23 Maret 2009

KBRI Cabut Monopoli Legalisasi PK di Kuwait

Republika Newsroom
Senin, 23 Maret 2009

KUWAIT -- Kedutaan Besar Repupublik Indonesia (KBRI) di Kuwait mencabut monopoli legalisasi perjanjian kerja (PK) antara TKI dengan majikan yang sebelumnya sejak 15 Februari 2009 harus melalui Kuwait Union of Domestic Labor (KUDLO), kini asosiasi perusahaan jasa TKI (melalui Crisiss Center) juga diijinkan mengajukan hal yang sama.

Dalam pertemuan Dubes RI di Kuwait Faisal Ismail dan Konsul Dino Nurwahyudin dengan Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Rusjdi Basalamah, Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) dan Ketua Komite Qatar dan Jordan Indonesia Employment Agencies Association Aminullah di KBRI Kuwait City, Minggu, menghasilkan kesepakatan untuk membuka peluang bagi asosiasi pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) untuk mengajukan legalisasi PK tanpa harus melalui KUDLO.

Faisal mengingatkan bahwa KBRI berkepentingan pada perlindungan TKI di wilayah kerjanya. Berdasarkan pengalamannya dua tahun sebagai Dubes RI di Kuwait, agen tenaga kerja asing (TKA) di Kuwait enggan menyelesaikan TKI bermasalah yang datang ke penampungan di KBRI Kuwait.

Setelah melalui sejumlah pembicaraan, KBRI sejak 15 Maret 2009 menunjuk KUDLO sebagai satu-satunya lembaga yang bisa mengajukan legalisasi PK ke KBRI.

Namun, setelah melalui diskusi yang terbuka dan saling memahami, KBRI akhirnya mempersilakan asosiasi perusahaan PPTKIS untuk berperan yang sama, yakni mengajukan permintaan legalisasi PK dan menjamin perlindungan atas TKI yang ditempatkannya. "Silakan asosiasi mengajukan sistem perlindungan dan mekanisme pengajuan PK karena kepedulian kita selama ini ada pada perlindungan TKI," katanya.

Dalam pertemuan itu, Rusjdi, Yunus dan Aminullah memberi pemahaman kepada Faisal dan Dino bahwa PPTKIS, berdasarkan amanat UU No.39/2004, bertanggungjawab atas keselamatan TKI sejak di rekrut hingga kembali ke tanah air.
"Kami ingin melaksanakan tanggungjawab tersebut, seperti yang sudah kami lakukan di Saudi Arabia dan sejumlah negara lainnya, untuk melindungi TKI sejak di rekrut hingga kembali ke daerah asalnya, khususnya selama bekerja di Kuwait," kata Rusjdi.

Dia juga mengingatkan bahwa Departemen Luar Negeri RI, khususnya Direktorat Perlindungan Badan Hukum Indonesia dan Warga Negara Indonesia (BHI dan WNI) Deplu adalah lembaga resmi yang ditunjuk untuk melindungi BHI dan WNi di luar negeri.

Mempertimbangkan kondisi itu, kata Rusjdi, sudah selayaknya asosiasi PPTKIS bermitra dengan KBRI untuk melindungi TKI selama bekerja di luar negeri. "Kami secara hukum dan moral ditunjuk sebagai penanggungjawab, Deplu dan KBRI secara hukum juga bertanggungjawab atas keselamatan TKI," katanya.

Karena itu, Rusjdi meminta KBRI Kuwait untuk menantang asosiasi PPTKIS untuk memberikan perlindungan yang lebih baik, minimal memberi perlindungan yang sama dengan yang dijanjikan KUDLO. "Kami tidak mau terlibat dengan permainan `politik` antara KUDLO dengan agen TKA lainnya di Kuwait. Kami hanya peduli pada perlindungan TKI yang menjadi kewajiban kita bersama (KBRI dan PPTKIS) untuk melaksanakannya," kata Rusjdi.ant/kpo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar