13 Maret 2009

TKI Tak Dapat Hak yang Layak

JAKARTA, (PRLM).- "TKI tidak mendapatkan hak yang layak sejak dari berangkat, saat bekerja di luar negeri hingga pada tahap pemulangan ke kampung halaman," kata Risma Umar dari Solidaritas Perempuan, dalam dialog "Ratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya" di Jakarta, Kamis (12/3).

Dikatakan, pemerintah masih mementingkan aspek penempatan dan komodifikasi tenaga kerja Indonesia (TKI) dibandingkan perlindungan. Bahkan respons terhadap berbagai kasus pelanggaran hak TKI sangat lemah.

Risma mengungkapkan, hingga saat ini banyak kasus yang menimpa buruh migran (TKI), seperti gaji tidak dibayar, tidak diakui sebagai pekerja, bahkan rentan terhadap penyakt HIV/AIDS. "Seharusnya, perlindungan untuk para TKI mendapat prioritas," katanya.

Sebelumnya, pendiri Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Malik Aliun dan Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus Moh. Yamani menyatakan, kondisi seperti itu tidak lepas dari tarik menarik kewenangan antara Depnakertrans dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).

Karena itu, keduanya mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menyelesaikan perselisihan antara kedua lembaga pemerintah ini, karena sudah mengganggu program penempatan dan perlindungan TKI, serta upaya pengentasan pengangguran.

Malik mengakui, Presiden saat ini memang sedang disibukkan dengan tugas kenegaraan dan persiapan kampanye, tetapi penanganan TKI dan pengentasan pengangguran di tengah krisis global juga merupakan masalah mendesak yang membutuhkan penyelesaian segera.

Sementara Yunus mengatakan, Presiden Yudhoyono harus mengevaluasi kinerja lembaga pemerintah di mana banyak hal yang menimbulkan kontroversi, seperti kebijakan yang coba diterapkan di Suriah, Saudi dan kini di Kuwait.

"Kebijakan yang diambil pemerintah saat ini tidak efektif. Perusahaan asuransi yang tergabung dalam konsorsium asuransi seperti celengan semar, menghimpun banyak dana perlindungan tetapi hanya mengeluarkan sedikit untuk TKI," katanya.

Karena itu, ujar Yunus, tidak mengherankan jika perusahaan asuransi di Indonesia tidak bisa melindungi TKI karena mereka tidak memiliki izin beroperasi di luar negeri. Kondisi ini jelas menyulitkan TKI yang mempunyai masalah di luar negeri.

"Oleh karena itu, diperlukan lembaga dan cara penanganan yang lebih lentur yang bisa mendukung peran Deplu, khususnya lembaga perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri," kata Yunus. (A-78/A-109/A-26).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar