23 Maret 2009

1.399 Balita di DIY Menderita Gizi Buruk

18/3/09

SUARA PEMBARUAN DAILY

[YOGYAKARTA] Sampai akhir 2008, masih terdata 1.399 orang atau 0,8 persen balita di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami gizi buruk. Meski sudah menurun dari tahun sebelumnya, yakni 2.000 balita pada tahun 2007, angka ini masih lebih kecil dibanding dengan angka nasional balita penderita gizi buruk yang mencapai 2,4 persen.


Demikian dikatakan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DIY Daryanto Chadori dalam diskusi bersama Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY dan wartawan di Kantor DPRD DIY, Selasa (17/3).


Balita gizi buruk tersebut 0,98 persennya berada di Kota Yogyakarta, Gunung Kidul 0,99 persen, Bantul 0,74 persen, Kulon Progo 1 persen, dan Sleman 0,56 persen. Dengan kondisi ini, Dinas Kesehatan DIY akan terus mengembangkan beberapa program untuk menekan perkembangan balita gizi buruk di antaranya dengan pengembangan program posyandu dan keluarga sadar gizi.


"Salah satunya dengan pengembangan peran 5.642 pos-yandu di seluruh DIY serta keluarga sadar gizi," ucapnya.


Ketua Pimpinan Daerah Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) DIY Sri Hartati mengatakan, penyebab masih tingginya angka balita gizi buruk di DIY disebabkan beberapa faktor selain masalah ekonomi (kemiskinan), yaitu pola asuh yang salah serta akibat penyakit.


"Bukan karena faktor ekonomi atau kemiskinan saja, tapi juga karena suatu penyakit hingga pola asuh yang salah dari orangtua (keluarga)," katanya.


Tenaga Kesehatan

Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Joko Susilo menjelaskan, minimnya tenaga kesehatan di bidang gizi yang ditempatkan di puskesmas juga menjadi penyebab tingginya balita penderita gizi buruk.


"Di setiap puskesmas setidaknya hanya ada satu tenaga gizi yang ditempatkan dan itu pun mereka justru bekerja sebagai tenaga manajerial. Padahal, gizi buruk ini bukan hanya disebabkan oleh kurang makan, tetapi bagaimana mengelola gizi itu," ujarnya.


Dikatakan, lulusan dari sekolah gizi di DIY itu 75 persennya harus ke luar Yogyakarta, padahal kebutuhan ahli gizi tersebut bukan hanya momentum.


Kondisi balita dengan gizi buruk tersebut juga tidak saja berasal dari keluarga miskin. "Bahkan, ada yang berasal dari keluarga berekonomi menengah sampai atas. Kadang kala, orangtua menyerahkan anaknya kepada pekerja rumah tangga mereka dan karena faktor kesibukan, pemberian makanan balita menjadi tidak berimbang," ujarnya.


Sementara itu, dua balita penderita gizi buruk awal pekan lalu kembali ditemukan di Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Mereka, adalah Yuhiti (15 bulan), warga Desa Sukarami, dan Ice Trisnawati (19 bulan), warga Desa Padang Genting, Kecamatan Pino Raya. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, Yulian Fauzi ketika dihubungi di Bengkulu, Senin (16/3), tidak membantah hal tersebut.


"Sekarang kedua balita malang ini sudah diberikan perawatan secara intensif oleh dokter puskesmas setempat. Kedua balita ini juga diberikan bantuan makanan tambahan, seperti roti, susu, dan makanan bergizi lain. Bantuan diberikan untuk mempercepat pemulihan kondisi fisik kedua balita tersebut," kata Yulian.

Laporan yang diterima Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan dari puskesmas setempat, satu dari dua balita gizi buruk itu, sebelumnya sudah lama terkena penyakit. Akibatnya, kondisi kesehatan terus memburuk dan tubuhnya kurus. [152/143]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar