31 Maret 2009

DKI Siapkan Relokasi Pasar Burung Barito

DKI Siapkan Relokasi Pasar Burung Barito
Kamis, 5 Maret 2009 | 06:09 WIB

 Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan merelokasi pasar burung di Jalan Barito, Jakarta Selatan, ke Cibubur, Jakarta Timur. Relokasi itu terkait dengan pencegahan penyebaran virus flu burung dan menciptakan kembali jalur hijau di kawasan itu.

 Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Rabu (4/3) di Jakarta Pusat, mengatakan, pemindahan para pedagang itu sedang dikaji dan akan dilakukan pada tahun ini. Pemindahan serupa akan dilakukan pada Pasar Burung Pramuka di Jakarta Pusat meskipun waktunya belum ditentukan.

 Menurut Prijanto, Pasar Burung Barito berada di sekitar permukiman dan pusat-pusat aktivitas masyarakat. Kondisi itu dapat membahayakan masyarakat jika ada penyebaran virus flu burung.

 Oleh karena itu, kata Prijanto, relokasi adalah pilihan terbaik agar pedagang dapat terus berjualan dan masyarakat terbebas dari ancaman flu burung. Saat ini virus flu burung sudah mengancam sekitar Jakarta setelah ada pasien suspect flu burung yang meninggal di Bekasi.

 Sementara itu, lokasi yang saat ini ditempati oleh para pedagang unggas dan hewan ternak lainnya akan dijadikan tempat pejalan kaki dan jalur hijau. Saat ini tempat pejalan kaki di kawasan itu sangat sedikit karena banyak trotoar yang dijadikan kios.

 Pasar Burung Barito sebelumnya adalah lokasi binaan pedagang kaki lima. Terdapat sekitar 90 pedagang kaki lima di pasar burung itu.

 Agus, salah seorang pedagang di Pasar Burung Barito, menolak rencana relokasi ke Cibubur karena akan menyebabkan dia kehilangan pembeli. Selama ini posisi pasar di Jalan Barito dianggap cukup strategis karena mudah dijangkau oleh pembeli dari berbagai daerah.

 Relokasi pasar unggas dari dalam kota ke arah pinggiran diamanatkan oleh Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2007 mengenai Pencegahan Penyebaran Virus Flu Burung.

 Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta Edy Setiarto mengatakan, di Jakarta terdapat 151 pasar unggas, baik unggas hias maupun unggas ternak. Pasar unggas itu akan direlokasi di tujuh lokasi pinggir kota, yaitu Rawa Kepiting, Cakung, Pulo Gadung, Srengseng, Jagakarsa, Marunda, dan Cilincing. (ECA)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/05/06095663/dki.siapkan.relokasi.pasar.burung.barito

95 KK Kehilangan Rumah

95 KK Kehilangan Rumah
Dalam Sehari Tiga Kebakaran Terjadi di Jakarta
Minggu, 8 Maret 2009 | 08:32 WIB

Jakarta, Kompas - Lebih dari 577 orang (95 keluarga), warga Pademangan Barat, Jakarta Utara, kehilangan rumah akibat kebakaran pada Sabtu (7/3) pukul 14.45. Api dari hubungan pendek arus listrik di rumah warga itu juga merambat membakar lantai lima dan enam Apartemen Gunung Sahari.

Dalam musibah itu, delapan warga menderita luka ringan dan mendapat rawat jalan di Puskesmas Pademangan Barat. "Api berasal dari hubungan pendek arus listrik di rumah warga. Dalam kejadian itu, delapan warga menderita luka ringan," kata Lurah Pademangan Barat Purnomo, Sabtu petang.

Sudi Haryanto, warga, mengatakan, api pertama kali muncul sekitar 14.30. Saat itu hari panas terik sehingga dengan cepat api melalap kawasan permukiman padat di RT 16 dan RT 17, RW 07, Pademangan Barat. Sekitar 26 mobil pemadam kebakaran datang ke lokasi dan api baru dikuasai pada pukul 16.55.

Pemerintah Kota Jakarta Utara sudah mendirikan tenda penampungan bagi warga korban kebakaran di dalam kompleks rumah toko Permata Ancol. Lokasi kebakaran tidak jauh dari kantor Camat dan Polsek Metro Pademangan.

Satu buah tenda dan 600 bungkus nasi siap saji diberikan Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Utara. "Kami juga akan mulai memberikan pengobatan hari Minggu," kata Kepala Markas PMI Jakut Dasril.

Bus terbakar

Selain itu, Dinas Pemadam Kebakaran Pemprov DKI melaporkan, sebuah bus terbakar habis di kawasan Cawang, Jakarta Timur, sekitar pukul 06.45. Sekitar pukul 14.00 kebakaran terjadi di Salemba, Jakarta Pusat.

Berdasarkan data dari Traffic Management Center Polda Metro Jaya, bus yang terbakar Sabtu pagi adalah bus Mayasaribakti. Api berasal dari bagian belakang bus, kemungkinan dari radiator, yang kemudian menyebar ke mesin dan badan bus. Namun, para penumpang segera dievakuasi ke bus lain.

Sementara itu, Sabtu sekitar pukul 14.00 hingga 15.00, asap tebal tampak membubung dan menjalar dari lantai dua hingga ke lantai tujuh Kampus D Universitas Persada Indonesia-Yayasan Administrasi Indonesia (UPI-YAI), Jalan Diponegoro, Salemba, Jakarta Pusat.

Para mahasiswa dilanda kepanikan dan berhamburan ke luar kompleks kampus. Sebagian mahasiswa bergabung bersama para pedagang kaki lima dan warga yang kebetulan melintas memenuhi badan Jalan Diponegoro, Salemba. Lalu lintas pun macet selama hampir satu jam.

"Kami kerahkan 17 mobil pemadam kebakaran dan kurang dari setengah jam, api dapat dipadamkan. Tidak ada korban jiwa dan luka. Asal api dari ruang pantry atau dapur. Namun, penyebab kebakaran belum bisa dipastikan, mungkin karena terjadi hubungan pendek arus listrik," kata Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Pusat Susilo Budhi. (CAL/NEL/ONG)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/08/08323158/95.kk.kehilangan.rumah....

Kebakaran di Jatipulo

Kebakaran di Jatipulo
Api Hanguskan Permukiman di Jalan Pelita
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Warga Jatipulo, Tomang, Jakarta Barat, menyiramkan air untuk memadamkan api yang membakar ratusan rumah warga, Minggu (15/3) dini hari. Belum diketahui pasti penyebab kebakaran tersebut.
Senin, 16 Maret 2009 | 03:42 WIB

Jakarta, Kompas - Kebakaran hebat melanda permukiman padat penduduk di Jalan Pelita, Jatipulo, Jakarta Barat, Sabtu (14/3) tengah malam hingga Minggu dini hari. Akibatnya, ratusan rumah yang dihuni sekitar 290 keluarga hangus.

Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran kali ini, tetapi kerugian materiil diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 miliar.

Ketua RT 04 RW 04 Jatipulo Budiono mengatakan, ia melihat sumber api berasal dari salah satu rumah warga di RT 02 yang tidak berpenghuni. Api cepat merambat ke dinding dan atap rumah-rumah lain. Api kemudian menyebar hingga ke permukiman lain di sekitar RT 04.

Data dari Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Barat, kebakaran tepatnya melanda dua RW dan enam RT di Jalan Pelita, Jatipulo, Tomang, Palmerah, Jakarta Barat. Keenam RT dan dua RW itu adalah RT 01-RT 04 (RW 04) dan RT 04-RT 05 (RW 05). Total luas kawasan yang terbakar mencapai 3.200 meter persegi yang dihuni sekitar 670 jiwa.

Menurut Kepala Seksi Sektor Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Barat Saroso, kebakaran terjadi Sabtu sekitar pukul 22.10 dan terus berlangsung hingga menjelang pukul 02.30 Minggu.

"Pada sekitar pukul 01.30, api sudah dapat dijinakkan. Namun, kami tetap mengerahkan ke-31 unit mobil pemadam dan semua kru pemadam untuk benar-benar mematikan api yang mungkin masih menyala di antara puing rumah," kata Saroso.

Beberapa petugas dari Kepolisian Sektor Metro Palmerah masih melakukan olah tempat kejadian perkara hingga Minggu sekitar pukul 08.00. Aiptu Rasyid mengatakan belum diketahui pasti asal sumber api, tetapi kemungkinan akibat terjadi hubungan pendek arus listrik di salah satu rumah warga.

Di Jatipulo, Januari lalu, juga terjadi kebakaran, tepatnya di Jalan Buni RT 08 RW 02 yang menewaskan delapan orang. Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sepanjang 2008 terjadi 792 kasus kebakaran di Ibu Kota. Penyebab 436 kasus di antaranya terkait dengan listrik. Amukan si jago merah mengakibatkan 14 orang tewas, 33 orang luka berat, dan kerugian material Rp 222 miliar.

Mengungsi dan kampanye

Minggu pagi, sebagian warga mulai mengais-ngais di antara puing bekas tempat tinggal mereka. Barang elektronik nyaris tidak ada yang bisa diselamatkan, tetapi ada satu-dua dipan tempat tidur yang, meski sebagian telah hangus, masih terlihat utuh dan kokoh.

Barang milik warga dibiarkan bertumpuk di dekat lokasi pengungsian, yaitu di Sasana Krida Jatipulo di kompleks kantor kelurahan dan di tenda darurat bantuan TNI di Jalan Pelita V.

Di tengah kesibukan warga pascakebakaran itu, beberapa anggota partai politik juga turut sibuk. Sedikitnya ada tiga parpol yang telah mendirikan posko bantuan di Jatipulo, yaitu Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Di posko-posko ini, sejumlah bantuan, seperti makanan, pakaian bekas, dan obat-obatan dibagikan kepada korban kebakaran.

"Kami tidak bermaksud kampanye, murni ingin membantu. Spanduk, bendera, atau simbol partai dipasang hanya sebagai penanda," kata Sidik, warga korban kebakaran yang juga partisipan salah satu parpol.

Ketua RW 04 Sahroni mengatakan tidak masalah siapa pun memberikan bantuan kepada warganya yang terkena musibah. Namun, menurut dia, hingga Minggu siang, bantuan terbanyak justru dari masyarakat dan Palang Merah Indonesia, yaitu berupa beras dan paket makanan.  (NEL)


http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/16/03420063/kebakaran.di.jatipulo.

Pedagang Blok M Menuntut Relokasi

Pedagang Blok M Menuntut Relokasi
Pemprov DKI Sempat Membina Para Pedagang
Kompas/Danu Kusworo
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jakarta dan pedagang tradisional mendatangi Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (16/3). Mereka meminta pemerintah berpihak kepada pedagang tradisional dan membatasi ruang perbelanjaan modern di Jakarta.
Selasa, 17 Maret 2009 | 04:08 WIB

Jakarta, Kompas - Sekitar 100 pedagang kaki lima di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, berunjuk rasa menuntut relokasi setelah tiga bulan lalu mereka digusur dari kawasan Plaza I Blok M Mall. Para PKL yang merupakan binaan pemerintah provinsi sejak 1992 itu kini masih terkatung-katung.

Marius (49), pedagang warung padang Uni Heri di Plaza I, mengaku, akibat penggusuran itu, dia kehilangan penghasilan untuk keluarga dan empat pegawainya. Marius saat ini saban hari masih menyambangi kawasan Blok M menunggu kepastian soal relokasi.

"Kami ditawari masuk ke Blok M Square, tetapi harganya enggak sanggup, Rp 32,5 juta per meter persegi. Sementara pedagang lama Blok M yang telanjur di dalam saja sekarang kesulitan dagang. Karena itu, kami minta ada penempatan baru, tidak ditelantarkan begini," kata Marius, Senin (16/3).

Sebanyak 84 pedagang di area Plaza I sebagian besar merupakan pedagang makanan dan minuman. Mereka digusur pada Sabtu, 13 Desember 2008. Mereka digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat pagi hari ketika dagangan baru akan buka.

"Kerugiannya enggak terhitung, semuanya hancur oleh alat berat mereka. Kalau mereka bilang dulu atau kasih surat, mungkin kami sempat selamatkan barang-barang," kata Marius.

Asisten Wali Kota Jakarta Selatan Bidang Perekonomian Suluh Sudiarto mengatakan, Pemerintah Kota hingga kini masih mempelajari dahulu permasalahan tersebut untuk mencari solusi yang terbaik. Meskipun Pemprov pada masa lalu pernah membina para pedagang kaki lima tersebut, keberadaan mereka di lokasi itu, menurut Suluh, tergantung pihak Blok M Mall (PT Langgeng Ayom Lestari).

"Tergantung malnya. Kami sekarang pelajari dulu untuk cari solusi buat mereka (PKL)," kata Suluh.

Para PKL binaan tersebut adalah sebanyak 256 pedagang yang ditempatkan di tiga titik lokasi, yaitu Plaza I, Plaza II, dan lobi. Ketiga lokasi tersebut merupakan bagian dari fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk usaha kecil-menengah, yang menjadi kewajiban pusat belanja modern ketika dahulu didirikan. Saat ini yang telah digusur adalah pedagang di area Plaza I, yang berdampingan dengan area Blok M Square.

Para pedagang berdagang di ketiga lokasi itu sejak tahun 1992. Mereka juga sempat dibina oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada era pemerintahan Gubernur Wiyogo Atmodarminto.

"Kami ketika itu diberi kursus mulai dari tentang wirausaha sampai pengetahuan tentang perbankan, bagaimana memperoleh kredit usaha kecil, dan sebagainya," kata Sutomo (46), pemilik kios Optik Ayu di Plaza II.

Saat ini para pedagang di Plaza II dan lobi tak lagi tampak seperti PKL. Di Plaza II, yang sebagian besar menjual barang-barang kelontong, percetakan, dan pakaian, pedagang menempati kios-kios kecil yang tertata cukup rapi.

Menurut Suluh, sebagian dari pedagang itu telah habis masa izinnya sejak berdagang tahun 1992 di kawasan tersebut. Namun, Sutomo mengatakan, masa pakai pedagang tersebut mengikuti masa waktu kontrak mal dengan aset Pemprov, yaitu selama 30 tahun.

Sementara itu, para pedagang yang tergabung dalam Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia saat ini tengah giat melangsungkan kampanye untuk meloloskan enam pedagang anggotanya pada pemilu legislatif mendatang. Mereka mencalonkan diri melalui Partai Demokrasi Pembaruan. Langkah politik itu diambil setelah pedagang menilai eksistensi pedagang tradisional harus diperjuangkan dari dalam sistem pemerintahan. (SF)

 

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/17/04081981/pedagang..blok.m.menuntut.relokasi

Pemprov Perlu Kaji Penyebab Kemiskinan

Solusi Harus Jangka Panjang
Rabu, 1 April 2009

SEMARANG, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu mengkaji penyebab kemiskinan sebelum meluncurkan program-program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Hal ini diperlukan agar solusi yang ditawarkan dapat tepat sasaran.


"Harus diketahui dulu akar permasalahannya, baru mencari solusi," ujar pengamat ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Andreas Lako, di Kota Semarang, Selasa (31/3).


Menurut Andreas, kemiskinan dapat terjadi karena banyak hal antara lain faktor sosial budaya, ekonomi, dan struktur masyarakat. "Untuk itu, tidak bisa begitu saja diputuskan bahwa investasi yang dapat menyerap tenaga kerja akan memecahkan masalah kemiskinan," katanya.


Gubernur Jateng Bibit Waluyo menargetkan angka kemiskinan turun, salah satunya mendorong investasi yang dapat menyerap banyak tenaga kerja seperti pembangunan pabrik semen di Pati dan Lapangan Terbang Ngloram di Cepu (Kompas, 31/3).

Dengan mengkaji penyebab kemiskinan, kata Andreas, pemprov dapat mengeluarkan program yang memberikan solusi jangka panjang. Investasi hanya merupakan solusi jangka pendek karena menimbulkan kemiskinan baru dengan mengonversi lahan milik masyarakat dan menimbulkan kerusakan lingkungan.


Secara terpisah, pengamat perkotaan Fakultas Teknik Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai, Bibit masih bertumpu pada proyek-proyek mercusuar. Meski nilai investasinya besar, proyek-proyek tersebut hanya memanjakan sekelompok masyarakat yang sudah mampu.


"Misalnya proyek pabrik semen, pembangunannya hanya menelan waktu dua tahun. Tetapi begitu pabrik beroperasi hanya membutuhkan sejumlah tenaga terdidik saja," kata Djoko.


Menurut Djoko, untuk mengurangi penduduk miskin, pemprov harus memperluas peningkatan ekonomi dan nelayan. Program ini bisa diwujudkan dengan perbaikan infrastruktur pertanian dan perikanan yang memberi kemudahan pelaku ekonomi di pedesaan meningkatkan usahanya.


Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Jateng Sriyadhi mengatakan, tahun ini Pemprov Jateng menggelontorkan dana dari APBD Jateng sebesar Rp 1,281 triliun untuk menanggulangi kemiskinan. Dari dana itu, Rp 366,2 miliar untuk pemberdayaan ekonomi produktif seperti pemberian benih dan sarana produksi kepada petani, nelayan, dan peternak, penguatan permodalan usaha kecil, mikro, dan menengah, pembangunan perumahan berbasis masyarakat, serta pembangunan infrastruktur pedesaan.


Anggota Komisi B DPRD Jateng Agna Susila mengatakan, untuk menekan angka kemiskinan, pemprov seharusnya mendorong tumbuhnya sektor informal agar dapat menyerap tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja akibat krisis global. (ILO/who)


Setiap Hari, Api "Ngamuk" di Jakarta

Setiap Hari, Api "Ngamuk" di Jakarta
Minggu, 22 Maret 2009 | 03:31 WIB

Berita kebakaran di Jakarta sepertinya tidak pernah absen muncul di berbagai media massa. Tidak heran, karena dalam sepekan saja, sejak Minggu (15/3) hingga Sabtu (21/3), amuk si jago merah rutin terjadi di sejumlah kawasan di Ibu Kota. Selama tujuh hari itu, tercatat sedikitnya 200 rumah terbakar habis, 850 jiwa kehilangan tempat tinggal, dan kerugian materi lebih dari Rp 2 miliar.

Data dari Dinas Pemadan Kebakaran DKI Jakarta, Sabtu kemarin, terjadi kebakaran yang menghanguskan rumah sekaligus percetakan di RT 03 RW 05, Jalan Kali Baru Timur, Kelurahan Bungur, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Sebelumnya, api berkobar di Jalan Walang Permai RT 010 RW 012, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Jumat (20/3).

Minggu hingga Kamis, terjadi kebakaran di RT 01 RW 01 Jalan H Ten, Rawamangun, Jakarta Timur; di Apotek Greenvile di RT 012 RW 09 Durikepa, Kebonjeruk, Jakarta Barat; permukiman padat penduduk di Jalan Jatibunder VII, Tanah Abang, Jakarta Pusat; dan di Jalan Pelita, Jatipulo, Jakarta Barat. Berdasarkan hasil temuan tim pemadam kebakaran dan penyelidikan polisi, rata-rata penyebab kebakaran ialah hubungan pendek arus listrik dan ledakan kompor minyak tanah maupun gas.

Selama Januari-Februari 2009, Dinas Pemadam Kebakaran DKI mencatat telah terjadi 87 kasus kebakaran di lima wilayah kota. Tiga warga dilaporkan terluka, 10 orang meninggal dunia, dan kerugian materi mencapai Rp 31 miliar.

Sebagai perbandingan, sepanjang tahun 2008, terjadi 792 kasus kebakaran di Ibu Kota. Penyebab 436 kasus di antaranya terkait dengan listrik. Musibah ini mengakibatkan 14 orang tewas, 33 orang luka berat, dan kerugian materi Rp 222 miliar. Kebakaran dan kerugian yang lebih kurang sama juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Akhir Februari 2009 dalam laporan rutin bulanan, Sukendar, Kepala Bidang Partisipasi Masyarakat Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta, mengatakan, banyak kelurahan di Jakarta tergolong rawan kebakaran. "Dari 267 kelurahan, 53 di antaranya rawan kebakaran."

Kategori rawan kebakaran, antara lain, instalasi listrik tidak terpasang dengan benar, masih banyak warga yang menggunakan colokan bertumpuk dengan kabel kecil dan tidak rapi. Praktik pencurian listrik pun marak. Selain itu, kawasan rawan tersebut rata-rata padat penduduk dengan akses jalan sangat sempit dan tidak memiliki sarana pemadam kebakaran, seperti keran atau tandon air. Rumah-rumah di permukiman padat pada umumnya sempit dan pengap sehingga sirkulasi udara tidak berfungsi baik. Sedikit saja ada hubungan pendek arus listrik atau kecerobohan saat menggunakan kompor bisa berujung pada terjadinya kebakaran. (NELI TRIANA)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/22/03311158/setiap.hari.api.ngamuk.di.jakarta

Pasar Senen Terbakar

Pasar Senen Terbakar
Selasa, 24 Maret 2009 | 06:04 WIB

Jakarta, Kompas - Musibah kebakaran lagi-lagi terjadi di Jakarta. Senin (23/3) sekitar pukul 00.30, api tiba-tiba muncul dan membakar tujuh kios di Los E Blok VI Pasar Senen, Jakarta Pusat. Kios-kios tersebut berada di lantai dasar dan sebagian di antaranya adalah toko berbagai jenis buku.

"Tidak pasti penyebabnya, tetapi mungkin dari colokan atau alat-alat listrik karena kalau dari kompor sepertinya di sini tidak ada yang pakai. Hanya ada toko buku, toko tas, juga salon," kata Purwo, salah seorang pengelola toko di Los E yang lolos dari serbuan api, Senin.

Menurut Edi, salah seorang penjaga kios yang sering berjaga di Pasar Senen hingga tengah malam, Senin dini hari kemarin terlihat asap tebal mengepul di sekitar Los E. Sebanyak 24 mobil pemadam kebakaran dari Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Pusat segera berdatangan sesaat setelah mendapat laporan terjadinya kebakaran.

Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Pusat Susilo Budhi mengatakan, api baru dapat dipadamkan pukul 03.15.

Senin siang kemarin, aktivitas pedagang di Pasar Senen yang total memiliki 2.236 kios ini berlangsung normal meskipun aliran listrik dari PLN memang sengaja diputus pada saat kebakaran dan setelah musibah. Namun, Manajer Area 02 Pasar Senen Ivo Edwin Aryanto mengatakan, PD Pasar Jaya telah menyediakan generator set pembangkit listrik untuk menghidupkan lampu penerangan di lokasi terbakar dan sekitarnya.

Di Bekasi

 

Belasan unit rumah dan toko (ruko) di kawasan industri MM2100, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Senin dini hari, juga dilalap api. Kebakaran itu mengenai sebuah diskotek, yang berada dalam kompleks ruko tersebut, sehingga pengunjung diskotek berlarian ke luar.

Api dapat dipadamkan setelah petugas dinas pemadam kebakaran setempat berjuang selama lebih dari tiga jam. Polisi setempat sudah memeriksa lima saksi terkait peristiwa kebakaran tersebut. (NEL/COK)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/24/06044919/pasar.senen.terbakar

Terus Bertambah, Pemulangan TKI Asal Sumut

Rabu, 1 April 2009

MEDAN, KOMPAS.com — Hingga Februari 2009 jumlah TKI asal Sumatera Utara yang dipulangkan dari berbagai negara mencapai 2.574 orang dan diduga terus bertambah, khususnya dari Malaysia, menyusul krisis keuangan global. "Dibandingkan posisi sama pada tahun lalu, pemulangan TKI Sumut pada tahun ini bertambah 353 orang," kata Kepala Tata Usaha Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan TKI Sumut Chaidir di Medan, Selasa (31/3).
    
Asumsi akan bertambahnya jumlah pemulangan TKI itu mengacu pada data yang menunjukkan trend naiknya pemulangan TKI itu sejak Januari. Kalau pada Januari pemulangan TKI masih 1,250 orang, pada Februari sudah mencapai 1.324 orang.
    
"Diduga pemulangan bertambah terus karena di Malaysia yang menjadi negara tujuan terbesar TKI Sumut juga diinformasikan masih dilanda krisis sehingga pengurangan pekerja diperkirakan masih terus berlanjut," kata Chaidir. Dia menjelaskan, TKI yang dipulangkan dari Malaysia itu selain terkena PHK, juga karena bermasalah dan kontrak kerjanya habis.



Sumber : Antara

KPU Banyuwangi: Ribuan TKI Kehilangan Hak Pilihnya

Selasa, 31 Maret 2009

BANYUWANGI | SURYA Online - Ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), terancam kehilangan hak pilih pada pemilu legislatif (pileg) yang digelar 9 April mendatang.


"Hingga hari ini tidak ada satupun keluarga TKI asal Banyuwangi yang memproses formulir A-5," kata sekretaris KPU Banyuwangi, Bambang Santoso, Selasa (31/3).


Menurut Bambang, KPU sudah melakukan sosialisasi di kantung-kantung TKI agar keluarga TKI di Banyuwangi memproses formulir A-5 untuk bisa menyalurkan hak pilih di tempat lain seperti di luar negeri.


"Jika keluarga TKI tidak memproses formulir A-5, maka ribuan TKI kehilangan hak pilihnya," katanya.


Bambang menjelaskan, formulir A-5 itu seharusnya tiba di KBRI di negara tujuan TKI maksimal tiga hari sebelum pelaksanaan pileg 9 April mendatang, namun pihaknya pesimis formulir itu bisa tiba di KBRI sehari menjelang pileg.


"Bagaimana mungkin formulir bisa tiba di KBRI sebelum pileg karena hingga hari ini tidak ada yang memproses formulir A-5," katanya.


Sementara itu, Kepala Bidang Tenaga Kerja dan Hubungan Industri Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banyuwangi, Noer A. Busyairi mengatakan, jumlah TKI asal Banyuwangi hingga akhir Maret ini tercatat sebanyak 3.363 orang yang tersebar di Brunei Darussalam, Hongkong, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Arab Saudi.


"Data yang tercatat itu merupakan TKI legal atau resmi, sedangkan TKI yang ilegal tidak ada datanya, namun diperkirakan jumlahnya lebih banyak," katanya.


Noer menjelaskan, pihaknya belum berkoordinasi dengan KPU dan Imigrasi terkait guna menyalurkan hak pilih pada pileg mendatang.


"Saya berharap pada pilpres yang akan datang, persoalan ini bisa dicarikan solusinya sehingga menekan TKI yang kehilangan hak pilih pada pemilu," katanya berharap.


Pileg, kata Noer, tinggal beberapa hari lagi sehingga  tidak mungkin memproses dan berkoordinasi dengan KPU dengan waktu yang sangat pendek terkait persoalan itu. ant


100,000 Indonesian migrant workers face redundancy


Wasti Atmodjo and Niken Prathivi The Jakarta Post ,  Kuta


Tue, 03/31/2009

As many as 100,000 Indonesian migrant workers are facing possible layoffs at the end of this year should the global economic crisis continue, said a senior government official.


Chairman of the National Board for the Placement and Protection of Indonesia Migrant Workers (BNP2TKI) M Jumhur Hidayat said on Monday that a large majority of the workers facing the mass layoffs were working within the automotive and cellular phone industries.


"Meanwhile, those who work in household appliance manufacturing or plantation, as well as within informal sectors - which accounts for 65 percent of the total 4.3 million Indonesian workers in 41 countries around the globe - are rather safe *from possible redundancy*," said Hidayat on the sidelines of the International Business Meeting on Indonesian Overseas Workers in Kuta.


The number of Indonesian workers working within automotive and cellular phone industries, particularly in plants in Malaysia and South Korea, is estimated to reach around 400,000 people.


Hidayat said that earlier this year, Malaysian industries had terminated the contracts of some 10,000 Indonesian workers. The workers who were granted contract extensions will receive lower wages.


"Some *workers* have been sent home, while some others are remaining there while we try to find them new jobs," said Hidayat, adding that such layoffs were an understandable measure due to the economic crisis.


East Java's Board of Work, Placement and Protection Services for Indonesian Workers (BP3TKI) data showed that 112 out of 2,276 Indonesian overseas workers who arrived at Juanda Airport in East Java in the period January-March were recently discharged from their jobs abroad.


"We identified the fact that they had returned home because they had been discharged by their employers when we assisted them in completing the documents for insurance claims," said board chief Rahayu.


Furthermore, 1,000 workers from Tanjung Pinang and East Nusa Tenggara had also been sent home by their overseas employers.


However, the local BP3TKI offices could not identify whether their returns were the results of mass layoffs or other factors, such as immigration violations.


In response to possible dismissal of Indonesian overseas workers, BNP2TKI organized a third promotional event to introduce Indonesian worker agencies to potential headhunter agencies from Canada, the United States, Jordan and Brunei Darussalam.

"These four countries need at least 10,000 workers in manufacturing, health and hospitality services. Indonesia must see this as a good opportunity to grab, rather than *depend on* the usual Middle East and Asian countries," said deputy of overseas cooperation and promotion for BPN2TKI Ramli Saud.


Ramli added that professional jobs, such as medical nurses, could collect some US$4,000 in remuneration per month.


"The remuneration *for these jobs* is much better than for positions in informal sectors - housemaid, babysitter - which are worth $300 per month."


In order to get those high-paying jobs, Louay Alghoul from Global Employment and Immigration Agency (GEIA) of Canada asked Indonesian workers to sharpen their skills before heading to Canada.


"Possession of fluent English is a basic skill for a worker, especially for those who are aiming for professional careers, such as being a nurse. Furthermore, a worker must be skillful in any field; just be focused," Alghoul told The Jakarta Post.


Lack of skills blamed for low worker quality

Agus MaryonoThe Jakarta Post ,  Cilacap 


Lack of skills and a low level of education have been blamed for the poor quality of Indonesian migrant workers going abroad.

Manpower and Transmigration Minister Erman Suparno said that of the estimated 6 million Indonesians working abroad, some 75 percent were employed as domestic helpers.


"It's because most of them only have elementary or junior high school education. They don't have the skills to work abroad. So jobs as domestic helpers are the most suitable opportunity for them," Erman told the media on the sidelines of his official visit here.


Low education levels, he went on, made migrant workers vulnerable to a variety of abuse, including being cheated by scalpers before departing for the destination country, or by migrant worker outsourcing companies after working abroad.


"We can't just let this happen. I strongly appeal to regency manpower agencies to take strict action against naughty outsourcing companies and provide would-be migrant workers with enough skills to work abroad," Erman said.


He added his ministry had been working out on how to eventually reduce the number of Indonesian migrant workers employed as domestic helpers, and increase the number of those working in the formal and professional sectors.


"One way of doing so is to prioritize migrant workers who graduate from vocational high schools," he said, adding this would help raise the quality of Indonesian migrant workers abroad.


Erman also expressed concern over the huge number of Indonesian migrant workers employed aboard illegally, pointing out local village officials were often behind the phenomenon.


"It's common to hear of scalpers manipulating such things, but to learn that village officials here are involved is really concerning," he said.


He added such officials often issued documents containing fake information about the migrant worker. In most cases, they manipulated the ages of the person.


"They manipulate the ages of so many underage children, the practice of which is often revealed only after a problem arises," Erman said.


On the other hand, he added, many jobseekers were also desperate about finding work overseas, such that they would do anything, including seeking fake documents or being smuggled, to realize their ambitions.


Nurfaizi, chairman of the Association of Indonesian Migrant Worker Suppliers (Apjati), said half of the country's 6 million migrant workers employed overseas were illegally.


Most of them worked illegally because they went there through illegal outsourcing companies."We therefore strongly ask all Apjati branches and regency and municipal manpower agencies to cooperate in supervising candidate migrant workers, so they will not be easily cheated by illegal outsourcing companies," he said


Kebakaran di Matraman Hanguskan 10 Rumah

28/03/2009 05:16 - Kebakaran
Kebakaran di Matraman Hanguskan 10 Rumah

Liputan6.com, Jakarta: Sebanyak sepuluh rumah di kawasan Pal Meriam, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (28/3) dini hari ludes terbakar. Api diduga berasal dari tabung gas yang meledak. Sebelumnya warga sempat mendengar ledakan dari salah satu rumah.

Sebanyak 15 unit mobil pemadam yang datang ke lokasi kejadian berhasil memadamkan api satu jam kemudian. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, namun kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.

Sementara itu, tiga rumah dan dua kios di Jalan SM. Raja, Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, kemarin musnah dilalap si jago merah. Tiga unit mobil pemadam berusaha memadamkan api yang berkobar. Namun, api sulit dipadamkan karena salah satu kios yang terbakar menjual bensin.

Setelah dibantu warga, akhirnya api berhasil dikendalikan. Namun, pemilik rumah bernama Fernando Pasaribu ditemukan terkurung dalam kamar mandi. Korban tewas mengenaskan dalam kondisi terbakar. Diduga korban berusaha menyelamatkan diri dalam kamar mandi, tapi gagal. Berdasarkan keterangan saksi mata, diduga keras api berasal dari kios premium milik Fernando.(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)

http://www.liputan6.com/ibukota/?id=175130

Pemkot Bekasi Ancam Tutup Stasiun KA

SUARA PEMBARUAN DAILY

Pemkot Bekasi Ancam Tutup Stasiun KA

[BEKASI] Pemerintah Kota Bekasi mengancam akan menutup Stasiun Kereta Api Bekasi di Jl Ir H Juanda, Bekasi Utara, Kota Bekasi, jika petugas dan pengelola otoritas stasiun gagal memberikan rasa aman, nyaman, ketertiban, dan keindahan bagi masyarakat yang menggunakan jasa angkutan KA.

Hal itu diungkap Wali Kota Bekasi Mochtar Muhammad usai meninjau Stasiun KA Bekasi, Minggu (29/3) yang dinilainya masih sangat memprihatinkan. Pemkot menilai saat ini, pihak Stasiun KA Bekasi tidak mampu menjaga kebersihan dan keindahan stasiun tersebut.

Dalam kesempatan itu, Mochtar melihat areal Stasiun KA Bekasi masih sangat kotor. Kondisi ini membuat Mochtar geram lantaran selama tiga tahun terakhir dalam penilaian Adipura, Stasiun KA Bekasi kerap mendapatkan nilai merah atau di bawah poin 6.

Menurut Mochtar, usaha rutin Pemkot Bekasi menggalakkan kebersihan di seluruh titik pantau Adipura akan menjadi sia-sia jika Stasiun Bekasi sekali lagi mendapatkan nilai merah.

"Kalau sampai 1 Juni mendatang tidak ada perubahan di Stasiun Bekasi, saya akan tutup stasiun ini," tegas Mochtar di hadapan Kepala Stasiun Bekasi Rudi Krisno.

Sementara itu, Kepala Stasiun Bekasi Rudi Krisno mengatakan, pihak stasiun telah berupaya mendukung program Pemkot Bekasi, yang ingin memperbaiki peringkat dalam penilaian Adipura salah satu caranya penertiban pedagang kaki lima (PKL) di areal Stasiun Bekasi.

Menurut Rudi, kondisi buruk Stasiun Bekasi terlihat karena ada orang yang membakar sampah di sekitar Stasiun Bekasi. Padahal, pembakaran sampah itu tidak boleh dilakukan di sekitar stasiun.

"Kami akan berupaya lebih baik dalam menjaga dan menata kebersihan serta keindahan di Stasiun Bekasi," ucapnya. [E-5]


Last modified: 31/3/09

http://www.suarapembaruan.com/indeks/News/2009/03/31/index.html

Ketahanan Pangan Berbasis Padi Hibrida

SUARA PEMBARUAN DAILY

Ketahanan Pangan Berbasis Padi Hibrida

Oleh: MT Felix Sitorus

Padi hibrida adalah basis ketahanan pangan nasional yang kokoh dan berkelanjutan. Itu sudah terbukti di Tiongkok. Sejak 1970, separuh lebih persawahan di Tiongkok ditanami dengan padi hibrida. Produksi padi negara itu pun melonjak sampai 66 persen.

Sekarang, Tiongkok menuai hasil ganda, yakni kedaulatan benih, kedaulatan pangan, ketahanan pangan, ekspor beras, dan pusat penelitian padi hibrida dunia. Pejabat kita, mungkin berujar sinis: apa hebatnya Tiongkok. Tanpa padi hibrida, Indonesia juga bisa berswasembada beras pada 1984 dan tahun ini. Bahkan, tahun ini beras akan diekspor.

Kalau mau objektif, jelas Tiongkok lebih hebat dari Indonesia dalam soal pencapaian ketahanan pangan berbasis beras. Lantas apa kehebatannya? Mengapa Indonesia perlu belajar dari negara itu dan bagaimana caranya?

Tiongkok dan Indonesia berangkat dari tahun yang sama (1970) ketika mulai membangun ketahanan pangan. Juga sama-sama menetapkan padi/beras sebagai basis ketahanan pangan. Bedanya, di sini letak kehebatannya, pada 1970 itu, Tiongkok sudah menetapkan padi hibrida sebagai basis ketahanan pangan pada masa depan, bukan padi inbrida. Para ahli pertanian Tiongkok sangat sadar akan batas kemampuan tanah dan pupuk memacu produktivitas. Keterbatasan itu hanya dapat diatasi dengan inovasi benih padi unggul hibrida. Untuk kondisi asupan yang sama, produktivitas padi hibrida bisa dua kali lipat dari padi inbrida varietas unggul produksi tinggi (VUPT). Karena itu, sejak 1970, atau sembilan tahun sebelum IRRI memulainya (1979), Tiongkok melakukan penelitian intensif untuk pengembangan padi hibrida.

Indonesia mengambil jalan terobosan intensifikasi "revolusi hijau", dengan mengandalkan benih padi inbrida VUPT keluaran IRRI plus pupuk kimia. Lembaga penelitian, waktu itu, memusatkan riset pada pengembangan padi inbrida VUPT. Hasilnya, pada 1984 atau 14 tahun kemudian, Indonesia mencapai swasembada beras. Status negara berbalik dari pengimpor menjadi pengekspor beras. Tapi, status itu gagal dipertahankan dan Indonesia kembali mengimpor beras. Baru pada 2009 atau 25 tahun kemudian, status swasembada beras diraih kembali. Tapi, sekali lagi, itu dicapai lewat terobosan hiper intensifikasi. Antara lain dengan mendongkrak indeks tanam melalui pertanian luar-musim (off-season).

Tiongkok berhasil memantapkan ketahanan pangan memasuki milenium ketiga. Tahun 2004 Tiongkok sudah memimpin dunia dalam penelitian dan pertanian padi hibrida. Sekitar 50 persen pertanian padi negara itu mengusahakan hibrida. Kunci keberhasilan Tiongkok adalah keyakinan yang teguh pada keunggulan padi hibrida.

Selanjutnya, di atas basis kedaulatan itu, secara bertahap Tiongkok mentransformasi pertanian padi dari budaya inbrida ke budaya hibrida, dari pertanian tradisi ke pertanian profesional. Itu sebabnya, ketika separuh dari petani Tiongkok sudah beralih ke budaya padi hibrida, ketahanan pangan negara itu tak tergoyahkan lagi.

Hal terakhir inilah yang tidak dimiliki Indonesia. Pertanian padi Indonesia adalah pertanian tradisi berbudaya inbrida. Produktivitas usaha tani hanya meningkat sejauh tersedia kawalan intensif berupa program terobosan dari pemerintah. Tanpa kawalan pemerintah, produktivitas akan merosot dan status swasembada pasti akan pupus.

Saat ini, Indonesia belum memiliki kedaulatan atas benih padi hibrida. Tidak mungkin membangun ketahanan pangan berdasarkan benih impor atau lisensi asing. Pada titik inilah Indonesia perlu belajar dari Tiongkok.

Industri Benih

Belajar dari Tiongkok, hal utama yang harus ditegakkan pemerintah dan petani Indonesia adalah kedaulatan atas benih hibrida. Ini harus dimulai dari riset intensif. Indonesia, melalui Balai Penelitian Padi, baru memulai riset hibrida 1984, terlambat 14 tahun dari Tiongkok. Dan hasilnya baru diperoleh 17 tahun kemudian (2001), berupa varietas padi hibrida Rokan dan Maro. Ini terlalu lamban, karena pada saat bersamaan hampir separuh areal sawah di Tiongkok sudah ditanami padi hibrida.

Riset dan pengembangan padi hibrida kiranya dapat dipercepat dengan mengintegrasikan peran industri benih padi nasional. Yang paling relevan terlibat adalah PT Sang Hyang Seri, BUMN perbenihan padi yang telah melayani petani sejak 1970-an. Dengan cara itu, birokrasi riset dipangkas, sehingga proses inovasi padi hibrida dapat dipercepat, dan jarak petani dengan hasil riset menjadi lebih dekat.

Belajar dari Tiongkok, proses transformasi harus bertahap. Dari 11,7 juta ha areal sawah nasional 2, 5 juta ha adalah areal terbelakang (padi unggul lokal produksi rendah); 2, 0 juta ha areal berkembang (padi unggul lama produksi sedang); 7,2 juta ha areal maju (padi VUPT). Dari luas terakhir ini 4,2 juta ha menggunakan benih turunan padi VUPT, dan hanya 3 juta ha menggunakan benih padi VUPT.

Untuk tahap pertama, pertanian padi VUPT itulah (3 juta ha) yang siap ditransformasikan menjadi pertanian padi hibrida. Karena tiap tingkatan pertanian itu sebenarnya terdiri dari dua sub tingkatan, dan proses transformasi per tahap diperkirakan lima tahun, maka keseluruhan proses transformasi diperkirakan baru selesai setelah 30 tahun.

Lama? Memang, tapi pikirkan apa yang telah dicapai Tiongkok setelah 30 tahun dan apa yang telah dicapai Indonesia untuk masa yang sama? Berhitung 30 tahun ke depan, pertanian padi inbrida dipastikan tidak akan mampu memberi makan 270-an juta penduduk Indonesia. Jadi, mengapa tidak mengikuti "jalan hibrida" Tiongkok?

Penulis adalah staf pengajar Fakultas Ekologi Manusia, IPB


Last modified: 31/3/09

http://www.suarapembaruan.com/indeks/News/2009/03/31/index.html

TKI Disiksa Hingga Stress

 01 April 2009

Berita Kota

TKI wanita yang bekerja di Arab Saudi disiksa majikannya. Warga Malingping, Lebak itu kini stres. Kehidupannya morat-marit.

Perjalaan hidup  Maemunah (28) diwarnai pengalaman tragis. Tekadnya memperbaiki kehidupan keluarganya dengan bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) harus dibayar mahal. Wanita asal Kampung Cigaberak, Desa Kadujajar, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak itu kini stres sehingga kehidupannya makin buruk.

Kondisi wanita yang 1,5 tahun silam yang mendulang dolar sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di ArabSaudi tersebut kini  memprihatinkan. Selain kehilangan ingatan dan dan rambutnya rontok, dipergelangan tangannya juga terdapat luka memar. Pihak keluarga menduga Maemunah merupakan korban penganiyayaan yang dilakukan oleh majikannya.



Menaker: Jangan Bangga Jadi TKI

31/03/2009


Cilacap, CyberNews. Masyarakat disarankan agar tidak terlalu bangga menjadi seorang tenaga kerja Indonesia. Sebaliknya, mereka diminta untuk berkarya dan membangun potensi di dalam negeri sendiri. Hal itu bertujuan agar seluruh potensi yang ada di tanah air dapat dimanfaatkan secara maksimal.

"Kalau berbondong-bondong pergi ke luar negeri, siapa yang mengurus negeri sendiri," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Dr Ir Erman Suparno MBA MSi saat mengikuti doa bersama bagi TKI dan Pemilu Damai oleh Cahaya Muda Indonesia (CMI), di Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap.

Selama ini TKI tergiur oleh upah yang jauh lebih tinggi daripada ketika bekerja di dalam negeri. Akibatnya, banyak sumberdaya manusia yang tersedot ke luar negeri. Padahal, tidak semua TKI bernasib baik. Apalagi bagi mereka yang bekerja ke luar negeri melalui cara-cara yang ilegal.

Oleh karenanya, dia menekankan agar calon TKI harus menaati prosedur pemerintah ketika hendak menjadi TKI. Jika melalui cara ilegal, mereka sendiri yang akan dirugikan. Pemerintah akan sulit untuk memberi perlindungan secara maksimal terhadapnya.

Bupati Cilacap H Probo Yulastoro mengutarakan agar masyarakat lebih bersemangat dan bekerja keras untuk bersama membangun potensi daerah. Hal itu dia umpamakan dalam peribahasa lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang.

Sementara itu, Ketua CMI Syaiful Anam, mengatakan doa bersama merupakan salah satu wujud ikhtiar kepada Yang Maha Kuasa. TUjuannya untuk memohon petunjuk dan pertolongan agar terlepas dari berbagai problematika. Selain itu juga ditujukan kepada para TKI mendapatkan keselamatan. "Kami juga mendoakan proses Pemilu 2009 di Indonesia berjalan dengan damai, khususnya Kabupaten Cilacap," katanya.

Menurutnya, nasib TKI seakan dilupakan. Padahal, mereka adalah salah satu pahlawan devisa terbesar Indonesia. Hampir 30 juta orang Indonesia pernah menjadi TKI di luar negeri. Beberapa diantara mereka memang mendapatkan upah yang lebih baik daripada di dalam negeri.

Namun, berbagai perlakuan harus mereka terima di negara asing. Diantaranya berupa pelecehan hingga penyiksaan. Bahkan, tahun 2008 lalu tercatat sebanyak enam orang TKI dari Cilacap meninggal dunia. Padahal, Cilacap merupakan salah satu penyumbang TKI terbesar di negara ini. Kondisi itu membuat pihaknya merasa sangat prihatin. "Kami mengadakan doa bersama agar seluruh pihak ikut memanusiakan manusia. Bukan cuma mencari dukungan masa sebanyak-banyaknya," sindirnya.

(Kholid Yogi /CN05)



Link: http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=25574


Malaysian woman, mother jailed for abusing maid in Singapore

Earth Times

31 March 2009

Singapore
- A housewife and her mother were sentenced to jail terms Tuesday after they pleaded guilty to abusing the family's Indonesian maid. Loke Phooi Ling, 38, a permanent Singapore resident from Malaysia, was sentenced to eight and a half months while her mother, Teng Chen Lian, 67, received a four-week sentence, the Straits Times newspaper reported.

Both women changed their pleas last week midway through their trial in a Singapore district court. Loke admitted to grabbing the maid's hair and banging her head against the wall, punching her in the left eye and using implements to hit her from March to July 2007.

Teng said she stamped on the victim's thighs, slapped her and hit her on the head after chiding her for dozing off while cleaning the living room floor on July 5 that year.

 
The women were charged with Loke's husband, bank executive Stanley Kuah Kian Chong, 38, who like Loke and Teng is a Malaysian living in Singapore.

Heo was acquitted of three charges Tuesday by District Judge Jill Tan after he paid compensation of 5,000 Singapore dollars (3,290 US dollars) to the 23-year-old victim.
She suffered repeated abuse during her four-month employment before deciding to escape by climbing out the fifth-floor apartment's kitchen window and making her way across a ledge to a staircase landing.

She found her way to a mosque, and people took her to the Indonesian embassy, after which a police report was made.

Link:
http://www.earthtimes.org/articles/show/262323,malaysian-woman-mother-jailed-for-abusing-maid-in-singapore.html

Pedagang Perempuan Divonis 12 Tahun Penjara

Selasa, 31 Maret 2009
Laporan wartawan KOMPAS Christoporus Wahyu Haryo P

SANGGAU, KOMPAS.com — Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, Selasa (31/3), menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair sebulan penjara atas warga negara Malaysia, Chong Kum Seng (50).


Chong dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana perdagangan perempuan dari Indonesia ke Kuching, Malaysia, serta melanggar keimigrasian.


Dua di antara perempuan yang menjadi korban dari Chong Kum Seng bahkan pelajar SLTP yang diculik dengan cara dibius di Lampung oleh Sri Eka, kaki tangan Chong yang kini masih buron.


Hukuman yang diberikan Majelis Hakim PN Sanggau yang diketuai Gabriel Siallagan itu sesuai tuntutan jaksa. Atas putusan itu, Chong berencana mengajukan banding.


Sementara Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Entikong Anton Suhartono, yang menjadi jaksa penuntut umum, menyatakan puas dengan putusan hakim.


Dihubungi melalui telepon, Kuntum (15), bukan nama sebenarnya, siswi SLTP di Lampung yang menjadi korban Chong, menyatakan, putusan itu tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa yang merusak masa depannya. "Harusnya dia (Chong) dipenjara seumur hidup," katanya.



Link: http://regional.kompas.com/read/xml/2009/03/31/18255174/Pedagang.Perempuan.Divonis.12.Tahun.Penjara


Lima Tahun, Laporan Amdal BKT Mandeg

Lima Tahun, Laporan Amdal BKT Mandeg

By Republika Newsroom
Selasa, 31 Maret 2009 pukul 16:03:00
Font Size A A A
Email EMAIL
Print PRINT
Facebook
Lima Tahun, Laporan Amdal BKT MandegWORDPRESS.COM

JAKARTA -- Laporan konstruksi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) proyek Banjir Kanal Timur (BKT) mandeg. Padahal, megaporoyek yang menelan biaya trilunan rupiah tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2004 lalu namun  hingga saat ini Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta belum menerima laporan Amdalnya.

Menurut Kasubid Amdal BPLHD DKI Jakarta, Endah Wahyuningsih, semestinya laporan Amdal pengerjaan proyek tersebut dilaporkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta kepada pihaknya per tiga bulan sekali. '' Masalah ini mestinya menjadi tanggungjawab Dinas PU DKI,'' ujar Endah kepada Republika, Selasa (31/3).

Diakuinya, mestinya sudah sejak lama BPLHD  mengeluarkan teguran kepada Dinas PU DKI Jakarta. Namun, dia sendiri tak mengetahui kenapa hal tersebut belum juga dilakukan. '' Saya sendiri di sini (BPLHD) masih baru,'' kilahnya.

Sementara itu, staf bagian Amdal BPLHD DKI Jakarta, Herry Pernama menambahkan, dalam laporan Amdal itu dijabarkan aspek hidrologis dan pengaruh dari pengerjaan proyek tersebut bagi masyarakat dan lingkungan. ''Sehingga jika ada masalah yang muncul bisa dibahas bersama,'' ujarnya.

Menurut catatan Republika, sedikitnya ada enam orang warga di sekitar proyek BKT yang tewas tenggelam. Korban tewas lantaran nekad menerobos areal pengerjaan proyek hanya sekadar untuk memancing atau pun berenang. Padahal tebing kanal cukup tinggi sekitar lima hingga 10 meter. Sementara lebar kanal mencapai puluhan meter sehingga bisa membahayakan keselamatan. - c87/man/ahi


http://www.republika.co.id/berita/41132/Lima_Tahun_Laporan_Amdal_BKT_Mandeg

Pemilu Tak Ubah Nasib TKI di Luar Negeri

31/03/2009

Suara Merdeka CyberNews


Hong Kong, CyberNews. Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) mengatakan pemilu takkan mampu memperbaiki nasib TKI yang bekerja di luar negeri. Pasalnya, siapapun yang terpilih mereka tidak menaruh perhatian terhadap buruh migran. Para pahlawan devisa merasa hanya jadi alat pengeruk devisa.


"PEMILU 2009 adalah ilusi bagi buruh migran Indonesia. Tak ada yang berubah pada kehidupan kami, satu-satunya yang berubah adalah penderitaan kami menjadi makin dalam setiap pemilu," terang Sringatin, Ketua IMWU dalam rilisnya ke redaksi SM CyberNews.


Sebagai tanda protes, para TKI ini menggelar jumpa pers sambil mengenakan kaos bertuliskan "Ada pemilu atau tidak, nasib kami tidak berubah!"


Dalam pernyataan sikapnya, IMWU menilai presiden dan anggota DPR yang dihasilkan selama ini justru telah merumuskan kebijakan-kebijakan yang anti buruh migran. "Bagi kami, pemilu 2009 merupakan pergantian antek-antek dari kaum pengusaha, yang selama ini menghisap nilai kerja kami. Tidak hanya di rejim SBY-JK, namun di rejim-rejim sebelumnya, hak-hak BMI dan keluarganya tetap tidak menjadi prioritas. Satunya-satunya yang berubah adalah tingkat penghisapan, dimana setiap berganti rejim penghisapan semakin dalam," klaim Sringatin.


Menurut survey yang kami lakukan di Hong Kong, kata Sringatin, pada zaman orde baru tidak kurang dari 90% BMI menerima upah di bawah standar atau underpaid, bahkan 7 bulan upah TKI dipotong (HK$ 21.000) sebagai biaya agen, ditambah biaya perpanjangan kontrak sebesar HK$ 5.500 (sesuai SK Dirjen Binapenta pada tahun 1998).


Selain itu, pembangunan terminal 3 yang merupakan sarang pemerasan bagi BMI. Pada zaman Gus Dur dan Megawati, seluruh penghisapan terhadap BMI semakin dikokohkan, dengan dibuatnya UU no 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN). Melalui UU, PJTKI diberi kewenangan yang demikian besar dalam perihal penempatan BMI, bahkan praktek kebal hukum bagi PTJKI pun di akui dalam UU ini.


Lebih jauh lagi komiten untuk meratifikasi Konvensi Buruh Migran Tahun 1990 pun ditanggal kan demi kemulusan praktek penjualan manusia ini. Pada rejim SBY-JK, praktek penghisapan semakin di perhebat.


Kebijakan ekspor buruh semakin digalakan, ditargetkan bahwa setiap tahunnya pemerintah harus mengirimkan 1 juta orang pertahun ke luar negeri, guna mencapai target devisa sebesar 125 triliyun per tahunnya.


"Guna memuluskan hal demikian UU PPTKILN pun dirubah untuk mempermudah pendirian Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Artinya mulai tahun ini diprediksi ada 1-2 juta rumah tangga akan terancam keutuhannya, akibat ketiadaan sumber-sumber penghidupan dan pekerjaan didaerahnya," kata dia.

(MH Habib Shaleh /CN08)


Mimpi ke Singapura Terdampar di Teratai Putih

Sriwijaya Post - Selasa, 31 Maret 2009

PALEMBANG, SRIPO — Dijanjikan bekerja ke Singapura, enam perempuan asal Bantarwaru Kab Indramayu Jawa Barat, malah dipaksa menjadi PSK (pekerja seks komersial) di Palembang. Satu minggu sudah mereka di Palembang, ditempatkan di eks Lokalisasi Teratai Putih Kampungbaru Kec Sukarami Palembang.


Enam perempuan ini, Tiara (23), Ayu (16), Carminih (28) Tia (19) Leila (20) dan Sutini (30). Tidak ada satu pun dari perempuan ini yang tamat SMA. Bahkan, Carminih tidak bisa baca tulis. Bukan itu saja Ayu juga masih di bawah umur. Mereka dibawa pada tanggal 24 maret lalu, oleh seorang bernama Warti dari desa mereka, dan "dijual" dan dipekerjakan di dua kafe, yakni Sari Indah dan Syaputra.


Peristiwa ini terungkap setelah Mahrani (55), bapak dari Tiara datang dari Indramayu melapor ke Poltabes Palembang, Senin (30/3) sekitar pukul 09.00. Pukul 15.00, anggota Unit Judi Sila Poltabes Palembang menjemput Tiara sekaligus lima rekannya dua kafe tadi sekaligus mengamankan Ujang (39) dan Kasim (40), yang diduga sebagai germo mereka.


"Kami dijanjikan kerja ke Singapura jadi pembantu rumah tangga, tapi malah disuruh jadi pelacur di sini," kata Tiara. Perempuan bernama Warti datang ke rumah Tiara, kala itu Warti yang menjanjikan mereka bakal mendapatkan penghasilan sekitar Rp 1,5 juta per bulan di Singapura. "Kami berangkat naik bus dan ongkos semuanya ditanggung Warti," katanya. Tiara adalah rombongan yang pertama kali tiba di Palembang bersama, Ayu, Carminih dan Sutini, sedangkan Leila dan Tia rombongan berikutnya.


Tiara mengaku terkejut mimpi mereka bekerja di Singapura kandas. Ketika sampai di Palembang, Tiara dan temannya langsung ditempatkan di kafe Sari Indah, di sana mereka diserahkan kepada Kasim. "Kami tidak bawa uang dari kampung, terus kami dipaksa pinjam uang dengan Germo. Tapi uang itu malah diambil Warti, katanya itu uang ongkos berangkat," ujarnya.


Tiara dkk dijebak dengan hutang, untuk memba-yarnya mereka harus bekerja buat sang germo melayani tamu di tempat itu. "Satu kali melayani tamu kami dibayar Rp 70 ribu. Uang itu dipegang germo dipotong untuk hutang dan uang makan, kami harus kerja sampai hutang habis," kata Tiara lagi. Selama terdampar di Teratai Putih satu minggu Tiara mengaku sudah "melayani" empat orang tamu. "Kami ditempatkan satu kamar, dikunci dan tidak boleh keluar. Penjagaan di sana ketat sekali hingga kami tidak bisa keluar," jelas perempuan berambut panjang berkulit coklat ini.


Tiara tak tahan, akhirnya dia menghubungi orangtuanya di Indramayu melalui ponsel milik Ayu. "Kami terkejut, saya kira dia mau ke Singapura, tapi malah kok katanya kerja begituan," ungkap Mahrani dengan logat Sundanya. Mendapat kabar itu, Mahrani lantas bergegas ke Palembang berbekal pinjaman uang dari kerabatnya. "Saya janji sama dia bakal membereskan masalah ini dan bawa dia pulang," kata pria yang mengaku tak bisa baca tulis ini.


Nasib Cariminih lebih malang lagi. Perempuan yang sudah berkeluarga ini bahkan tega meninggalkan suami dan anaknya demi janji kerja di Singapura. "Saya cuma ketemu Warti di jalan, tapi saya langsung tertarik karena saya miskin dan tidak punya kerjaan," katanya. Sama sekali Cariminih tidak menyangka jika dia dijadikan PSK di Palembang. "Saya tidak sekolah dan miskin makanya mudah dibodohi," keluhnya.


Ayu juga mengatakan hal serupa. Perempuan yang masih di bawah umur ini mengaku dipaksa bekerja di tempat itu. Alasannya tetap sama karena dia dibuat berhutang dengan para germo dari biaya ongkos keberangkatan ke Palembang.


Sementara itu Ujang pemilik kafe yang diduga menjadi germo para perempuan ini membantah terlibat jual beli manusia. "Saya sudah punya surat pernyataan dengan mereka untuk bekerja dan tidak ada yang di bawah umur," tegasnya. Ujang bukan satu kali ini saja terlibat dalam kasus serupa. Sebelumnya dia juga pernah diamankan Judi Sila Polda Sumsel. Selanjutnya Ujang diperiksa intensif di Unit judi Sila Poltabes Palembang.


Kapoltabes Palembang Kombes Pol Luki Hermawan SIK mengatakan kasus ini masih butuh penyelidikan. "Sementara ini kita masih tetapkan Kasim dan Ujang pemilik kafe sebagai saksi,"katanya. Luki mengatakan untuk mengungkapkan indikasi human trafficking pihaknya akan menyelidiki ke Indramayu. "Kita harus menangkap Warti yang diduga otak masalah ini," katanya.


Luki juga mengatakan tidak menutup kemungkinan bila Ujang dan Kasim bakal ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menjadi germo. "Menjadi germo, sanksinya sesuai pasal 506 KUHP," tambahnya. Para pelaku juga akan dijerat dengan UU No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. (cr3)


Over half of 67 deaths came from construction and marine industries

March 31, 2009

By Jermyn Chow

MORE workers died on the job last year compared with 2007, putting a question mark over Singapore's efforts to make worksites safer.

A total of 67 people died in work-related incidents, compared with 63 in 2007. More than half were from the construction and marine industries.




Still, because the workforce grew even more quickly in the same period, the workplace fatality rate - a global indicator to measure workplace safety - actually improved.

There were 2.8 deaths per 100,000 workers last year, compared with 2.9 in 2007.


But Singapore is some way from its 2018 goal, set by Prime Minister Lee Hsien Loong last year, to achieve fewer than 1.8 deaths for every 100,000 workers.


The latest casualty figures were released yesterday by the industry-led Workplace Safety and Health (WSH) Council at its Programme-Based Engagement (ProBE) seminar at the HDB Hub in Toa Payoh, for 500 employers and safety officers.


The council's report card on workplace safety in Singapore said that while the number of fatal incidents last year, 60, was comparable to the 59 in 2007, more of them involved multiple victims.


Twelve men died in five such incidents last year, compared with seven in three incidents in 2007.


Workplace injuries were also up. A total of 11,072 workers were hurt last year - an average of 30 a day - up more than 11 per cent from the average of 27 in 2007.



MIDEAST: Women Migrant Workers With HIV Get Raw Deal

March, 13 2009

IPSNews

By Marwaan Macan-Markar

BANGKOK, Mar 13 (IPS) - Thousands of Asian women flock to the affluent sheikhdoms of the Middle East annually, seeking jobs as domestic workers. For many this quest for a livelihood comes to a humiliating end when they test positive for HIV.

''The women learn about their HIV status when they go and get tested before their job contract is renewed,'' says Malu Marin, director of the Manila-based Action for Health Initiative, or 'Achieve', a member of a regional non-governmental organisation (NGO) network dealing with migration.

''This test is mandatory and done every two years, but without any counselling services available,'' she added.

''Once they are identified as having HIV, the employer is informed, and the women are placed in a holding centre in a hospital until their departure is processed,'' Marin said during a telephone interview from the Philippines capital. ''These holding centres are to restrict the movement of these vulnerable women.''

''They are not allowed to go out and they are deported with no chance of packing their belongings or even getting salaries due to them,'' she revealed. ''They can never go back to work in those countries.''

The scale of the problem faced by these women from countries such as Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka and the Philippines was singled out in a report released this week by the United Nations Development Programme (UNDP) and the Joint U.N. Programme on HIV/AIDS (UNAIDS).

''(The women) often leave for overseas work under unsafe conditions, live in very difficult circumstances, and are often targets of sexual exploitation and violence before they depart, during their transit and stay in host countries and on return to their countries of origin,'' states the report, 'HIV Vulnerabilities of Migrant Women: from Asia to the Arab States'.

''With little or no access to health services and social protections, these factors combine to make Asian women migrant workers highly vulnerable to HIV,'' it adds.

''Migrant women often have limited or no access to justice and redress mechanisms, especially in Gulf countries,'' the report reveals, referring to places like Bahrain and the United Arab Emirates (UAE) that were among those surveyed for the report.

''If they are found HIV positive, they face deportation and back in their countries of origin they experience discrimination and social isolation in addition to the difficulty of finding alternative livelihoods,'' the report said.

''Cases of HIV among domestic workers have been recorded in a number of migrant-sending countries, including Indonesia, the Philippines and Sri Lanka,'' the report adds. ''As it is often the case in countries with low HIV prevalence, such as Bangladesh, Pakistan, the Philippines and Sri Lanka, migrant workers represent a large percentage of those identified as living with HIV.''

In fact, the U.N. report was prompted by concerns expressed by Pakistan during the annual assembly of the World Health Organsation's (WHO) member states in Geneva in 2007. The South Asian nation had been worried at the increasing number of its citizens labouring as migrant workers in the Arab region being forced back after having been infected by the virus.

''During that assembly, Pakistan convened a meeting with other Asian countries to discuss the issue of migrant workers being deported from the Arab region because of HIV,'' Marta Vallejo, an editor of the UNDP-UNAIDS report, told IPS. ''It is a sensitive issue in the Arab states.''

Concerns by the Asian countries that send the female migrant workers to the Middle East is understandable due to the substantial amounts of foreign exchange these women plough back to their home countries. ''Women migrants from the region generate substantial economic benefits to their countries of origin and their host countries,'' states the report.

Filipinos working in Arab countries sent back 2.17 billion US dollars in 2007 according to the report. ''Current remittances by migrant workers from Sri Lanka amount to three billion US dollars,'' it added.

As for impoverished Bangladesh, remittances sent home by its workers resident in the UAE alone reached 804.8 million dollars in the last fiscal year which ended in July, according to the Bangladesh Bank. That figure represents 7.4 percent of all remittances sent to Bangladesh in the last fiscal, which totalled almost six billion dollars.

According to the International Labour Organisation (ILO), there are an estimated 9.5 million foreign workers in the Gulf Cooperation Council (GCC) states, of which 7.5 million are from Asia. The GCC includes Bahrain, Qatar, Kuwait, Oman, Saudi Arabia and the UAE.

''The flow from Indonesia is largely female; they are concentrated in Saudi Arabia,'' says Manolo Abella, chief technical adviser at the ILO's Asia-Pacific office. ''Migrant workers from Sri Lanka are 75 percent women, and from the Philippines, 85 percent are women.''

What has made these female migrant workers so vulnerable in the Middle East is that ''domestic work is not covered by labour laws,'' Abella said in an interview. ''That means if you have complaints about non-payment of salaries or a violation of your labour rights you have no access to a formal procedure.''

And even if there is some protection offered in the employment contract, female domestic workers have little access to mechanisms that protect their rights, since ''they are confined in a home,'' adds Abella. ''The domestic workers are completely beholden to their employees.''

''It is very very tough to actually to take the active role of a complainant,'' says Abella. ''There is very little the domestic workers can do when abused.''

(END/2009)

30 Maret 2009

Di Perempatan Jalan Itu Mereka Menjemput Rupiah

Di Perempatan Jalan Itu Mereka Menjemput Rupiah 


BOGOR – Impitan hidup membuat yang haram menjadi halal. Itulah agaknya yang dilakukan sejumlah pekerja seks komersial (PSK) di Bogor. Apalagi setelah pemerintah kabupaten (pemkab) setempat membombardir sejumlah lokasi prostitusi awal Maret 2009. Akhirnya, perempatan jalan pun menjadi tumpuan hidup.
Sudah lebih setengah jam Dede berdiri di pinggir Jalan Raya Narogong, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Sesekali tangannya melambai memecah sorot lampu kendaraan yang melintas. Senyum tidak pernah lupa ditebar. Lipstik warnah merah yang menghiasi bibir sangat kontras dengan bedak yang menempel di wajah perempuan kelahiran Cianjur itu.
Meski kaki sudah terasa pegal karena berdiri terus dan belum seorang pun yang mampir menyapa dirinya, perempuan yang mengaku sebagai mantan penghuni lokalisasi liar pangkalan 11 ini masih terus bertahan. Ia tidak gampang menyerah. Harapannya untuk mendapatkan tamu malam itu sangat besar. Dengan kedatangan tamu itu, berarti dompet kulit warna cokelat yang terus digenggam Dede akan terisi.
"Harapan harus ada. Kalau dapat tamu syukur, tapi kalau tidak juga berarti nasib saya lagi apes. Saya harus menabung setiap hari untuk persiapan kebutuhan sekolah anak saya,'' ujar pemilik rambut lurus sebahu itu.
Dede adalah satu dari sekian perempuan pramusyahwat yang selalu mangkal di bilangan Jalan Raya Narogong. Mereka menjadikan jalan yang menghubungkan Bogor dengan Bekasi itu sebagai tempat mangkal mencari pria hidung belang yang ingin berkencan ria. Perempuan yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK) ini terpaksa mangkal di pinggir jalan lantaran rumah-rumah bordil yang selama ini menampung mereka di daerah Limusnunggal, Cileungsi, sudah diratakan Pemkab Bogor melalui kegiatan penertiban terpadu yang berlangsung pertengahan Maret 2009.
Penertiban terhadap rumah-rumah bordil dan warung remang-remang itu dilakukan pemerintah setempat sebagai tindak lanjut program Bupati Bogor untuk menutup seluruh lokasi yang selama ini dijadikan sebagai tempat transaksi seks.
Bupati Rachmat Yasin tidak ingin tempat-tempat maksiat itu dibiarkan mengotori lingkungan masyarakat. "Prostitusi itu adalah bentuk kegiatan maksiat yang harus diberantas hingga ke akar-akarnya,'' tegas Rachmat Yasin.
Berbekal surat perintah dari orang nomor satu di Pemkab Bogor, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial (Disnakertrans) Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan, serta jajaran TNI/Polri yang tergabung dalam Tim Penertiban Pemkab Bogor membongkar bangunan liar tanpa perijinan.
Pembongkaran ratusan bangunan permanen yang tersebar di lima blok, yakni Blok Cokelat, Blok Anggrek, Blok Bule, Blok Lengkong, dan Blok UPS ini membuat ratusan perempuan penjaja cinta yang datang dari daerah di Jawa Barat kehilangan tempat mangkal. Sebagian kembali ke tempat tinggalnya, tapi tidak sedikit tetap bertahan di rumah kontrakan dan menjalankan profesinya sebagai perempuan pramusyahwat yang berkeliaran pada malam hari.

Mangkal di Warung
Suasana malam hari di Jalan Narogong juga terjadi di bilangan Jalan Raya Kemang dan Parung, Kabupaten Bogor. Di kedua sisi jalan provinsi yang menghubungkan Bogor, Tangerang, dan Jakarta, berjejer perempuan belia memperdagangkan cinta sesaat bagi mereka yang membutuhkannya. Mereka juga nongkrong di warung-warung, kios rokok, atau tenda yang ditinggal pemiliknya.
Tak ada rasa sungkan. Jika ada mobil atau pengendara sepeda motor yang melintas, mereka melambai sambil memanggil. Ada yang berhenti lalu bercengkerama dengan wanita PSK itu. Namun, kebanyakan mengabaikannya. "Mampir, Pak. Istirahat dulu. Mau minum kopi atau bandrek susu. Mi rebus juga ada,'' ujar perempuan yang nongkrong di warung.
Basa-basi itu sering mereka ucapkan saat memulai aksinya untuk merayu tamu. Jika sudah ada kesepakatan, para wanita itu kemudian menawarkan tempat berkencan sesuai kemampuan tamunya. Ada yang bercinta di hotel berbintang, tapi kebanyakan memilih penginapan kelas melati yang sewa kamarnya antara Rp 50.000-75.000 per malam.
Anggota DPRD Kabupaten Bogor Darwin Saragih sangat mendukung tindakan pemerintah dalam menertibkan lokalisasi prostitusi liar. Namun, harus dibarengi dengan langkah berikutnya, seperti pembinaan dan penyaluran tenaga kerja bagi PSK.
Mengenai kemungkinan dibangun lokalisasi resmi, Darwin mengatakan perlu pembahasan yang sangat matang dan melibatkan semua unsur walaupun itu sangat kecil kemungkinannya. (periksa ginting)


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/25/jab03.html

 

 


Pembiayaan Perumahan Masyarakat Menengah ke Bawah Dikaji

Pembiayaan Perumahan Masyarakat Menengah ke Bawah Dikaji



Surabaya - Pemerintah mengkaji sistem pembiayaan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Deputi Menteri Negara Perumahan Rakyat Bidang Pembiayaan Tito Murbiantoro mengatakan, pembiayaan tersebut dapat berupa tabungan perumahan rakyat. "Tabungan perumahan sekarang sudah ada, tapi untuk pembiayaan masyarakat secara menyeluruh belum ada," katanya di sela Dialog Regional II Bidang Perumahan dan Permukiman di Surabaya, Senin (30/3).
Tito mengatakan, tabungan perumahan rakyat tersebut nantinya akan melibatkan peran lembaga keuangan daerah, seperti BPD atau BPR. Selain itu, pemda juga dipandang perlu memberikan insentif untuk pembiayaan tersebut melalui APBD. "Nanti juga dibantu oleh subsidi perumahan dari pemerintah pusat," tambahnya.
Saat ini, pembiayaan perumahan masih terbatas bagi kelompok masyarakat tertentu. Tito menjelaskan dengan otonomi daerah, penyediaan perumahan telah menjadi kewajiban pemda oleh sebab itu pembiayaan juga akan melibatkan daerah dengan kemampuan masing-masing.
"Kalau di Singapura ada CPF (central providen fund) dalam skema itu ada peran pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. Kalau kita, ada kontribusi pemda dan pemerintah dalam pemberian subsidi perumahan," jelasnya.
Saat ini, pemerintah sedang menjajaki kemungkinan adanya pilot project pembiayaan di tiga kota di Jawa Tengah. "Mekanismenya, nanti bank akan kontrak dengan masyarakat untuk jangka waktu tertentu untuk menabung, lalu ada insentif pemda dan dalam waktu tertentu dia bisa tarik dan pinjam untuk perumahan," jelasnya.
Skema pembiayaan tersebut juga akan dibahas dalam dialog regional II yang meliputi wilayah Indonesia Tengah. Dialog tersebut juga akan membahas permasalahan lain, seperti penguatan lembaga perumahan di daerah hingga alternatif solusi terkait persoalan masalah lahan.
Hasil dialog yang melibatkan pemangku kepentingan di sektor perumahan tersebut akan menjadi rekomendasi dalam kongres nasional perumahan dan permukiman kedua yang akan diadakan di Jakarta 12-14 Mei mendatang.
(novan dwi putranto)


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/30/sh08.html

BNP2TKI: Tahun 2009 TKI Formal 40 Persen

31/03/2009


Liputan6.com, Jakarta: Mengurangi tingginya jumlah angka pengangguran di tengah krisis global, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia menargetkan tahun ini 40 persen TKI yang dikirim bekerja di sektor formal seperti bidang otomotif, perawat, konstruksi, manufaktur. Peningkatan pengiriman TKI di sektor formal untuk mengurangi kelemahan tenaga non formal seperti pembantu rumah tangga yang selama ini kerap terjadi.

Pemerintah akan mengirimn TKI pada sektor formal karena dari sisi penghasailan jauh lebih banyak serta dari sisi perlindungan hukum lebih aman karena bekerja pada perusahaan besar. Untuk itu, BNP2TKI mengundang sejumlah agensi swasta tenaga kerja dari Kanada, Amerika Serikat, Yordania, dan Brunei Darussalam untuk membuat kesepakatan standar pelatihan dan keahlian tenaga kerja yang dibutuhkan sekaligus soal perlindungan hukumnya.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)

Buruh Migran Nilai Pemilu 2009 Sekadar Pergantian Rejim

Selasa, 31 Maret 2009


TEMPO Interaktif, Jakarta: "Ada pemilu atau tidak, nasib kami tidak berubah," demikan tulisan yang tertera pada kaos yang dipakai anggota Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) saat menyatakan sikap organisasinya terhadap Pemilu 2009.
   
"Betul, tak ada yang berubah pada kehidupan kami, satu-satunya yang berubah adalah penderitaan kami dalam setiap pemilu," ungkap Sringatin, Ketua IMWU dalam keterangan persnya yang diterima Tempo, Selasa (31/3)

Ia menilai, Presiden maupun anggota DPR yang terpilih,  dalam merumuskan kebijakan cenderung antiburuh migran.  "Bagi kami, Pemilu 2009 merupakan pergantian antek-antek dari kaum pengusaha, yang selama ini menghisap nilai kerja kami. Setiap rejim berganti hak-hak buruh dan keluarganya diabaikan pemerintah."

Survei yang mereka lakukan di Hong Kong menyebutkan, saat Orde Baru tidak kurang dari 90 persen buruh migran menerima upah di bawah standar. itu terjadi lantaran ada pemotongan biaya agen, kutipan biaya di bandara, sampai biaya perpanjangan kontrak yang dilegalkan melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja pada 1998.

Pada rejim Presiden Susilo bambang Yudhoyono, Sringatin mengungkapkan, praktek penghisapan semakin hebat. Kebijakan ekspor buruh digalakan, setiap tahunnya 1 juta orang dikirim ke luar negeri untuk mencapai target devisa sebesar Rp 125 triliun. Guna memuluskan proyek ini undang-undang pengiriman tenaga kerja ke luar negeri diubah untuk mempermudah pendirian Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia.

Di Hong Kong saat ini ada sekitar 120 ribu perempuan Indonesia bekerja layaknya romusa. Kebanyakan mereka sebagai pembantu rumah tangga. "Kami bekerja lebih dari 16 jam per hari. Hanya 1 persen dari kami yang bekerja selama 8 jam per hari," kata Sringatin.

Ia melanjutkan, data survei berikutnya 64 persen dari buruh migran Indonesia di Hong Kong tidak mendapatkan hari libur nasional. Bahkan 56 persen persen tidak diberikan libur 1 minggu satu kali, dan  61 persen dari kami upahnya dipotong.

ELIK S

Ditinggal Istri Jadi TKW, Paman Nekat Setubuhi Keponakan

Rabu, 25/03/2009

Muhammad Aminudin - detikSurabaya

Malang - Tak pernah terbayang oleh Bunga (13) nama samaran, kegadisannya bakal direnggut paksa orang lain. Apalagi, pelaku pemerkosaan itu masih pamannya sendiri yang tinggal di Desa Jenggolo, Kepanjen, Kabupaten Malang.

Kejadian menimpa gadis yang masih duduk di bangku kelas II sebuah SMP swasta di Kepanjen ini, pertama kali terjadi akhir 2007 lalu. Peristiwa itu terjadi saat Bunga berada di kamar seorang diri. Mendadak, Bunga dihampiri pelaku Trio Mono Basuki (47) dan menyetubuhi korban sebanyak satu kali.

Tidak sampai disitu, ulah bejat sang paman kembali terulang hingga sebanyak 3 kali. Perbuatan bejat itu dilakukan sang paman hingga bulan Febuari 2009 ini.

Perbutan bejat bapak yang mempunyai tiga anak ini terungkap, saat orangtua Bunga melihat bekas ciuman di leher anaknya, Rabu (25/3/2009) siang. Melihat itu, orangtua Bunga langsung menanyakan tanda merah itu hingga akhirnya perbuatan bejat sang paman terungkap.

"Orangtua korban langsung melapor setelah mendapat keterangan dari korban. Pada saat itu juga kami kemudian menangkap pelaku di tempat kerjanya," kata Kapolsek Kepanjen AKP Prayitno pada detiksurabaya.com di Mapolsek Kepanjen, Jalan Raya Ngadilangkung.

Sementara, pelaku mengaku aksi bejat itu dilakukan karena tergoda dengan kemolekan tubuh keponakannya. Hampir 3 tahun ini pelaku mengaku memendam hawa nafsu setelah sang istri meninggalkan dia untuk bekerja sebagai TKW di Malaysia. "Semua saya lakukan karena nafsu," tuturnya.

(bdh/bdh)

Diduga Dianiaya Hingga Gigi Dicabut,TKW Jadi Gila

Sabtu, 28 Maret 2009
Okezone

BANYUMAS - Sri Erlina (27) yang baru pulang dua hari dari Taiwan kini kondisinya sangat memprihatinkan. Di rumahnya di Desa Pamijen RT 1, RW I Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Erlina sering menjerit dan tertawa keras tanpa sebab.

Bahkan keluarga Erlina tak jemu-jemu berusaha agar Erlina sadar. Namun, dengan tatapan mata kosong, Erlina terus tertawa dan mengerang seperti menahan beban bathin.

Putri dari Tholib (58) dan Suwini (57) tersebut sebelum berangkat ke Taiwan dinyatakan kondisinya sangat sehat. Bahkan Erlina berangkat dalam kondisi ceria meski ayahnya melepas berat keberangkatan putrinya. Menurut Tholib, semula ia tidak menginginkan Erlina berangkat ke Taiwan. Namun, pihak agen yaitu PT Kemuning yang beralamat di Sokaraja memaksa ayah Erlina untuk memberangkatkan anaknya.

"Semula saya tidak ingin anak saya berangkat kerja ke Taiwan, namun pihak agen memaksa terus. Saya meminta pihak agen bertanggungjawab atas kondisi anak saya," ujar Tholib, Sabtu (28/3/2009).

Ayah Erlina sendiri berharap pihak agen bertanggung jawab atas kondisi kejiwaan anaknya. Selain mengalami depresi berat, Erlina diduga juga dianiaya majikannya hingga giginya tanggal. Menurut cerita teman Erlina yang berada di Taiwan, Erlina sempat masuk rumah sakit sebelum akhirnya dibawa pulang.

Kini kasus ini sedang ditangani aparat Polsek Sokaraja. Aparat kepolisian masih mencari bukti-bukti dari pihak keluarga dan agen penyalur tenaga kerja, apakah Erlina benar-benar mengalami penganiayaan.

(Saladin Ayyubi/Global/fit)



Pernah Dipukul Palu, TKW Sukabumi Divonis Gila

Minggu, 29 Maret 2009
Okezone

SUKABUMI - Satu lagi kisah pilu menimpa yang tenaga kerja wanita (TKW). Ai Imas  (25), seorang TKW asal Sukabumi, Jawa Barat, harus hidup dalam pasungan sejak lima tahun terakhir. Hal ini terjadi setelah Imas divonis mengalami gangguan jiwa akibat kepalanya pernah dipalu majikannya saat bekerja di Arab Saudi.

Kisah pilu ini berawal ketika warga Kampung Cibodas RT 37/7 Desa Pawenang, Nagrak, Sukabumi, Jawa Barat ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga di Arab Saudi, sekira tahun 2003. Tubuhnya yang mungil kerap diperlakukan kasar oleh sang majikan. Hingga akhirnya bagian belakang kepala Ai Imas hancur akibat dihantam palu. 

Dalam kondisi sakit, anak kedua pasangan Acun, (55) dan Nining (52) ini dipulangkan ke tanah air. Karena kondisinya sangat memprihatinkan, Ai Imas yang sudah dua kali bekerja sebagai TKW di Arab Saudi ini tidak langsung dipulangkan, melainkan menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa Kramat Jati, Jakarta.

 "Selama bekerja di Arab Saudi, Imas tidak pernah bercerita soal majikannya yang kerap menyiksa. "Kami baru mengetahuinya setelah melihat kondisi Imas saat tiba di Jakarta. Bagian belakang kepalanya mengalami luka serius. Diduga akibat luka itu puila  prilaku Imas jadi tidak normal," tutur Nining di rumahnya, Minggu (29/3/2009).

Lebih menyakitkan lagi, kata Nining, anaknya tidak memiliki cukup uang dari hasil jerih payahnya selama bekerja 18 bulan itu. Bahkan, untuk membiayai pengobatan anaknya, pihak keluarga terpaksa menjual sebidang sawah yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarga.

Namun, itu pun dirasanya tidak cukup untuk menutup kebutuhan biaya pengobatan secara keseluruhan. Akibatnya Imas  harus dipulangkan ke kampung halaman di Kabupaten Sukabumi.

 "Dokter menyebutkan Imas bisa disembuhkan, karena itu kami terus berupaya memberikan yang terbaik buat Imas. Diperkirakan biaya pengobatan yang sudah dikeluarkan sudah mencapai lebih dari Rp10 juta. Jumlah ini termasuk biaya pengobatan di sejumlah dokter praktik di Sukabumi maupun pengobatan alternatif (Dukun). Tapi Imas tidak kunjung sembuh," tutur Nining.

Kian hari, prilaku Ai Imas semakin tidak terkendali. Wanita yang sudah empat kali gagal membina rumah tangga itu kerap meresahkan warga sehingga pihak keluarganya sepakat untuk menempatkan Imas di sebuah ruang berukuran 3M x 5M yang berada di belakang rumahnya. Namun Imas tetap menggila, dinding ruangan yang hampir seluruhnya terbuat dari bilik, rusak seolah-olah Imas ingin keluar dari ruang sekapannya.

Karena terus mengamuk, Nining dan Acun memutuskan mengikat salah satu kaki Ai Mas dengan sebuah rantai yang bagian ujungnya terikat pada paku yang ditanam pada lantai.

"Sebenarnya kami tidak tega menempatkan Imas di ruang itu, tapi sepertinya ini yang terbaik ketimbang meresahkan warga," papar Nining.

(Toni Kamajaya/Koran SI/ded)




Dipaksa Jadi PSK, 6 Calon TKW Lapor Polisi

Senin, 30 Maret 2009
Okezone

PALEMBANG - Sebanyak enam wanita korban trafficking asal Indramayu, Jawa Barat, berhasil meloloskan diri dari tempat lokalisasi di Kampung Baru, Palembang, Sumatera Selatan.

Para korban berhasil lolos setelah orangtua salah seorang korban melaporkan anaknya, dipaksa melayani pria hidung belang. Keenam wanita itu adalah Laila, Tini, Tia, Tiara, Ayu, dan Sarminih. Selama seminggu terakhir, mereka ditempatkan di Wisma Sari Indah dan Wisma Saputra, lokalisasi Kampung Karu di Jalan Kolonel Haji Burlian, Palembang.

Salah seorang korban, Laila, mengatakan awalnya mereka ditemui oleh mucikari bernama Wati. Ketika itu, Wati menjanjikan akan membantu mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura dengan gaji sebesar Rp2 juta.

Tergiur dengan janji tersebut para korban ini menurut saja. Tapi ternyata mereka diberangkatkan ke Palembang dan tinggal di lokalisasi Kampung Baru. Di tempat tersebut mereka tinggal di Wisma Sari Indah milik Yanti dan Wisma Saputra, milik Ujang. Oleh Ujang dan Yanti, enam korban ini dipaksa melayani tamu pria hidung belang, selama sepekan terakhir.

Tidak tahan dengan perlakuan tersebut, Tiara menghubungi orangtuanya, Maharani, di Indramayu. Maharani pun lantas melaporkan kasus ini ke polisi. Sementara itu, Ujang membantah ia mempekerjakan para korban. Menurutnya Yanti yang menerima korban bekerja di wisma miliknya.

Kapoltabes Palembang Kombes Luki Hermawan mengatakan telah meminta keterangan seorang mucikari bernama Ujang. "Selanjutnya kami akan memburu Wati, yang masih berada di Indramayu," ujar Luki. (Sutamin/Global/ful)