu padat

Wakil Camat Tambora Isnawa Adji mengatakan, kepadatan wilayah itu lima kali dari ukuran normal. "Luas wilayah 542 hektar dengan penduduk resmi 260.887 jiwa," katanya.

Menurut Isnawa, upaya mengurangi risiko kebakaran ditempuh dengan operasi jaringan listrik di rumah warga bersama pegawai PLN. Razia sambungan liar dan jaringan yang rawan hubungan pendek dilakukan dua minggu sekali. Sosialisasi dan pelatihan untuk tanggap bahaya kebakaran terus dilakukan.

Ia menambahkan, pemerintah sebetulnya berharap wilayah Tambora bisa ditata ulang dengan membangun hunian vertikal (rumah susun).

Sudah waktunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencontoh penataan kawasan kumuh melalui badan perumahan, seperti Housing and Development Board Singapura dan Malaysia. Kebijakan itu diharapkan mengubah kawasan kumuh menjadi lingkungan layak huni dan terjangkau bagi warga Tambora.


http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/12/12/09125575/Ini.yang.Ketiga.Kali.Rumah.Saya.Terbakar...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar