Senin, 23 Maret 2009
OkezoneJAKARTA - Empat mantan pejabat Konsulat Jendral (Konjen) RI di Kota Kinabalu dituntut hukuman 2,5 sampai tiga tahun penjara karena dinilai melakukan tindak pidana korupsi terkait biaya pengurusan dokumen keimigrasian bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) selama 1999-2002.
Tim jaksa penuntut umum (JPU) yang diketuai oleh Suwardji mengatakan keempatnya dituntut melakukan korupsi sesuai dengan pasal 3 juncto pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keemapt orang tersangka itu adalah mantan Konjen Kinabalu Arifin Hamzah, Mantan Kepala Bidang Konsuler Ekonomi Penerangan Sosial dan Budaya (Kabid Konekpensosbud) Radite Edyatmo, mantan Kasubbid Imigrasi Kuching Ayi Nugraha, dan mantan Kasubid imigrasi Tawau Kamso Simatupang.
"Akibatnya dari kurun waktu bulan September 1999 sampai bulan Juni 2002 negara dirugikan hingga RM 2.471.320 atau setara Rp5,6 miliar," ujar Suwardji, Senin (23/3/2009).
Tim JPU, selain menuntut hukuman penjara juga menuntut denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan akibat perbuatan yang dianggap dilakukan secara bersama-sama itu. Masing-masing adalah Arifin (2 tahun 6 bulan), Radite (3 tahun), Nugraha (2 tahun 6 bulan), dan Kamso (2 tahun 6 bulan).
JPU menyatakan Arifin telah menerbitkan surat keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia terkait dengan pemungutan biaya kepengurusan dokumen keimigrasian dari pemohon dengan nilai tarif tinggi. Sedangkan, tarif yang rendah justru dijadikan dasar untuk penyetoran ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Sehingga terdapat selisih yang tak disetorkan kepada negara," ujar Suwardji dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. "Jumlah keseluruhan selisih yang tak disetorkan mencapai RM2,24 juta."
JPU menilai selisih uang itu ternyata digunakan untuk biaya operasional terutama penyelesaian masalah TKI dan juga dibagikan kepada local staff maupun home staff. Selain itu, keempat terdakwa pun dinilai menerima hasil selisih itu.
Perlu diketahui, Pada tahun 1999, Arifin Hamzah selaku Kojen Kinabalu mengeluarkan surat keputusan soal tarif, yang jumlahnya lebih tinggi dari Konsul Jenderal sebelumnya yaitu Konjen Sabah dan Sarawak yang akan diberlakukan di Kinabalu. Jumlah tarif yang diterapkan Sabah dan Serawak memiliki tarif yang lebih rendah.
Kemudian Radite Edyatmo selaku Kabid Konekpensosbud yang menerima pembayaran uang pengurusan dokumen menyetorkan jumlah uang dengan selisih yang cukup besar. Penyetoran dengan selisih yang cukup besar itu dilakukan Radite dalam kurun waktu Juni 1999 hingga juni 2002. Hasil selisih uang tersebut kemudian dibagikan juga kepada Arifin Hamzah, yaitu senilai RM 1.010.910.
Sementara itu Ayi Nugraha yang berkedudukan di Kuching juga melakukan hal yang sama dengan Radite Edyatmo. Ayi memungut dua tarif yang berbeda dalam pengurusan dokumen keimigrasian dari kurun waktu September 1999 hingga November 2000. Akibatnya dalam pemungutan, Ayi memperoleh RM 794.065 dan yang disetorkan ke PNBP hanya RM 464.700. Sehingga selisih tariff yang tidak disetorkan hingga RM 329.365.
Sementara itu Kabid Imigrasi Tawau yang juga berkedudukan di Kota Kinabalu Kamso Simatupang malah tidak menyetorkan sama sekali hasil pungutan perbedaan tariff yang diberlakukan dalam kepengurusan dokumen keimigrasian.
Perbuatan terdakwa dianggap sebagai perbuatan berlanjut sehingga dikenakan dakwaan berlapis dengan tuduhan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya. Sehingga keempatnya pada dakwaan kedua dapat dikenakan pasal 3 ayat 1 jo pasal
18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim, Martini Mardja menyatakan, persidangaan akan dilanjutkan pada tanggal 5 Januari 2009. (Purwadi/Sindo/mbs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar