DPPB DKI Laporkan 57 Pemilik Bangunan di Jalan Antasari
Senin, 2 November 2009 | 06:57 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan DKI Jakarta melaporkan 57 pemilik bangunan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Sebanyak 57 pemilik bangunan itu diduga telah merusak segel yang dipasang Dinas Pengawasan Penertiban Bangunan DKI di bangunan mereka.
Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (DPPB) DKI Jakarta Hari Sasongko, Minggu (1/11) di Jakarta Pusat, mengatakan, para pemilik bangunan itu diduga merusak segel agar dapat menggunakan kembali bangunan mereka untuk aktivitas komersial. Padahal, DPPB menyegel ke-57 bangunan itu karena aktivitas di dalam bangunan menyalahi peruntukan lahan yang telah ditetapkan Pemprov DKI Jakarta.
Ke-57 bangunan yang dimaksudkan oleh Hari Sasongko berada di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan. Sebelumnya DPPB telah menyegel sekitar 90 bangunan di jalan tersebut karena menyalahi peruntukan lahan. Jalan Pangeran Antasari diperuntukkan bagi kawasan permukiman, tetapi banyak disalahgunakan untuk perkantoran dan aktivitas komersial lainnya.
"Kami sudah mengadukan perusakan segel itu kepada Polres Metro Jakarta Selatan. Kami sudah tidak bisa adu otot lagi dengan pemilik bangunan. Persoalan ini harus diselesaikan melalui jalur hukum," kata Hari.
Polisi, menurut Hari, sudah sanggup untuk menangani kasus tersebut, tetapi proses akan dilakukan bertahap karena keterbatasan jumlah petugas. Proses pemberkasan diharapkan selesai pekan depan dan akan diikuti dengan penyelidikan.
Sambil menunggu selesainya pemberkasan di polisi, DPPB akan mengirimkan surat teguran selama 3x24 jam. Jika tidak digubris, bangunannya ditutup paksa dan pemiliknya akan diseret ke pengadilan.
Perusakan segel yang dimaksud adalah merobek atau menurunkan kertas segel yang dipasang DPPB. Selain itu, menggunakan bangunan yang sudah disegel, meski tidak merusak kertas segelnya, tetap termasuk pelanggaran merusak segel.
Ancaman hukuman dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 232 Ayat (1) tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan adalah empat tahun kurungan. Adapun hukuman atas pelanggaran terhadap Undang-Undang Tata Ruang adalah kurungan 3,5 tahun dan denda Rp 500 juta.
Selain di Jalan Antasari, DPPB juga akan melakukan tindakan serupa di Jalan Duren Tiga dan Kebayoran Lama. Langkah ini diharapkan menjadi terapi kejut bagi para pemilik bangunan yang tidak menghiraukan segel dari pemerintah atas bangunan yang melanggar peruntukan lahan.
Sepanjang 10 bulan pada tahun 2009 DPPB sudah menyegel dan membongkar 1.100 bangunan yang melanggar peruntukan lahan atau menyalahi izin mendirikan bangunan. Jumlah bangunan yang akan ditindak dua bulan mendatang diperkirakan bertambah sekitar 200 unit.
Wahyudi, pengelola salah satu tempat usaha di Jalan Antasari, mengatakan, pihaknya tidak merusak segel yang dipasang DPPB. Mereka hanya membuka pintu samping agar tetap dapat beroperasi. Pihaknya tetap menggunakan lokasi itu karena belum dapat lokasi baru. Di sisi lain anak buahnya tetap harus digaji sehingga dia terpaksa membuka pintu samping untuk melayani konsumennya.
"Jika memang dilaporkan ke polisi, saya akan menutup usaha ini sampai dapat tempat baru," kata Wahyudi.
Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, pemerintah harus konsisten dengan langkahnya. Jika ingin menertibkan bangunan yang menyalahi peruntukan, langkah itu harus dikawal sampai tuntas.
Jika para pemilik bangunan yang disegel tetap menggunakan bangunannya, itu berarti mereka meremehkan pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan DKI Jakarta melaporkan 57 pemilik bangunan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Sebanyak 57 pemilik bangunan itu diduga telah merusak segel yang dipasang Dinas Pengawasan Penertiban Bangunan DKI di bangunan mereka.
Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (DPPB) DKI Jakarta Hari Sasongko, Minggu (1/11) di Jakarta Pusat, mengatakan, para pemilik bangunan itu diduga merusak segel agar dapat menggunakan kembali bangunan mereka untuk aktivitas komersial. Padahal, DPPB menyegel ke-57 bangunan itu karena aktivitas di dalam bangunan menyalahi peruntukan lahan yang telah ditetapkan Pemprov DKI Jakarta.
Ke-57 bangunan yang dimaksudkan oleh Hari Sasongko berada di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan. Sebelumnya DPPB telah menyegel sekitar 90 bangunan di jalan tersebut karena menyalahi peruntukan lahan. Jalan Pangeran Antasari diperuntukkan bagi kawasan permukiman, tetapi banyak disalahgunakan untuk perkantoran dan aktivitas komersial lainnya.
"Kami sudah mengadukan perusakan segel itu kepada Polres Metro Jakarta Selatan. Kami sudah tidak bisa adu otot lagi dengan pemilik bangunan. Persoalan ini harus diselesaikan melalui jalur hukum," kata Hari.
Polisi, menurut Hari, sudah sanggup untuk menangani kasus tersebut, tetapi proses akan dilakukan bertahap karena keterbatasan jumlah petugas. Proses pemberkasan diharapkan selesai pekan depan dan akan diikuti dengan penyelidikan.
Sambil menunggu selesainya pemberkasan di polisi, DPPB akan mengirimkan surat teguran selama 3x24 jam. Jika tidak digubris, bangunannya ditutup paksa dan pemiliknya akan diseret ke pengadilan.
Perusakan segel yang dimaksud adalah merobek atau menurunkan kertas segel yang dipasang DPPB. Selain itu, menggunakan bangunan yang sudah disegel, meski tidak merusak kertas segelnya, tetap termasuk pelanggaran merusak segel.
Ancaman hukuman dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 232 Ayat (1) tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan adalah empat tahun kurungan. Adapun hukuman atas pelanggaran terhadap Undang-Undang Tata Ruang adalah kurungan 3,5 tahun dan denda Rp 500 juta.
Selain di Jalan Antasari, DPPB juga akan melakukan tindakan serupa di Jalan Duren Tiga dan Kebayoran Lama. Langkah ini diharapkan menjadi terapi kejut bagi para pemilik bangunan yang tidak menghiraukan segel dari pemerintah atas bangunan yang melanggar peruntukan lahan.
Sepanjang 10 bulan pada tahun 2009 DPPB sudah menyegel dan membongkar 1.100 bangunan yang melanggar peruntukan lahan atau menyalahi izin mendirikan bangunan. Jumlah bangunan yang akan ditindak dua bulan mendatang diperkirakan bertambah sekitar 200 unit.
Wahyudi, pengelola salah satu tempat usaha di Jalan Antasari, mengatakan, pihaknya tidak merusak segel yang dipasang DPPB. Mereka hanya membuka pintu samping agar tetap dapat beroperasi. Pihaknya tetap menggunakan lokasi itu karena belum dapat lokasi baru. Di sisi lain anak buahnya tetap harus digaji sehingga dia terpaksa membuka pintu samping untuk melayani konsumennya.
"Jika memang dilaporkan ke polisi, saya akan menutup usaha ini sampai dapat tempat baru," kata Wahyudi.
Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, pemerintah harus konsisten dengan langkahnya. Jika ingin menertibkan bangunan yang menyalahi peruntukan, langkah itu harus dikawal sampai tuntas.
Jika para pemilik bangunan yang disegel tetap menggunakan bangunannya, itu berarti mereka meremehkan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar